BAB I
PENDAHULUAN
- Kasus
Kekerasan di sekitar makam Mbah Priok, Jakarta Utara
- Asal Mula Kasus
Kasus ini bermula dari sengketa antara pihak PT Pelindo II dengan pihak ahli waris Habib Hasan bin Mohammad Haddad atau Mbah Priok. Mbah Priok adalah penyebar agama Islam di Jakarta Utara pada abad ke-18. Dia berasal dari Pulau Sumatera. Menurut Habib Ali, keturunan langsung Mbah Priok, ulama yang dilahirkan pada tahun 1727 masehi di Ulu Palembang ini memiliki nama asli Al Imam Al`Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA. Sejak kecil Habib Hasan memang tekun mempelajari dan mendalami agama Islam. Pada tahun 1756, Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA bersama Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad RA pergi ke pulau Jawa dengan tujuan menyiarkan agama Islam bersama tiga orang azami dari Palembang dengan menggunakan perahu layar. Seperti yang dikutip dari pulauseribujakarta.com.
Persengketaan telah terjadi selama bertahun-tahun dan telah dibawa ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Para ahli waris mengklaim kepemilikan tanah di lokasi tersebut dengan mendasar pada Eigendom Verponding no 4341 dan no 1780 di lahan seluas 5,4 Ha. Namun PN Jakarta Utara pada tanggal 5 Juni 2002 telah memutuskan tanah tersebut secara sah adalah milik PT Pelindo II. Hal ini sesuai dengan hak pengelolaan lahan (HPL) Nomor 01/Koja dengan luas 145,2 hektar.
Kronologis Bentrokan Warga dengan Satpol PP di Makam Mbah Priok
Bentrokan berdarah di Makam Mbak Priok dekat Pelabuhan Peti Kemas Tanjung, Koja, Jakarta Utara pada hari Rabu, 14 April 2010 lalu membuat kita miris. Bagaimana kerusuhan warga dengan Satpol PP ini bisa terjadi?
Kisah Guru Besar Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad yang sangat dihormat warga di sekitar Jakarta Utara ini memang telah menyatu dengan kisah Tanjung Periuk sebagai yang sekarang ini dikenal sebagai pelabuhan peti kemas. Tanjung Priok merupakan lokasi perdagangan dagang dengan pelabuhan yang ramai,apalagi dizaman Belanda. Pelabuhan sunda kelapa yang terkenal terlebih dahulu sangat ramai dikunjungi pedagang dari seantro dunia. Sekarang ini namanya berubah menjadi Pelabuhan Tanjung Priok.
Mbah Priok atau Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad adalah penyebar agama Islam di Jakarta Utara pada abad ke-18. Dia berasal dari Pulau Sumatera. Menurut Habib Ali, keturunan langsung Mbah Priok, ulama yang dilahirkan pada tahun 1727 masehi di Ulu Palembang ini memiliki nama asli Al Imam Al`Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA. Sejak kecil Habib Hasan memang tekun mempelajari dan mendalami agama Islam. Pada tahun 1756, Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA bersama Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad RA pergi ke pulau Jawa dengan tujuan menyiarkan agama Islam bersama tiga orang azami dari Palembang dengan menggunakan perahu layar. Seperti yang dikutip dari pulauseribujakarta.com.
Habib sampai di tanah Batavia (Jakarta) awalnya karena perahu yang tertimpa badai ketika hendak melintas di dekat Batavia. Menurut cerita yang dipercaya masyarakat, Habib selamat karena menemukan periuk. Dengan periuk itulah habib berhasil menepi ke Batavia. Sejak itu, Habib Hasan tinggal di Batavia dan menyiarkan agama Islam di sana. Habib akhirnya selamat dari terpaan badai tersebut. Di tempatnya mendarat itulah dinamai Tanjung Priok.
Komplek makam tersebut pada awalnya merupakan rumah dan pesantren tempat Habib tinggal dan mengajar siar Islam. Setelah beliau wafat didikuburkan di kompek tersebut. Makam di Koja ini kemudian dikenal sebagai makam Mbah Priok. Komplek itu lama kelamaan menjadii tempat penguburan bagi banyak warga sekitarnya. Sampai sekarang pesantren yang didirikan Habib tersebut tetap ada dalam bentuk masjid dan majelis taklim yang ramai dikunjungi para jemaah.
Untuk mengenang perjuangan habib, pengikutnya membangun makam sekaligus masjid untuk mengadakan majelis taklim. Tempat itu kemudian dikenal luas. Tiap akhir pekan, sampai sekarang, sedikitnya 2000 orang mengikuti pengajian di masjid yang didirikan di sana. Apalagi disaat-saat tertentu yang dating dalam pengajian tersebut bisa sampai 10.000-an jemaah baik Jakarta maupun dari wilayah lainnya.
Kerusuhan di Makam Mbah PriokAdanya kompek Mbah Priok tersebut yang sekarang ini bersisi rumah, makam dan masjid tersebut sebenarnya sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka, Pemda DKI Jakarta, dan apalagi Pelindo. Komplek itu sebenarnya dulunya luas sekitar 90 ribu ha tetapi oleh ahli waris hanya dipertahankan sekitar komplek itu saja, sedangkan yang lainnya dibiarkan untuk kepentingan umum, walau pada akhirnya diperebutkan para investor yang sering-sering dapat sertifikat tanah, tetapi tidak pernah berhubungan dengan ahli waris. Apalagi lokasi Tanjung Priuk ini adalah lokasi bisnis yang menggiurkan dan sebagai pusat pelabuhan barang yang sangat ramai di Jakarta.
Menurut Zulhendri Hasan, salah seorang kuasa hukum ahli waris, tanah seluas 90 hektar yang diklaim Pelindo miliknya adalah hanya berdasarkan Hak Penggunaan Lahan (HPL) No 1 tahun 1987 dan bukan sertifikat tanah, itupun tidak termasuk tanah makam. "Itu tidak termasuk tanah seluas 54 ribu meter persegi milik ahli waris,"kata Zulhendri seperti yang dikutip dari Tempo Interaktif. Sedangkan Pihak Ahli Waris memegang bukti berupa surat Akte Van Eigendom No. 1268 yang dibuat di depan notaris GH Thomas di Batavia pada 25 Juli 1934.
Di depan gerbang makam Mbah PriokDi pihak lain Wakil Walikota Jakarta Utara Atma Sanjaya mengatakan bahwa penertiban komplek pemakaman sudah sesuai dengan Instruksi Gubernur DKI nomor 132/2009 tentang Penertiban Bangunan. Sebab, kata dia. bangunan itu berdiri di alas lahan milik PT Pelindo sesuai dengan hak pengelolaan lation (HPU Nomor Ol/Koja dengan luas 1.452.270 meter persegi seperti yang dikutip dari bataviase.co.id.
Bagi ahli waris hal tersebut di tidak sesuai, sebab, areal pemakaman dan masjid ini telah memiliki sertifikat resmi yang dikeluarkan pada zaman pendudukan Belanda. Ada yang menyebut makam ini sebenarnya sudah dipindahkan ke TPU Semper pada tanggal 21 Agustus 1997 dengan surat keputusan No 80/-177.11 dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI. Tetapi ahli waris yang memang tinggal ditempat tersebut bahwa makam Habib tidak berada di lokasi yang dibongkar oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman.
Pihak Pemprov menyatakan, tidak pernah berencana akan melakukan penggusuran, namun hanya upaya eksekusi lahan dan bangunan liar di kawasan makam yang merupakan lahan milik Pelindo, tetapi informasi yang berbeda diberikan Wakil Gubernur DKI ketika wawancara di TVOne mengatakan bahwa kompek pekuburan dan masjid tersebut akan diganti dengan monument 100 m2.
Pada 22 Februari, pengelola masjid menerima surat perintah untuk mengosongkan lahan seluas 5,4 hektar yang diklim milik PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. Surat tersebut ditandatangani Walikota Jakarta Utara atas instruksi Gubernur DKI Jakarta. Tetapi pengosongan komplek tersebut ditentang oleh para pengurus masjid, Majelis Taklim dan santri yang akhirnya memicu bentrokan.
Bentrokan dipicu upaya pemerintah kota Jakarta Utara untuk mengosongkan areal seluas 5,4 hektar itu yang mendapat perlawanan dari jemaah masjid dan warga yang dibantu ormas Forum Betawi Rempug dan Front Pembela Islam. Bentrokan tersebut semakin membesar dan menjadi pertikaiaan berdarah. Lebih dari seratus orang, baik dari warga maupun petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan polisi mengalami luka-luka.
Kerusuhan ini dimulai dengan merangsak masuknya Satpol PP ke gerbang yang didalamnya terdapat warga yang ingin melindungi komplek tersebut. Sebenarnya didalam kompek tersebut sedang terjadi kompromi yang diinisiatori oleh DPRD Jakarta Utara, tetapi ternyata gagal karena serbuan Satpol PP menimbulkan perseteruan yang sengit. Anggota DPRD Jakarta Utara juga sempat terkena pukulan dari petugas yang merangsak masuk komplek tersebut. Rencana perwakilan anggota DPRD Jakut ini akan mempertemukan dan menyelesaikan permasalahan dengan damai, tetapi apa yang terjadi dilapangan sangat tidak diperkirakan.
Warga semakin marah mengetahui bahwa ada korban warga yang dipukuli Satpol PP secara beringas. Melihat kondisi bentrokan yang semakin parah pihak polisi pun akhirnya menyemprotkan air dari Mobil Water Canon untuk membubarkan massa. Namun ini tidak berhasil, sebab massa yang menolak pembongkaran Makam Mbah Priok, membalas dengan lemparan batu.
Polisi akhirnya menembakkan gas air mata. Beberapa orang yang dianggap provokator, juga ditangkap polisi. Massa yang sudah tercerai berai, meninggalkan beberapa kendaraan mereka. Karena panik, seorang warga bersembunyi di got kotor tertangkap polisi. Sedangkan sejumlah warga lainnya menyelamatkan diri ke dalam makam, dan rumah seorang habib. Seorang anak yang berusaha keluar komplek untuk membeli air mineral pun tidak luput dari pukulan Satpol PP.
Warga yang diselamatkan Polisi dari amukan Satpol PPDi luar warga yang mengatahui akan adanya penggusuran komplek tersebut semakin banyak mengrumun dan secara sepontan mereka melakukan bantuan terhadap warga yang berada di dalam komplek Mbak Priok yang semakin terdesak. Bantuan dari luar ini menimbulkan bentrokan yang seimbang yang akhirnya Satpol PP mundur.
Pada pukul 3 sore sebenarnya sudah ada perintah mundur pada Satpol PP dan Polisi tetapi kondisi masih terjebak didalam pelabuhan. Akhirnya bantuan dari laut dilakukan. Mereka diangkut dengan kapal laut. Pada petang dan sore hari masa yang sudah semakin panas membakar kendaraan petugas yang ditinggalkan. Tiga orang korban bentrokan yang meninggal dalam kerusuhan tersebut bernama Ahmad Tadjudin, M Soepomo dan Israel Jaya. Soepono ditemukan oleh petugas keamanan terminal dan kemudian dibawa ke Rumah Sakit Koja oleh petugas Palang Merah Indonesia (PMI). Korban ketika anggota Satpol PP yang bernama Isreal Jaya yang sempat dirawat dirumah sakit Koja, kemudian dirujuk di Rumah Sakit Tarakan dan menghembuskan napas di rumah sakit ini. Kemudian jenazahnya diotopsi di RS Cipta, setelah itu dipulangkan ke rumah duka di Jati Bening Bekasi, Jawa Barat.
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) mengutuk kebrutalan yang dilakukan oleh aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Kelurahan Koja, Tanjung Priok. Demikian juga Komnas HAM yang menyatakan bahwa arogansi petugas tersebut adalah sebuah pelanggaran HAM.
Demikian juga dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan prihatin dengan bentrokan antara Satuan Polisi Pamong Praja dengan massa di areal makam dan masjid Mbah Priok. "Kami sangat prihatin. Kami minta bentrokan segera dihentikan. Kami minta semua pihak menahan diri agar tidak jatuh korban yang lebih banyak," kata KH Said Aqil Siroj, Ketua Umum PBNU di Jakarta, Rabu seperti dilansir Antara. Kekecewaan lain juga muncul atas kasus tersebut seperti dari FPKB, Ketua Muhammadiyah, dan Forum Betawi Rempug. Himpunan Mahasiswa Islam dan Serikat Rakyat Miskin Kota berunjuk rasa. Mereka menyatakan menolak pembongkaran makam Mbah Priuk di Koja, Jakarta Utara, yang berujung kerusuhan pada Rabu kemarin.
Sebenarnya masih banyak tokoh nasional lain juga yang kecewa dan sedih dengan kasus pelanggaran HAM dan keberutalan massa yang seharusnya tidak perlu terjadi ini. Jika saja petugas memahami faktor sosial masyarakat dan menghindari cara-cara anarkisme yang merugikan semua pihak ini. Terkesan kepentingan pengusaha menjadi nomor satu di bandingkan hak dasar dari warga dan rakyat banyak. Hak dasar berupa perlindungan, keamanan dihilangkan demi kepentingan investor. Mereka para pejabat tidak sadar bahwa gaji yang mereka dapatkan berasal dari pajak yang harus dibayar oleh rakyat. Mereka juga dipilih oleh rakyat. Nyatanya mereka melukai hati rakyat.
BAB II
PERUNDANG-UNDANGAN
Dari uraian kasus yang telah dijelaskan di atas, pemberitaan yang ada di media elektronik (televisi) telah melanggar, sebagai berikut.
- Kode Etik Jurnalistik
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak boleh membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
- Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
- Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
- Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
- Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis, atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
- Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
- Undang-Undang Penyiaran No 32 Tahun 2002
Pasal 36 Nomor 5
Isi siaran dilarang:
- bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
- menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang; atau
- mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
- Standar Program Siaran (SPS)
Pasal 26 Nomor 3
Adegan kekerasan dan sadisme dilarang sebagai berikut:
- menampilkan secara detil (big close up, medium close up, extreme close up) korban yang berdarah-darah, korban/mayat dalam kondisi tubuh yang terpotong-potong, dan kondisi yang mengenaskan lainnya;
- menampilkan adegan penyiksaan secara close up dengan atau tanpa alat (pentungan/pemukul, setrum, benda tajam) secara nyata, terkesan sadis dan membuat pemirsa merasa ngeri, seperti: menusuk dengan pisau, jarum atau benda lain, sehingga darah menyembur dan mengeluarkan isi tubuh, serta menembak dari dekat;
- pembunuhan yang dilakukan dengan sadis baik terhadap manusia maupun hewan, seperti: memotong-motong bagian tubuh, menggantung dengan maksud menyiksa/membunuh;
- memakan manusia dan/atau hewan yang tidak lazim untuk dikonsumsi;
- adegan bunuh diri secara detil, seperti: menembak kepala dengan pistol atau menusuk dengan pisau/pedang; dan/atau
- menampilkan wajah pelaku bunuh diri secara detil.
Pasal 28
- program siaran pemberitaan kekerasan secara eksplisit dan rinci dibatasi.
- Pembatasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berupa:
- tindakan kekerasan dan sadisme yang dilakukan secara massal harus disamarkan.
- Wajah dan/atau suara pelaku maupun korban tindakan kekerasan dan sadisme yang dilakukan secara individu dan/atau kelompok harus disamarkan.
BAB III
ANALISIS
Dalam prakteknya, lembaga penyiaran mengalami kendala-kendala di lapangan. Diantaranya seperti, kameraman dan reporter bekerja dikendalikan oleh produser tetapi mereka tidak bekerja dalam kesepahaman isi siaran. Kameraman bekerja sendiri mengambil gambar secara langsung (fakta yang terjadi di tempat peristiwa). Sedangkan reporter tidak bisa melihat secara jelas gambar yang diambil oleh kameraman. Sehingga narasi dan gambar yang disajikan stasiun televisi tidak cocok satu sama lain.
Itulah yang disebut dengan resiko berita siaran langsung. Tidak dapat di edit karena tidak sempat dan dikejar oleh tuntutan waktu yg harus cepat tayang. Hal ini dikatakan oleh Retno Santi, perwakilan dari Metro TV, pada Suara Pembaruan (5 Mei 2010).
Situasi semacam kasus di Tanjung Priok, Jakarta Utara, ini menjadi perhatian semua pihak. Dan publik mempertanyakan dimana peran KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) saat itu. Kewenangan KPI sebagai regulator penyiaran tetap bisa berlangsung. Namun, sayangnya KPI tidak bisa menegur stasiun-stasiun televisi yang menayangkan aksi kekerasan dalam kasus tersebut. Mengapa? Karena status KPI yang missioner alias ‘kosong’. Maksudnya adalah anggota-anggota KPI habis masa jabatan per tanggal 31 Maret 2010 sehingga pelanggaran-pelanggaran yang ada tidak dapat dip rotes oleh KPI. Tetapi idealnya, tidak boleh ada kekosongan penegak regulasi. Hal ini supaya tayangan-tayangan televisi dapat dikendalikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sebagai solusi lainnya, publik dapat melakukan pengaduan tersebut ke dewan pers karena pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh stasiun televisi menyangkut tentang kode etik jurnalistik.
Lembaga penyiaran harus mendidik para reporter, kameraman dan produser, untuk mempelajari dan melaksanakan kode etik jurnalistik sebenar-benarnya. Hal ini ditujukan untuk melindungi kepentingan publik dalam menerima informasi-informasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar