Ketika mendengar nama mata kuliah etika, regulasi, dan kebijakan media; yang terbayang di pikiran saya adalah kuliah tentang teori moral dan etika serta hapalan tantang hukum di Indonesia yang mengatur dunia penyiaran. Membosankan dan kering. Bayangan saya tersebut ternyata tidak sepenuhnya benar.
Pada pertemuan pertama, dosen kami, Bimo Nugroho, telah menerapkan metode tenpat duduk yang tidak lazim. Jika pada kuliah lain, mahasiswa pada umumnya duduk menghadap papan tulis dan dosen, pada mata kuliah ini kami duduk melingkar dengan dosen. Mas Bimo, begitu dosen kami biasa disapa, juga tidak melulu menjelaskan dari materi power point, tapi mengajak kami berdiskusi.
Dalam tiap pertemuan, mahasiswa selalu diajak untuk peka melihat kenyataan dalam dunia penyiaran Indonesia. Contohnya masalah yang dibahas adalah penayangan sinetron yang tidak mendidik, komedi mesum, film bioskop horror mesum, gambar mayat teroris yang frontal, dan sebaginya. Selama ini tayangan-tayangan tidak sehat tersebut bercokol dalam saluran televise dan bioskop kita, tapi saya merasa hanya menganggapnya sebagai angina lalu. Jika ada tayangan yang menurut saya melanggar nilai etika dan moral, saya hanya berkomentar pedas di rumah; tidak kritis dan tidak melihat ada apa di balik penayangan itu semua.
Dengan mata kuliah ini, saya merasa bisa lebih melihat suatu masalah di balik penayangan program atau film dengan lebih krits. Harapannya ke depan, jika kelak saya bekerja di instansi media, tanyang yang saya buat bisa mendidik dan bernilai positif, tidak hanya memenuhi selera pasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar