Sejuta Kejutan di Mata kuliah Etika, Regulasi, dan Kebijakan Media
Semester 6 ini kami jurusan Ilmu Komunikasi tahun 2007 dan angkatan pertama dari UMN mendapat mata kuliah etika, regulasi, & kebijakan media. Awalnya sesuai jadwal, mata kuliah ini ada pada hari Jumat. Namun, entah mengapa tiba-tiba ada pengumuman jika mata kuliah ini diganti menjadi hari Kamis dan untuk seterusnya.
Seperti biasa kami duduk di kelas sambil menunggu dosen. Tiba-tiba datang sesosok pria yang menggunakan baju batik dan celana jeans. Rupanya dia dosen mata kuliah ini. Namanya Pak Bimo, dia meminta kami duduk melingkar. Jujur awalnya kami terkejut. Karena kami tidak pernah kuliah dengan duduk melingkar dan saling berhadapan. Duduk seperti ini ada suka dan dukanya. Sukanya kami belajar duduk melingkar adalah suasana menjadi lebih akrab apalagi saat sedang diskusi. Dukanya dosen bisa melihat gerak gerik kami sehingga tidak bisa melakukan aktivitas lain seperti memainkan telepon genggam, membaca buku, dll.
Pak Bimo mulai memperkenalkan dirinya. Dia adalah Orang KPI dan baru pertama kali ini mengajar. Dia menganggap bahwa antara dosen dan mahasiswa tidak ada jenjang. Oleh karena ini dia meminta kami untuk memanggil “ Mas Bimo”. Untuk mengingat mahasiswa berjumlah 23 anak tidaklah mudah. Untuk itu Pak Bimo menyuruh Retti untuk mengumpulkan foto dan nama kami lalu dijadikan kliping. Menurut saya cara ini sangat unik dan cukup efektif dengan begitu dosen bisa cepat menghafal nama mahasiswanya. Serta jika dosen ingin bertanya bisa langsung menyebut nama yang ada di kliping tersebut.
Minggu-minggu selanjutnya kelas Etika dan Regulasi Penyiaran dipenuhi oleh tanya jawab mengenai presentasi yang dilakukan oleh Pak Bimo. Saat itu seingat saya, Pak Bimo mulai membahas mengenai kasus yang sedang hangatnya dibicarakan di masyarakat. Seperti kasus mengenai Bank Century dan kasus mengenai tayangan foto jenazah teroris Dulmatin yang ditayangkan di TV. Banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh media massa siar seperti televisi. Pelanggaran-pelanggaran tersebut pada akhirnya akan ditindaklanjuti oleh KPI (Komisi Penyiaran Indoensia), tempat kerja Pak Bimo.
Saya ingat juga kata Pak Bimo, jika Inul melakukan goyangan sah-sah saja jika kameramen menggambil gambarnya. Yang tidak diperbolehkan adalah kameramen menggambil Close up bagian pantat Inul saat sedang goyang ngebornya. Sehingga layar TV penuh dengan pantat Inul, itu jelas sekali tidak diperbolehkan. Seterusnya kami lebih banyak belajar dan diskusi , jarang sekali kami belajar dan berpatokan pada buku.
Selanjutnya, sebelum kami UTS kami mempelajari P3 dan SPS, kami membahas mengenai peraturan yang mengatur mengenai tayangan yang akan ditayangkan maupun tayangan yang telah tayang. Kami mempelajari mengenai Peran Pers, Kode etik jurnalistik, Peran KPI, dll.
Seperti biasa menjelang Ujian Tengah Semester kami menanyakan kisi-kisi kepada Pak Bimo., Lagi- lagi kami dibuat terkejut olehnya. Karena soal dari ujian itu kami yang membuat. Ini baru pertama kali dalam sejarah selama kami kuliah di UMN. Akhirnya, kami tiap mahasiswa diwajibkan membuat satu soal dari materi yang sudah didiskusikan selama ini. Kemudian dipilih 10 soal dan akan dijadikan sebagai soal di UTS. Wow, ternyata membuat soal lebih sulit daripada menjawabnya. Itulah kesan kami saat diminta untuk membuat soal.
Akhirnya hari ujian tiba, kami membawa begitu banyak buku-buku karena ujiannya Open book. Ada kejadian lucu disini, saat 5 menit menjelang ujian dimulai Pak Bimo datang menghampiri kami dibawah tangga yang sedang duduk-duduk sambil belajar. Pak Bimo membawa soal yang masih disegel. Kami hanya iseng-iseng menyuruh Pak Bimo membuka dan melihat soalnya. Kami hanya bercanda, tetapi ternyata Pak Bimo menganggap serius. Didepan kami, Pak Bimo membuka dan membaca soal ujian padahal kami belum ada di ruang ujian.
Ternyata iseng-iseng kami ada gunanya juga. Setelah dibaca ternyata soalnya salah. Itu bukan soal UTS Etika , Regulasi, dan Kebijakan Media. Lagi-lagi kami terkejut Saya tidak tahu kejadian ini yang pertama kali terjadi di UMN atau tidak. Akhirnya Pak Bimo mengurus kebagian BAAK. Setelah waktu terbuang selama setengah jam kami sudah siap-siap dengan buku dan alat tulis serta duduk rapi sesuai no ujian.
Setelah soal dibagikan, kami lagi –lagi dan untuk kesekian kalinya terkejut. Karena Pak Bimo mengatakan bahwa ujiannya boleh diskusi dan boleh mengerjakan di Perpustakaan. Kejadian ini juga pertama kali kami alami semenjak ujian di UMN. Karena sebelumya tidak ada perbincangan boleh melakukan diskusi. Kami hanya mengetahui bahwa ujian ini open book. Kami diwajibkan mengerjakan 3 soal dan 2 soal yang tidak wajib.
Setelah sempat menjadi perbincangan di kelas kami langsung bergegas mengerjakan karena waktu hanya 2 jam. Soal yang ada rata-rata analisis. Menurut saya soal seperti ini merupakan soal yang tepat bagi mahasiswa. Karena tidak ada hapalan dan tidak ada jawaban benar atau salah. Jika analisis atau argument kita benar maka bisa mendapatkan poin. Cara seperti ini saya rasa juga efektif karena mahasiwa tidak perlu mengahafal. Biasanya mahasiswa yang belajar dengan menghafal apalagi dengan sistem kebut semalam akan cepat lupa.
Meski kami diperbolehkan melihat buku dan berdiskusi , akan tetapi jawaban kami tidak boleh sama. Jika ada yang sama maka nilainya 0. Bahkan kami tidak diperbolehkan mengutip buku secara keseluruhan . Jawaban kami harus benar-benar murni dengan menggunakan kata-kata sendiri. Menurut saya metode ini sangat tepat, meski kami boleh diskusi tetapi jawaban kami tidak boleh ada yang sama. Kami akhirnya mengerjakan juga sendiri-sendiri.
Saat sedang asik mengerjakan soal ujian, tiba-tiba bagian BAAK masuk. Dia terkejut melihat kami yang ujian dikelas hanya 6 orang karena yang lain berada di perpustakaan. Baginya ini suatu keanehan apalagi saat itu yang 6 orang duduk secara melingkar. Dia pun bertanya pada Pak Bimo, apakah ini ujian lalu boleh open book dan diskusi? Pak Bimo menjawab ya.
Sesaat kemudian bagian BAAK tersebut membawa temannya yang juga BAAK menghampiri Pak Bimo. Dari gerak-gerik mereka melihat kami rasanya ujian seperti ini dirasa sangat aneh. Ternyata yang dipermasalahkan adalah soal yang dilihat bagian BAAK jika ujian itu harusnya close book bukan Open Book. Namun, setelah mendapat penjelasan dari Pak Bimo bahwa soalnya yang salah. Soal yang seharusnya adalah memang open book.
Sepertinya mata kuliah lain boleh mencontoh metode pengajaran yang diterapkan oleh Pak Bimo. Siapa bilang yang namanya belajar itu harus duduk, mencatat, dan mendengarkan presentasi dosen. Siapa bilang yang namanya ujian harus menghafal teori-teori yang ada di buku. Yang ada setiap kali ujian, mahasiswa semakin tertekan. Pak Bimo yang pertama kali membuat kami merasakan ujian begitu menyenangkan. Banyak kejutan-kejutan yang saya alami mulai dari awal pembelajaran hingga Ujian Tengah Semester. Saya harapkan suasana ini terus dipertahankan hingga Ujian Akhir Semester nanti.
Merasa kagum dengan sosok Pak Bimo. Meski dia baru mengajar pertama kali namun metode pengajarannya sangat pas bagi Mahasiswa khususnya Mahasiswa Ilmu Komunikasi tahun 2007. Jika begini belajar etika menjadi sesuatu hal yang tidak membosankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar