Dulu ketika kita ingin menonton berita kita harus melihatnya di televisi. Jika ingin membaca berita kita menggunakan koran, majalah, tabloid, dan sebagainya. Tetapi saat ini, hanya dengan menggunakan satu media kita dapat menikmati berita dalam bentuk audio dan visual. Portal berita di internet pada saat ini sudah menyediakan layanan berita audio dan visual. Inilah yang disebut konvergensi media, ketika berbagai macam jenis media terhubung dalam satu wujud media, tepatnya media internet.
Saat ini, di Indonesia sedang marak membahas mengenai konvergensi media. Bahkan pemerintah akan membuat undang-undang terkait konvergensi ini dengan harapan akan menghindari tumpang tindih undang-undang yang terkait masalah informatika, yaitu UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Harapan pemerintah untuk dapat mengatuk aliran informasi berada di undang-undang terkait konvergensi ini karena dalam tahun-tahun ke depan perkembangan teknologi informasi akan sangat pesat. Ditakutkan tanpa adanya undang-undang ini, kericuhan akan terjadi.
Masyarakat menyambut bahagia adanya konvergensi ini. Hal ini memungkinkan mereka menikmati berita dengan lebih mudah, cepat, dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Bahkan dengan optimis sebagian besar masyarakat berpendapat, di industri media, selain media online, yang lainnya akan mati, terutama media cetak.
Penulis kurang setuju dengan pendapat ini. Belum tentu 100 persen media cetak akan mati. Memang banyak media cetak besar yang bangkrut karena jumlah oplah yang menurun dengan drastis. Media cetak yang ada sekarang pun sudah membangun kerajaan media internet. Tetapi penulis yakin media cetak akan tetap bertahan, di tengah-tengah serangan konvergensi ini. Ada dua hal yang melatarbelakangi alasan ini. Demikian penjelasan singkat penulis terkait hal ini.
Pertama adalah karena masih banyak juga pihak-pihak yang senang membaca dalam bentuk fisik. Ada sensasi yang berbeda ketika membaca dalam bentuk fisik dan digital. Membaca digital kita membutuhkan telepon genggam atau laptop atau komputer. Telepon genggam memang bisa dibawa ke mana-mana, praktis pula karena bentuknya yang kecil. Tetapi bentuknya yang kecil juga menjadi penghambat. Akan sangat tidak nyaman untuk membaca tulisan yang serius dengan huruf yang kecil, terutama jika tulisannya panjang. Berita online saat ini cenderung pendek supaya pembaca tidak terganggu masalah ini, tetapi berita yang ada tidak memiliki kedalaman seperti yang dimiliki oleh media cetak, terutama majalah. Jika ingin mendalam, maka harus lebih panjang tulisannya sehingga akan kembali ke masalah yang telah dijelaskan.
Jika menggunakan laptop atau komputer masalah yang akan dihadapi berbeda. Ketika kita membaca media cetak, kita bisa membaca dalam posisi apapum. Tengkurap, telentang, jongkok, loncat-loncat, semuanya bisa. Bagaimana dengan komputer? Kita harus dengan setia duduk manis di depan layar. Komputer tidak dapat dipindah ke mana-mana. Dengan laptop memang lebih fleksibel, tetapi tetap saja dinamis gerakan kita akan terganggu. Laptop yang seberat 1 Kg saja sudah dibilang ringan, bandingkan dengan media cetak yang beratnya hanya beberapa gram. Selain itu, laptop juga terkena masalah di lamanya dia dapat beroperasi. Daya tahan sebuah laptop memiliki batas, empat jam sudah dikatakan memiliki daya tahan yang tinggi. Jika baterai sudah habis laptop tak lagi dapat digunakan. Jika laptop di charge, masalah yang dialami pengguna akan sama, yaitu kurangnya kedinamisan dalam bergerak
Kedua adalah faktor pembuktian sejarah. Ketika media radio datang, media cetak diisukan mati. Ketika media tv datang, media cetak diisukan mati. Tetapi sejarah membuktikan media cetak tetap dapat bertahan hidup di tengah serangan-serangan tersebut. Tidak tertutup kemungkinan media cetak juga akan tetap bertahan hidup si tengah serangan konvergensi ini ketika dia masih memiliki pengganggum.
Selain kedua pendapat yang lebih ke arah logika, penulis juga memiliki pendapat pribadi. Bagi penulis, media cetak tidak akan mati karena masih banyak pihak-pihak yang menyukai membaca informasi dan berita yang dituangkan dalam bentuk media cetak. Salah satunya adalah penulis sendiri.
Steffi Indrajana
Rabu, 26 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar