Bab 1
Abstrak
Pertelevisian Indonesia kembali menuai permasalahan. Kali ini, stasiun televisi Aburizal Bakrie, TVOne digugat kredibilitasnya. Program Apa Kabar Indonesia Pagi tanggal 18 Maret 2010 yang menghadirkan narasumber seorang markus (makelar kasus) pajak, Andreas Ronaldi, diduga adalah markus palsu.
TVOne menghadirkan Andreas Ronaldi, pria yang mengaku markus di Mabes Polri. Pada waktu itu, Andreas mengenakan topeng dan menggunakan nama samaran Roni. Selain itu, suaranya pun diubah sedemikian rupa sehingga tak tampak suara aslinya. Andreas mengaku ia telah menjadi markus selama 12 tahun di lingkungan Mabes Polri. Mabes Polri kemudian menangkap seorang yang diklaim sebagai narasumber program acara Apa Kabar Indonesia Pagi tersebut pada tanggal 7 April 2010, dengan landasan dugaan rekayasa berita. Andreas adalah seorang karyawan lepas pada sebuah perusahaan media hiburan.
Terkait dengan pernyataan yang dikeluarkan Mabes Polri, TVOne menyatakan belum dapat memastikan apakah makelar kasus yang dimaksud adalah narasumber yang pernah tampil di program Apa Kabar Indonesia Pagi tanggal 18 Maret lalu. Tetapi, juru bicara TVOne, sekaligus General Manajer Divisi Pemberitaan, Totok Suryanto menyatakan bahwa tidak pernah ada rekayasa yang dilakukan dalam setiap pemberitaan.
Andreas Ronaldi mengaku menjadi oknum markus di Mabes Polri berdasarkan permintaan dari pihak pembawa acara televisi swasta yang berinisial IR dengan imbalan 1,5 juta rupiah. Andreas juga mengatakan bahwa keterangan yang ia berikan itu hanya untuk mengumpan Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana.
Dalam pemeriksaan, Andreas juga mengaku diminta berbicara soal markus sesuai skenario dengan pertanyaan dan jawaban yang disiapkan.
Kasus/permasalahan ini menjadi perbincangan banyak pihak, terutama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Dewan Pers, masyarakat, dsb. Indy Rahmawati selaku produser TVOne dan presenter dalam acara tersebut dan segenap jajaran redaksi yang terkait dipanggil oleh Dewan Pers untuk memberikan keterangan.
Bab 2
Kode Etik Wartawan Indonesia, UU Penyiaran, dan Pedoman Pelaksanaan Penyiaran/Standar Program Siaran (P3/SPS)
Kasus TVOne tersebut melanggar Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dan UU Penyiaran. Berikut ini akan saya jabarkan etika dan kebijakan perundang-undangan tersebut.
2.1 Kode Etik Wartawan Indonesia
• KEWI Butir 1: Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
• KEWI Butir 2: Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
• KEWI Butir 3: Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.
• KEWI Butir 4: Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta,fitnah, sadis dan cabul, serta tidak menyebut identitas korban kejahatan susila.
• KEWI Butir 5: Wartawan Indonesia tidak menerima suap, dan tidak menyalahgunakan profesi.
• KEWI Butir 6: Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
• KEWI Butir 7: Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.
2.2 UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002
• Pasal 36
1. Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
2. Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri.
3. Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
4. Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
5. Isi siaran dilarang:
a. Bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
b. Menonjolkan unsure kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau
c. Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
6. Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.
• Pasal 57
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang:
a. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3);
b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2);
c. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1);
d. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (5);
e. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6).
2.3 P3/SPS
• Pasal 8:
1. Program faktual merujuk pada program siaran yang menyajikan fakta non-fiksi.
2. Yang termasuk di dalam program faktual adalah program berita, features, dokumentasi, program realitas (reality program/reality show), konsultasi on-air dengan mengundang narasumber dan atau penelepon, pembahasan masalah melalui diskusi, talk show, jajak pendapat, pidato/ceramah, program editorial, kuis, perlombaan, pertandingan olahraga, dan program-program sejenis lainnya.
• Pasal 9:
1. Lembaga penyiaran harus menyajikan informasi dalam program faktual dengan senantiasa mengindahkan prinsip akurasi, keadilan, dan ketidakberpihakan (imparsialitas).
2. Lembaga penyiaran wajib menggunakan Bahasa Indonesia yang baku, baik tertulis atau lisan, khususnya dalam program berita berbahasa Indonesia.
Bab 3
Analisis
Program Apa Kabar Indonesia Pagi 18 Maret 2010 yang menampilkan markus pajak “Roni” masih menjadi perdebatan. Butuh pembuktian lebih lanjut dan akurat mengenai benar tidaknya pengakuan Andreas Ronaldi tersebut. Dan, apabila terbukti bahwa narasumber markus pajak TVOne tersebut palsu, maka TVOne sebagai perusahaan pers telah melanggar KEWI dan UU Penyiaran No. 32 tahun 2002, serta P3/SPS. Berikut ini akan coba saya jabarkan pelanggran kode etik program TVOne tersebut berdasarkan perspektif etika-etika media tersebut.
Berdasarkan butir-butir KEWI tersebut, TVOne telah melakukan pelanggaran. Seorang wartawan (dalam hal ini orang yang menyajikan dan bertindak dalam penyajian program berita) seharusnya mematuhi dan melaksanakan KEWI. Dalam hal ini, TVOne terutama telah melanggar KEWI butir 1 dan 4, di mana disebutkan bahwa seorang wartawan harus melaporkan dan menyiarkan informasi secara faktual dan jelas sumbernya, tidak menyembunyikan fakta serta pendapat yang penting dan menarik yang perlu diketahui publik sebagai hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan akurat.
Terlihat jelas bahwa TVOne telah melanggar kode etik tersebut. Seorang wartawan professional pasti akan memegang teguh prinsip-prinsip (peraturan), berjalan dalam “koridor” yang benar dan tetntunya mengutamakan aspek kebenaran. Dapat dikatakan bahwa wartawan TVOne telah membohongi masyarakat dengan melakukan penipuan terhadap karya/program jurnalistik yang mereka buat. Hal ini erat kaitannya dengan aspek/ideology kepentingan yang diangkat (diutamakan) oleh TVOne, menutupi aspek etika profesi seorang wartawan.
Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran KEWI sepenuhnya diserahkan kepada jajaran pers. Mereka yang bertanggung jawab terhadap KEWI adalah:
- Dewan Pers
- Perusahaan Pers
- Ombudsman
- Wartawan
- Masyarakat pembaca
- Organisasi perusahaan pers
- Organisasi wartawan
TVOne sebagai perusahaan pers dan khususnya TVOne sebagai “perkumpulan” wartawan telah gagal bertanggung jawab terhadap pelaksanaan KEWI dengan tampilnya Andreas Ronaldi sebagai markus pajak palsu.
Dilihat berdasarkan UU Penyiaran No. 32 tahun 2002, siaran program Apa Kabar Indonesia Pagi tersebut telah melanggar UU Penyiaran pasal 36 pasal 5A. Isi siaran dilarang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan, dan bohong. Produk jurnalistik berupa siaran di televisi merupakan hasil akhir dari proses yang melibatkan reporter, kameraman, editor gambar, produser, pembawa acara, produser eksekutif, hingga pimpinan perusahaan media massa. Isi/format dari sebuah siaran merupakan hasil kebijakan dari berbagai “tangan” produk. Dan tentunya, pemilik atau pimpinan perusahaan memiliki kewenangan tertinggi dalam menentukan isi siaran. Inilah yang menjadi penelitian Dewan Pers dan KPI dalam menelaah kasus markus pajak antara TVOne dan Mabes Polri.
Dalam pemeriksaan, Andreas mengaku diminta berbicara soal markus sesuai scenario dengna pertanyaan dan jawaban yang disiapkan. Pengakuan ini sangat memberatkan TVOne sebagai sebuah institusi media. Apabila pengakuan Andreas terbukti benar, maka isi siaran Apa Kabar Indonesia Pagi adalah fitnah dan bohong adanya. TVOne harus dapat mempertanggungjawabkan dan menjelaskan kepada Dewan Pers perihal tersebut, terlebih kepada masyarakat yang sudah dibohongi dan disesatkan. Sebagai sanksinya, lengkap tertulis dalam pasal 57 (d) mengenai hukuman pidana penjara dan denda yang harus dibayar apabila melanggar pasal 36 ayat 5.
Selain itu, berdasarkan P3/SPS tayangan TVOne tersebut juga melanggar standar penyiaran Indonesia. Program Apa Kabar Indonesia Pagi adalah program faktual. Lembaga penyiaran dalam hal ini TVOne harus menyajikan informasi dalam program faktual dengan menerapkan selalu prinsip akurasi, keadilan, dan ketidakberpihakan. Keakuratan dan kebenaran senantiasa menjadi syarat mutlak dalam etika penyiaran dan produk jurnalistik.
Bab 4
Kesimpulan
Ketatnya persaingan dunia pertelevisian membuat kredibilitas media dipertaruhkan. Independensi, kualitas, dan kebenaran suatu program/produk jurnalistik menjadi bahan yang kerapkali diacuhkan dalam pembuatan suatu karya. Penyimpangan isi siaran seringkali terjadi. Keluar jalur akibat berbagai kepentingan yang mendasari dan melingkupi suatu standar professional media.
TVOne apabila terbukti melakukan kebohongan markus pajak palsu, maka ia melanggar tiga etika permediaan Indonesia, yakni KEWI, UU Penyiaran No. 32 tahun 2002, dan P3/SPS. Etika penyiaran, standar siaran, serta kode etik wartawan tidak diterapkan oleh TVOne.
Butuh penelitan lebih lanjut bagi Dewan Pers untuk melihat benar tidaknya TVOne dalam kasus ini. Perlu diberikan tindakan dan sanksi yang tegas bagi stasiun televisi milik Aburizal Bakrie ini apabila terbukti melakukan pelanggaran etika. Hal ini tidak hanya dilihat dalam jangka pendek, namun juga jangka panjang. Bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap etika, hukum, dan kebijakan media di Indonesia yang semakin hari kian menipis.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
thx ya
BalasHapus