tag:blogger.com,1999:blog-89892606929607149222024-03-07T23:57:00.224-08:00Belajar EtikaBelajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.comBlogger41125tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-106148982733463642010-06-24T23:52:00.000-07:002010-06-25T00:38:20.908-07:00Analisis : Tayangkan LIVE Sidang Asusila Antasari, TV One Ditegur KPI *Claudy Isabella*** ABSTRAKSI ** <br /><br />Tanggal 8 Oktober 2009 lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menggelar sidang kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, dengan terdakawa Antasari Azhar. Dalam sidang yang terbuka untuk umum tersebut, Jaksa Penuntut Umum Cirus Sinaga, membacakan dakwaan setebal tujuh halaman, yang berisi kronologis pertemuan Antasari dengan Rani Juliani di kamar 803 Hotel Grand Mahakam, Jakarta. JPU menceritakan, pembunuhan Dirut PT Putra Rajawali Banjaran tersebut berawal dari pertemuan Rani dengan Antasari utnuk membicarakan keanggotaan Antasari di modern Golf Tangerang.<br /><br /><br />Sidang yang berisi pembacaan dakwaan jaksa itu membeberkan secara mendatail dan vulgar hubungan intim Antahari dengan Rani. Pemaparan dakwaan yang vulgar itu tak hanya membuat terpengaruh para hadirin diruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tetapi juga membuat banyak kalangan terutama para orang tua, yang bersama anak dibawah umur menyaksikan lewat layar kaca. Pasalnya, sidang terbuka itu disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi, salah satunya adalah TV One. Pemaparan dakwaan yang vulgar dan berbau pornografi dalam sidang terbuka dinilai tak etis secara prinsip moralitas hukum.<br /><br /> <br />TV One melalui program acaranya, Breaking News, menyiarkan pembacaan Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Jakarta Selatan mulai pukul 09.45 WIB (19/01/2010). Sempat membuat “heboh”, akhirnya KPI Pusat dan Dewan Pers sepakat menyatakan bahwa TV One telah melakukan pelanggaran beberapa pasal yang berkaitan dengan penyiaran, pers, standa rprogram siaran (SPS), dan kode etik jurnalistik.<br /> <br /> <br />Program "Breaking News" dinyatakan telah melanggar Pasal 36 ayat (3) dan (5b) UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Pasal 13 ayat (1), Pasal 16 ayat 1 dan Pasal 17 (j) SPS KPI tahun 2009, serta Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers. Menurut KPI, sekalipun pembacaan tuntutan dibuka untuk umum, namun jika di dalamnya terdapat unsur dugaan perbuatan mesum dan vulgar, maka siaran yang menyiarkan hal tersebut secara berulang-ulang, tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Sebab telah mengabaikan perlindungan terhadap hak dan kepentingan anak-anak dan remaja. <br /><br />----------------------------------------------------------------------------------<br /><br />** LANDASAN TEORI ** <br /><br /><br />UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran <br /><br />* Pasal 36 ayat (3)<br />Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.<br /> <br />* Pasal 36 ayat (5)<br />Isi siaran dilarang:<br />a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;<br />b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau<br />c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antar golongan.<br /><br /><br /><br /><br />UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers<br /><br />* Pasal 5 ayat (1)<br /> Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.<br /><br /><br /><br /><br />Standar Program Siaran KPI Tahun 2009<br /><br />* Pasal 13 ayat (1)<br />Program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak, remaja, dan perempuan.<br /><br />* Pasal 16 ayat (1)<br />Program siaran wajib memiliki batasan terhadap adegan seksual, sesuai dengan penggolongan program siaran.<br /><br />* Pasal 17 j<br />Percakapan atau adegan yang menggambarkan rangkaian aktivitas ke arah hubungan seks dan/atau persenggamaan.<br /><br /><br /><br /><br />Kode Etik Jurnalistik<br />* Pasal 4<br />Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.<br /><br />* Penafsiran :<br />a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.<br />b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.<br />c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.<br />d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.<br />e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.<br /><br />----------------------------------------------------------------------------------<br /><br /><br />** ANALISIS **<br /><br />Berawal dari pembacaaan dakwaan JPU, yang menceritkan pertemuan Rani dengan Antasari untuk membicarakan keanggotaan Antasari di Modern Golf Tanggerang. Menjelang pulang, terdakwa memberi Rani uang 300 dollar AS. Antasari lalu memeluk Rani dan mengajak bersetubuh. Namun, ajakan ditolak dengan mengatakan, “Lain kali aja Pak,” ucap JPU menirukan Rani dalam pembacaan dakwaan. Tak berhenti sampai di situ, terdakwa lantas mencium pipi kiri dan pipi kanan.<br /><br />Pertemuan itu lalu diceritakan Rani kepada Nasrudin. Merasa mempunyai kepentingan, Nasrudin lantas meminta Rani kembali menemui Antasari. Ia berharap Rani dapat menjadi penghubung dengan Antasari. Hal ini terkait dengan usaha Nasrudin untuk menjadi direktur BUMN. Setelah dihubungi, terdakwa bersedia bertemu di tempat yang sama. Selanjutnya, dengan menggunakan taksi, Rani dan Nasrudin menuju Hotel Grand Mahakam. <br />“Saat akan menuju kamar, korban diminta agar mengaktifkan HP supaya bisa mendengar pembicaraan,” terang JPU.<br /><br />Pada saat Rani masuk, ucap JPU, Antasari sudah berada di dalam kamar dan mempersilakan Rani duduk di sofa. Rani kembali meminta Antasari menjadi anggota Modern Golf, dan juga menanyakan kemungkinan “kerabat”-nya (Nasrudin) menjadi Direktur BUMN. Di sela pembicaraan, Antasari meminta Rani memijat punggungnya. “Pada saat sedang dipijat, terdakwa membalikkan tubuh lalu mencium pipi, bibir, membuka kancing baju dan menurunkan bra sebelah kiri sambil berkata ‘katanya pertemuan selanjutnya kamu mau’,” terang JPU.<br /><br />“Ajakan tersebut kembali ditolak Rani. Karena takut terdengar korban, Rani kemudian mematikan telepon seluler. Meskipun ditolak, terdakwa masih terus menjamah tubuh Rani Juliani dan meminta Rani memegang alat kelamin Antasari hingga mengeluarkan sperma. Sebelum pulang, Antasari memberikan uang sebesar 500 dollar AS,” ujar JPU.<br /><br /><br />Yang menjadi masalah disini adalah TV One menayangkan secara langsung pembacaan tersebut, yang notabene adalah sidang yang terbuka untuk umum. Sidang-sidang di pengadilan yang bersifat terbuka untuk umum, biasanya berhubungan dengan kepentingan publik. Yang bersifat tertutup misalnya menyangkut sidang anak-anak, keluarga atau perbuatan asusila. Kategori yang kedua inilah yang memang tertutup untuk disiarkan langsung. <br /><br />Lalu dimana letak kesalahan lembaga penyiaran (TV One) dalam kasus tayangan langsung/LIVE sidang Antasari Azhar? Jawabannya adalah kesalahan prosedur lapangan.<br /><br />Prosedurnya, dalam waktu empat detik setelah on air, produser siaran di lapangan langsung bisa melakukan sensor jika ada materi siaran langsung yang diduga melanggar kode etik. Jika menyangkut bahasa audio, maka produser acara LIVE, menghapus sehingga tidak keluar suara. Yang terlihat hanya gerak bibir orang. Hal seperti ini, biasa dilakukan beberapa lembaga siaran luar negeri seperti CNN. Barangkali itulah kesalahan TV One yang tidak melakukan mekanisme itu. Hal tersebut, menyadarkan lembaga penyiaran, betapa pentingnya melakukan mekanisme swasensor. Terutama acara yang disiarkan secara LIVE, yang materinya diduga akan membentur masalah etika. Di sinilah pentingnya peran ombudsman atau majelis etik pada setiap lembaga siaran. Seharusnya mereka lah yang aktif memeriksa siaran-siaran yang menimbulkan reaksi publik. Jika memang ada siaran yang melanggar etika penyiaran, ombudsman harus segera menyiarkan kesalahan tersebut dan meminta maaf kepada publik. Meminta maaf tidak akan meruntuskan kredibilitas lembaga penyiaran. <br /><br />Media siaran juga sebenarnya punya organisasi, yaitu ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia). Mereka juga telah memiliki Kode Perilaku sendiri. Semestinya majelis etik ATVSI bersikap aktif dalam kasus penayangan langsung sidang Antasari Azhar tersebut. Jika memang ditemukan pelanggaran dari TV One, mereka dapat membuat surat teguran, yang juga diumumkan ke publik. Jika mekanisme swasensor bisa dilakukan lembaga siaran sendiri, dan peran majelis etik ATVSI berjalan, maka lembaga siaran tak lagi membutuhkan teguran dari KPI atau Dewan Pers. Memang, alangkah indahnya jika setiap institusi mau mematut diri di depan kaca. Jika perlu dilakukan setiap hari. Tapi bukan untuk menjadi semakin narsis. Melainkan untuk mengenali “bintik noda” yang ada. Sekecil apapun “bintik noda” itu, harus segera dihapus agar memperoleh kepercayaan publik. Tapi jika media siaran tak mau juga berkaca diri, maka jangan salahkan jika ada institusi seperti KPI yang setiap saat akan menyemprit mereka. Untung jika sempritan KPI masih berupa “kartu kuning”, bukan “kartu merah”. Tentu kita tidak mengharapkan jika sempritan itu dibunyikan ramai-ramai dari publik! <br /><br />Jika itu yang terjadi, di sinilah kredibilitas media penyiaran menjadi taruhannya.Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-25005860912806443562010-06-15T06:05:00.001-07:002010-06-15T06:05:49.882-07:00Regulasi Media Menjawab Tantangan New MediaRegulasi Media Menjawab Tantangan New Media<br /><br />“People are afraid of and resist new media.”(Wartella & Reeves 1983) <br />Kira-kira itulah yang dipikirkan sebagian orang ketika mendengar new media. Di mana sebagian orang mungkin akan takut akan keberadaan media baru sementara sisanya akan bertahan. New media sendiri lahir dari istilah”konvergensi”. <br />Konvergensi diartikan sebagai cara menyajikan konten berita melalui platform media yang beragam dalam satu kesatuan (usaha) maupun komando (cara kerja di News Room), menghadirkan konten yang beragam kepada khalayak yang beragam pula sesuai minat dan media yang digunakan (elektronik, online, mobile). <br />Maka tidak mengherankan jika saat ini komputer dapat difungsikan sebagai pesawat televisi, atau telepon genggam dapat menerima suara, tulisan, data maupun gambar tiga dimensi (3G). Dalam dunia penyiaran, digitalisasi memungkinkan siaran televisi memiliki layanan program seperti layaknya internet. Cukup dengan satu perangkat, seseorang sudah dapat mengakses surat kabar, menikmati hiburan televisi, mendengar radio, mencari informasi sesuai selera, dan bahkan menelpon sekalipun.<br />Konvergensi sendiri dianggap jalan keluar jika kita bicara media print, media elektronik, maupun media online. Orang menganggap dengan mengkonvergensi beberapa bentuk media, maka tugas mereka dalam menciptakan media baru bisa dinyatakan selesai.<br />Menurut Preston, 2001, Berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi (information and communication technology / ICT) selama dekade terakhir membawa tren baru di dunia industri komunikasi yakni hadirnya beragam media yang menggabungkan teknologi komunikasi baru dan teknologi komunikasi massa tradisional. Pada dataran praktis maupun teoritis, fenomena yang sering disebut sebagai konvergensi media ini memunculkan beberapa konsekuensi penting. Di ranah praktis, konvergensi media bukan saja memperkaya informasi yang disajikan, melainkan juga memberi pilihan kepada khalayak untuk memilih informasi yang sesuai dengan selera mereka. Tidak kalah serius, konvergensi media memberikan kesempatan baru yang radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi dan pemrosesan seluruh bentuk informasi baik yang bersifat visual, audio, data dan sebagainya.<br /><br />Keuntungan dan Konsekuensi<br />Dalam konteks besar, sebenarnya konvergensi media bukan hanya mempengaruhi pertumbuhan teknologi yang makin cepat, tetapi juga mengubah hubungan anatar industri, pasar, gaya hidup, dan konsumsi yang apabila ditarik garis panjangnya maka akan mengarah pada bidang ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan. <br />Sekarang makin terasa sedikit banyak terdapat penurunan yang signifikan terhadap pelanggan media print. Sejumlah ahli memprediksi media tradisional(media print) hanya dapat bertahan kurang dari 50 tahun lagi. Hal ini disebabkan masyarakat akan meninggalkana media tradisional(media print) dan beralih pada new media(media online). <br />Secara tidak sadar konvergensi media memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memperluas pilihan akses media sesuai dengan selera mereka. Namun dari sisi ekonomia, media konvergensi memberikan peluang profesi baru di industeri komunikasi. Konvergensi media menyediakan kesempatan baru yang radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi dan pemrosesan seluruh bentuk informasi secara visual, audio, data dan sebagainya (Preston, 2001: 27). <br />Pendidikan pun ditilik menjadi suatu hal dasar yang dibutuhkan seseorang untuk berkembang dalam industeri ini. Sumber daya yang berkemampuan tinggi dibutuhkan untuk bekerja dalam new media. Pendidikan yang berujung pada kurikulum yang merangkum berbagai aspek ICT.<br />Namun di sisi lain, perlu diakui new media menjadi sesuatu yang mampu menarik perhatian masyarakat. Karena masyarakat hanya tinggal mencari informasi yang diinginkan dengan bantuan internet, seketika itu pula informasi muncul.. <br />Sisi positif yang diperoleh khalayak memang bisa terlihat jelas, namun kekurangannya juga tidak kalah mendebarkan, dalam media online kekurangan yang terlihat ialah wartawan juga harus mengupayakan meng update berita-berita di lapangan dan memangkas tugas editor yang berfungsi untuk menyaring berita-berita yang masuk. Keberadaan konvergensi media menjadikan sebuah kompetisi baru muncul sehingga keakuratan berita menjadi bias. <br />Berbeda dengan media konvensional yang lebih ruwet. Pada dasarnya konvergensi media yang hadir menciptakan jurang yang besar antara media lama dengan media baru. Media lama cenderung menampilkan informasi secara general bagi masyarakat, namun dengan kehadiran konvergensi media dalam bentuk media online tiap orang tak perlu menyerap semua inforamsi yang ditawarkan mereka tinggal memilih informasi apa yang mereka butuhkan. Namun, dengan berkurangnya penyaringan berita meningkatkan resiko bias nya keakuratan informasi bagi para khalayak selaku pengguna new media akibat konvergensi media. Di mana kepentingan-kepentingan tertentu mungkin memainkan peran dari informasi yang ditawarkan lepas dari pengawasan editor. <br /><br />Regulasi Konvergensi<br />Disinilah regulasi berperan untuk menjaga kepentingan masyarakat dari kepentingan-kepentingan tertentu. Tujuannya yaitu untuk meminimalisir masyarakat yang memiliki potensi besar untuk menjadi korban konvergensi media, khususnya generasi muda yang dianggap memiliki akses terhadap media konvergen dan rancunya batasan seberapa jauh isi media konvergen dianggap melanggar norma yang berlaku..<br />Namun, yang menarik ialah bahwa teknologi selalu mendahului regulasi. Bagaimana caranya mengontrol semua ini? Yang dianggap paling berwenang ialah negar akarena negara dianggap penyeimabng antara pasar dan masyarakat. Di sisi lain negara mempunyai wewenang untuk menjaga efektifnya sebuah regulasi.<br />Secara ideal hubungan antara negara, pasar, dan masyarakat seharusnya berjalan seimbang. Jangan sampai salah satu pihak mendominasi dan masyarakat hanya bisa menerima informasi apa yang diberikan media.<br />Andrea Laksmi/ 0710110029Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-67034534469088236292010-05-26T18:20:00.000-07:002010-05-26T18:21:22.310-07:00Media Cetak MatiDulu ketika kita ingin menonton berita kita harus melihatnya di televisi. Jika ingin membaca berita kita menggunakan koran, majalah, tabloid, dan sebagainya. Tetapi saat ini, hanya dengan menggunakan satu media kita dapat menikmati berita dalam bentuk audio dan visual. Portal berita di internet pada saat ini sudah menyediakan layanan berita audio dan visual. Inilah yang disebut konvergensi media, ketika berbagai macam jenis media terhubung dalam satu wujud media, tepatnya media internet. <br /><br />Saat ini, di Indonesia sedang marak membahas mengenai konvergensi media. Bahkan pemerintah akan membuat undang-undang terkait konvergensi ini dengan harapan akan menghindari tumpang tindih undang-undang yang terkait masalah informatika, yaitu UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.<br /><br />Harapan pemerintah untuk dapat mengatuk aliran informasi berada di undang-undang terkait konvergensi ini karena dalam tahun-tahun ke depan perkembangan teknologi informasi akan sangat pesat. Ditakutkan tanpa adanya undang-undang ini, kericuhan akan terjadi.<br /><br />Masyarakat menyambut bahagia adanya konvergensi ini. Hal ini memungkinkan mereka menikmati berita dengan lebih mudah, cepat, dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Bahkan dengan optimis sebagian besar masyarakat berpendapat, di industri media, selain media online, yang lainnya akan mati, terutama media cetak. <br /><br />Penulis kurang setuju dengan pendapat ini. Belum tentu 100 persen media cetak akan mati. Memang banyak media cetak besar yang bangkrut karena jumlah oplah yang menurun dengan drastis. Media cetak yang ada sekarang pun sudah membangun kerajaan media internet. Tetapi penulis yakin media cetak akan tetap bertahan, di tengah-tengah serangan konvergensi ini. Ada dua hal yang melatarbelakangi alasan ini. Demikian penjelasan singkat penulis terkait hal ini.<br /><br />Pertama adalah karena masih banyak juga pihak-pihak yang senang membaca dalam bentuk fisik. Ada sensasi yang berbeda ketika membaca dalam bentuk fisik dan digital. Membaca digital kita membutuhkan telepon genggam atau laptop atau komputer. Telepon genggam memang bisa dibawa ke mana-mana, praktis pula karena bentuknya yang kecil. Tetapi bentuknya yang kecil juga menjadi penghambat. Akan sangat tidak nyaman untuk membaca tulisan yang serius dengan huruf yang kecil, terutama jika tulisannya panjang. Berita online saat ini cenderung pendek supaya pembaca tidak terganggu masalah ini, tetapi berita yang ada tidak memiliki kedalaman seperti yang dimiliki oleh media cetak, terutama majalah. Jika ingin mendalam, maka harus lebih panjang tulisannya sehingga akan kembali ke masalah yang telah dijelaskan.<br /><br />Jika menggunakan laptop atau komputer masalah yang akan dihadapi berbeda. Ketika kita membaca media cetak, kita bisa membaca dalam posisi apapum. Tengkurap, telentang, jongkok, loncat-loncat, semuanya bisa. Bagaimana dengan komputer? Kita harus dengan setia duduk manis di depan layar. Komputer tidak dapat dipindah ke mana-mana. Dengan laptop memang lebih fleksibel, tetapi tetap saja dinamis gerakan kita akan terganggu. Laptop yang seberat 1 Kg saja sudah dibilang ringan, bandingkan dengan media cetak yang beratnya hanya beberapa gram. Selain itu, laptop juga terkena masalah di lamanya dia dapat beroperasi. Daya tahan sebuah laptop memiliki batas, empat jam sudah dikatakan memiliki daya tahan yang tinggi. Jika baterai sudah habis laptop tak lagi dapat digunakan. Jika laptop di charge, masalah yang dialami pengguna akan sama, yaitu kurangnya kedinamisan dalam bergerak<br /><br />Kedua adalah faktor pembuktian sejarah. Ketika media radio datang, media cetak diisukan mati. Ketika media tv datang, media cetak diisukan mati. Tetapi sejarah membuktikan media cetak tetap dapat bertahan hidup di tengah serangan-serangan tersebut. Tidak tertutup kemungkinan media cetak juga akan tetap bertahan hidup si tengah serangan konvergensi ini ketika dia masih memiliki pengganggum.<br /><br />Selain kedua pendapat yang lebih ke arah logika, penulis juga memiliki pendapat pribadi. Bagi penulis, media cetak tidak akan mati karena masih banyak pihak-pihak yang menyukai membaca informasi dan berita yang dituangkan dalam bentuk media cetak. Salah satunya adalah penulis sendiri.<br /><br />Steffi IndrajanaBelajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-57219153617384177242010-05-26T18:18:00.000-07:002010-05-26T18:22:45.889-07:00New Media, Media Convergence, dan Kesiapan IndonesiaWaktu berjalan begitu cepat. Tidak terasa banyak hal telah berubah atau hadir dalam wujud yang baru. Salah satuny mengenai media. Lebih tepatnya, mengenai media massa.<br />Pesatnya perkembangan teknologi dalam beberapa dekade terkahir tak ayal membawa banyak dampak ke berbagai sektor. Salah satunya di sektor media di mana perkembangan teknologi ini menghadirkan apa yang disebut sebagai new media. Dan, new media itu sendiri pada ujungnya juga akan mengarah kepada perubahan besar yang disebut sebagai konvergensi media.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">New Media</span><br />Apakah New Media itu? Pertanyaan tersebut kerap dilontarkan ketika kita berduksi mengenai apa new media itu dan apa saja contohnya.<br /><br />Sesuai namanya mengandung kata new, new media membawa konsep newness dalam pengertiannya. Sederhannya, new media adalah medium yang mampu menghadirkan teknik dan tata cara baru dalam penyampaian dan pertukaran pesan. <br /><br />DVD dan VCD tergolong new media pada zamannya, namun pada saat ini, mereka sudah tidak relevan lagi disebut new media karena sudah tidak mempunyai unsur newness. New media sekarang mengacu pada hubungan antara medium-medium tradisional dengan media internet. Sebagai contoh adalah bagaimana situs-situs internet mampu menampilkan fitur-fitur televisi, radio, dan media cetak ke dalam situsnya.<br /><br />Menjelaskan lebih lanjut mengenai konsep new media, Leah A. Lievrouw and Sonia Livingstone dalam bukunya yang berjudul Handbook of New Media berkata bahwa untuk bisa disebut sebagai new media, sebuah medium harus memiliki 4C dan tiga elemen dasar. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:<br /><br />A. 4C<br />• Computing and Information Technology: Untuk bisa disebut New Media, sebuah medium (media massa) setidaknya harus memiliki unusr information, communication, dan Technology di dalam tubuhnya. Tidak bisa hanya salah satunya saja.<br />Contoh: Internet<br /><br />• Communication Network: Sebuah New Media harus memiliki kemampuan untuk membentuk sebuah jaringan komunikasi antar penggunannya.<br />Contoh: Forum diskusi di situs internet.<br /><br />• Digitised Media and Content: Yang tergolong relevan untuk disebut sebagai new media saat ini adalah apabila media massa tersebut mampu menyajikan sebuah medium dan konten yang sifatnya digital.<br />Contoh: E-paper, Youtube.<br /><br />• Convergence: New media harus mampu berintegrasi dengan media-media lain (baik tradisional maupun modern) karena inti dari konvergensi adalah integrasi antara media yang satu dengan media yang lain <br />Contoh: Situs Internet yang mampu menampilkan siaran TV dan Radio.<br /><br />B. Tiga Elemen Dasar New Media.<br />• Piranti atau medium yang memudahkan, mengefektifkan, mengefisiensikan, dan memperluas komunikasi antar penggunannya<br /><br />• Membentuk aktivitas komunikasi yang melibatkan penggunaan medium atau piranti (new media) dalam prosesnya.<br /><br />• Membentuk sebuah jaringan komunikasi (organisasi) yang melibatkan penggunaan medium atau piranti (new media) dalam prosesnya.<br /><br />Selain 4C dan tiga elemen dasar di atas, Terry Flew dalam bukunya yang berjudul An Introduction to New Media juga menjelaskan bahwa cukuplah relevan apabila saat ini kita menyamakan New Media dengan Digital Media. Hal ini disebabkan karena unsur New Media pada dasarnya sama dengan Digital Media yaitu:<br /><br />• Meliputi berbagai wujud konten media yang mengintegrasikan data, text, audio, dan visual.<br /><br />• Berada dalam wujud digital, bukan manual.<br /><br />• Konten didistribusikan melalui sebuah jaringan komunikasi yang terstruktur seperti jaringan broadband fibre optic, satelit, dan gelombang microwave<br /><br />• Memiliki konten atau informasi yang bisa diubah dan dimanipulasi sesuai kebutuhan, situasi, dan kondisi.<br /><br />• Memiliki konten yang bisa disebarkan atau dipertukarkan kepada khalayak secara bersamaan.<br /><br />• Memiliki konten yang bisa disimpan dengan mudah meski dalam media penyimpanan berkapasitas kecil sekalipun.<br /><br />• Memiliki konten yang ukurannya bisa disesuaikan dengan kebutuhan (Compressible) agar tidak terlalu banyak memakai kapasitas media penyimpanan.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Media Convergence </span><br /> <br />Berkembang pesatnya penggunaan new media tak ayal melahirkan apa yang disebut sebagai Convergence Culture.<br /><br />Convergence culture adalah sebuah budaya di mana media-media yang ada sekarang, baik tradisional maupun modern, saling diintegrasikan atau dikombinasikan ke dalam satu wujud media. Sederhannya, konvergensi media memperkaya jenis informasi yang bisa disajikan dan disebarkan kepada khalayak. Sebagai contoh adalah media internet di mana ia bisa mengintegrasikan fungsi media cetak, radio, dan televisi ke dalam satu wujud portal internet. <br /><br />Di ranah praktis, konvergensi media bukan saja memperkaya informasi yang disajikan, melainkan juga memberi pilihan kepada khalayak untuk memilih informasi yang sesuai dengan selera mereka. Tidak kalah serius, konvergensi media memberikan kesempatan baru yang dalam penanganan, penyediaan, distribusi dan pemrosesan seluruh bentuk informasi baik yang bersifat visual, audio, data dan sebagainya (Preston: 2001).<br />Berdasarkan buku An Introduction to New Media, sang penulis, Terry Flew, juga menambagkan bahwa Konvergensi media merupakan hasil dari irisan tiga unsur New Media yaitu Jaringan Komunikasi, Teknologi Informasi, dan Konten Media<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kesiapan Indonesia</span><br /><br />New Media dan Media Convergence jelas merupakan hal yang menarik untuk diwujudkan. Namun, yang menjadi pertanyaan sakarang, siapkah Indonesia apabila kedua hal di atas diaplikasikan di dalam media-medianya?<br /><br />Jika meniliki lebih dalam, saya beranggapan bahwa media Indonesia-indonesia sebenarnya sudah tergolong siap untuk menghadapi apa yang disebut sebagai Convergence Culture di mana New Media dan Konvergensi Media meruapakan unsur essensial di dalamnnya. Kesiapan ini bisa kita lihat mulai dari banyaknya konglemerasi-konglemerasi media Seperti Jakob Oetama (Kompas) ataupun Harry Tanoe Soedibyo (MNC) yang mulai mengembangkan bisnis medianya ke arah New Media (Contoh: Kompas.com dan Okezone.com).<br /><br />Selain sudah adanya kesiapan dari pihak media, piranti-piranti keras yang mendukung konvergensi media juga sudah banyak tersebar di Indonesia seperti Smartphone, Netbook, Notebook, ataupun Console. Bahkan, beberapa dari piranti-piranti di atas sudah bisa didapatkan dengan harga yang relatif murah. Hal ini memungkinkan khalayak(Warga Indonesia) untuk memanfaatkan penuh kelebihan dari New Media ataupun Konvergensi Media.<br /><br />Meskipun sudah ada dukungan dari Pihak Media dan piranti keras, bukan berarti tidak ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan Indonesia dalam menghadapi Convergence Culture. Indonesia masih harus mempersiapkan UU yang sekiranya bisa membatasi penggunaan New Media agar tidak mengarah ke hal yang negatif. Selain itu, infrastruktur jaringan telekomunikasi di Indonesia juga perlu ditingkatkan agar khalayak mampu memanfaatkan kelebihan konvergensi media secara cepat, nyaman, dan maksimal.<br /><br />Sejauh ini, tampaknya Indonesia sudah mulai mempersiapkan untuk diri menghadapi Convergence Culture. Hal ini bisa dilihat dari adanya pembicaraan mengenai undang-undang yang terkait konvergensi untuk menghindari tumpang tindih dengan undang-undang mengenai masalah informatika seperti UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.<br /><br />Istman/07120110008/Ilmu Komunikasi UMN 2007Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-24326553114070006312010-05-26T17:49:00.000-07:002010-05-26T17:51:54.717-07:00Dampak Dari Konvergensi Media<meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 12"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 12"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CUsers%5Clibrary%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><link rel="themeData" href="file:///C:%5CUsers%5Clibrary%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx"><link rel="colorSchemeMapping" href="file:///C:%5CUsers%5Clibrary%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; font-size:10.0pt; mso-ansi-font-size:10.0pt; mso-bidi-font-size:10.0pt; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt; mso-header-margin:35.4pt; mso-footer-margin:35.4pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Saat ini dalam penyampaian informasi baik itu berupa tulisan, video, dan visual kepada khalayak, para pekerja media sudah mulai meramu semua elemen tersebut dalam bentuk digital. Hal tersebut disebut dengan konvergensi media.<span style=""> </span>Tentu daja dengan adanya konvergensi ini akan menimbulkan banyak konsekuensi yang harus dihadapi.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;">Contohnya saja, sudah banyak media yang memindahkan informasi yang ada di koran, majalah, tabloid mereka dalam bentuk online atau disebut dengan nama jurnalisme online. Di sini, </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;" lang="IN">Khalayak pengakses media konvergen alias ”pembaca” tinggal meng-<i>click</i> informasi yang diinginkan di komputer yang sudah dilengkapi dengan aplikasi internet untuk mengetahui informasi yang dikehendaki dan sejenak kemudian informasi itupun muncul. Alhasil, aplikasi teknologi komunikasi terbukti mampu mem-<i>by pass</i> jalur transportasi pengiriman informasi media kepada khalayaknya. </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;" lang="IN">Di sisi lain, jurnalisme online juga memampukan wartawan untuk terus-menerus meng-<i>up date</i> informasi yang mereka tampilkan seiring dengan temuan-temuan baru di lapangan. Dalam konteks ini, konsekuensi</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;">nya</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;" lang="IN"> adalah berkurangnya fungsi editor dari sebuah lembaga pers</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;" lang="IN"> </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;" lang="IN">karena wartawan relatif mempunyai kebebasan untuk segera meng-<i>up load</i> informasi baru tanpa terkendala lagi oleh mekanisme kerja lembaga pers konvensional yang relatif panjang.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;">Selain itu juga, dengan adanya konvergensi media, kemungkinan akan mematikan media cetak pada masa yang akan datang. Hal tersebut dapat saja terjadi saat dimana </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">kebutuhan informasi yang semakin cepat dan</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"> <span style="color: black;">media cetak tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut karena </span>keterbatasan yang dimiliki maka semua khalayak akan berbondong-bondong untuk memilih media digital yang lebih efisensi untuk mendapatkan informasi dengan cepat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Kelebihan dari konvergensi media ti<span style="color: black;">dak hanya cepat dalam penyampaian informasi ke khalayak tapi </span></span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;" lang="IN">seorang khalayak pengakses media konvergen secara langsung</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;"> dapat</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;" lang="IN"> memberikan umpan balik atas pesan-pesan yang disampaikan.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;"> Sedangkan di media cetak yang dimana umpan baliknya tertunda (biasanya kalau di Koran umpan baliknya berupa surat pembaca).</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;"> </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Tentu saja dengan banyaknya khalayak memilih media digital untuk memuaskan kebutuhan informasinya, secara otomatis segala macam bentuk periklanan juga akan beralih ke media digital karena tuntutan dari konsumen tersebut. Dengan begitu media massa cetak pelan-pelan akan ditinggalkan oleh khalayak dan pengiklan bila arus perkembangan teknologi informasi terus berkembang dengan pesat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">RUU Konvergensi<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Seperti kita ketahui sudah banyak pekerja media beralih ke online serta juga sudah banyak khalayak yang mengaksesnya agar tetap di koridor yang semestinya, pemerintah membuat payung hukum yang disebut dengan RUU Konvergensi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">RUU Konvergensi ini isinya tentang informatika, yaitu UU No 36 Tahun 1999 membahas tentang telekomunikasi, UU No 11 Tahun 2008 tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik, UU No 32 Tahun 2002 tentang penyiaran dan UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Keempat UU ini sangat diperlukan, karena dalam tahun-tahun ke depannya perkembangan teknologi informasi sangat pesat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;">Dengan adanya, </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;" lang="IN">konvergensi </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;">media maka akan </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;" lang="IN">mengubah pola-pola hubungan produksi dan konsumsi, yang penggunaannya berdampak serius pada berbagai bidang seperti ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Selma Dianne Ratih<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">07120110031<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;"><span style=""> </span></span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: black;" lang="IN">
<br /><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-43897059903318444352010-05-26T15:22:00.000-07:002010-05-26T15:44:29.083-07:00Online, Dentang Kematian Surat Kabarkah?<div>Grace Natali-07120110023<span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family:georgia;">Belakangan, sering terdengar di telinga kita surat kabar-surat kabar di negeri Paman Sam terpaksa gulung tikar. Bahkan mereka yang tak lagi terbit itu bukan berasal dari kalangan surat kabar yang bisa dipandang sebelah mata. Banyak dari mereka telah berusia lebih dari 100 tahun.</span></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Banyak hal yang melatarbelakanginya. Krisis ekonomi, hilangnya pendapatan dari iklan, serta berkurangnya oplah yang drastis membuat mereka kian merugi. Parahnya, keberadaan media gratis yang beredar beberapa tahun belakangan ini juga turut ambil bagian dalam menggeser keberadaan surat kabar yang tergolong media ‘sepuh’ ini.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Ternyata hal ini tak hanya menimpa koran-koran kecil saja. Koran sekaliber The Seattle Post-Intelligencer yang telah terbit sejak 1863 pun terkena imbasnya. Senin, 16 Maret 2009, mereka menerbitkan edisi terakhir dan resmi mengakhiri sepak terjang mereka di sunia percetakan. Begitu pula halnya dengan The Christian Science Monitor yang berusia 100 tahun dan Rocky Mountain News, koran nomor satu di Colorado yang berusia 150 tahun itu. Namun, apakah mereka mati begitu saja?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Tidak. Nyatanya, mereka hanya berpindah media saja. Dari media cetak ke online. Seperti yang sudah diguratkan di atas, surat kabar berbayar kini kalah saing dengan media-media gratis. Media online termasuk di dalamnya. Media-media online ini menyediakan berita-berita yang tak berbeda dengan yang disediakan oleh surat kabar bahkan lebih cepat dan update. Selain itu, jika orang-orang membaca berita yang ada di media online mereka pun tak dikenai biaya. Hal inilah yang akhirnya membuat banyak orang berpindah media. Media cetak kehilangan pelanggan. Seakan-akan surat kabar telah kehilangan daya tariknya. Mereka seperti tak lagi bertaring.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Lantas, apakah ini dentang kematian bagi surat kabar? Saya pikir jawabannya tidak. Belum tentu. Media cetak memang sepertinya tergeser oleh kecepatan arus perkembangan zaman. Ketidakmampuannya untuk meng-update berita secara cepat menjadi salah satu titik kelemahannya. Biaya produksi yang mahal pun membuatnya harus mengenakan biaya pembelian pada para pelanggan. Namun, pembahasan berita yang mendalam, analisis-analisis berita yang kritis, tak dapat dikalahkan oleh media lain. Orang-orang pasti akan cenderung menilik pada surat kabar jika ingin mengetahui perkembangan suatu kejadian secara mendalam.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Namun demikian, surat kabar pun harus tetap peka dengan perkembangan zaman yang semakin maju seperti ini jika tak mau akhirnya tutup seperti surat kabar di atas. Mereka sebaiknya tidak menganggap media online sebagai pesaing namun justru mengamini mereka sebagai teman dan peluang baru. Media online sebagai inovasi dalam berbisnis. Ya, peluang dengan adanya konvergensi media.</div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"></span><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Konvergensi media atau penyatuan antara media cetak, televisi, radio, dan online menyebabkan masyarakat dapat mengakses informasi dengan sangat lengkap. Informasi tersebut dapat berupa gambar, audio, teks, bahkan video sekalipun. Selain itu, dalam mengakses informasi tersebut masyarakat tak hanya berlaku sebagai pihak yang pasif seperti yang terjadi selama ini. Ketika mengakses informasi, masyarakat dapat langsung meresponi berita yang sedang mereka baca, lihat, dan dengarkan. Media menjadi interaktif dan masyarakat dapat memilih berita yang ingin mereka nikmati.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Media online menjadi primadona dalam hal ini. Dan karenanya banyak media Amerika yang menganggap mereka sebagai perebut pangsa pasar. Walaupun pada akhirnya saat tutup, mereka juga serta merta berpindah ke media online tersebut. Padahal jika sedari awal mereka menjadikan media online sebagai pendukung bagi media surat kabar mereka belum tentu hasilnya demikian.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Media cetak harus sadar dalam perkembangan teknologi yang dahsyat seperti ini kekurangan-kekurangan yang mereka miliki harus disubstitusi dengan kekuatan yang dimiliki teknologi online ini. Sebut saja salah satu koran di Indonesia, Kompas yang tak memandang online sebagai pesaing. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Untuk mencegah nubuatan akan matinya media cetak karena online, Kompas justru membuat unit bisnis baru, Kompas.com, demi mendukung keberadaan Kompas. Dengan Kompas.com, penikmat Kompas dapat membaca berita-berita teranyar yang sedang terjadi. Mereka pun bahkan dapat menikmati berita-berita Kompas cetak. Sedangkan untuk menutupi kekurangannya karena tak bisa meng-update berita, maka dalam setiap beritanya, Kompas cetak memberikan link Kompas.com jika pembaca ingin mengetahui update berita tersebut. Dan sampai saat ini, tebukti kedua media tersebut merupakan media yang terpercaya dan memiliki pemasukan yang terbilang besar. Simbiosis mutualisme yang menguntungkan bukan?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Konvergensi media yang dilakukan oleh Kompas merupakan salah satu contoh yang dapat dilirik oleh media cetak lainnya. Mereka akan tetap dapat bertahan hidup jika menjadikan konvergensi media sebagai sahabat bukan musuh. Mengikuti perkembangan teknologi merupakan salah satu langkah penting untuk menyelamatkan hidup sebuah media konvensional ini.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><i><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Jadi, wahai media cetak, janganlah jauhi media online. Rangkullah ia dan jadikan ia sebagai senjata pamungkas.</i></div>Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-42612386416451629562010-05-05T22:32:00.001-07:002010-05-05T22:33:50.370-07:00Tanjong Priok dan Televisi (Harry 07120110001)Abstract<br />“Kita juga bisa kejam, bisa meledak, ngamuk, membunuh, membakar, khianat, menindas, memeras, menipu, mencuri, korupsi, khianat dengki, hipokrit..”<br />Mochtar Lubis<br />Manusia Indonesia<br />Mungkin saat ini, Mochtar Lubis di atas sana sedang tersenyum miris. Campuran sedih, marah, geram, mungkin mengutuk. Bagaimana tidak, pidatonya 33 tahun lalu mengenai ciri manusia Indonesia, terbukti masih relevan sampai sekarang . Lihat saja peristiwa Tanjung Priok kemarin sore.<br />Manusia yang terkapar bersimbah darah diinjak-injak. Dipukul dengan kayu, besi, dan apapun yang cukup keras untuk menyakiti. Teriakan “bakar!bakar!’ sambil menyeret seseorang yang bersimbah darah. Tangan manusia yang hampir putus disabit benda tajam. Ambulance dihadang mengangkut korban yang sekarat. Disabit dengan golok. Anak-anak tanggung mengacung-acungkan parang. Mobil dibakar. Barang-barang dijarah. Perang batu. Terkadang diiringi oleh chanting kepada Tuhan.<br />Media massa, khususnya televisi harus menyadari besarnya pengaruh mereka. Bias, opini pribadi, dan tidak mengindahkan azas praduga tak bersalah harus dihindari. Dalam kasus ini, setidaknya ada tiga kelemahan televisi-kemungkinan terjadi demi eksklusivitas dan memenangi persaingan-kesalahan informasi mengenai eksekusi makam, penayangan gambar yang tidak pantas, dan pengulangan gambar-gambar yang bisa menimbulkan bias.<br />Televisi menulis bahwa makam akan digusur, sedangkan pihak pemerintah mengatakan hanya akan membongkar gapura dan pendapa, bukan makam. Dan re-chek ke pemerintah dilakukan terlambat-setelah kerusuhan pecah.<br />UU Penyiaran<br />Bagian Isi Penyiaran<br />Isi Siaran <br /><br />Pasal 35 <br /><br />Isi siaran harus sesuai dengan asas, tujuan, fungsi, dan arah siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5. <br /><br /><br />Pasal 36 <br /><br />(1) Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. <br /><br />(2) Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri. <br /><br />(3) Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran. <br /><br />(4) Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu. <br /><br />(5) Isi siaran dilarang : <br /><br />a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; <br /><br />b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau <br /><br />c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan. <br /><br />(6) Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.<br /><br />Analisis<br />Gambar-gambar manusia dinjak-injak, terkapat bersimbah darah, dan teriakan “bunuh!bunuh!” bukan tidak mungkin membuat pihak yang menonton marah, tanpa dengan tepat mengatahui duduk persoalanya menuding salah benar.<br />Tambahkan dengan pengulangan terus menerus gambar-gambar ini, apa yang kita dapat?<br />Puluhan kilometer dari Tanjung Priok, sekelompok orang, mungkin ratusan, menyerbu kantor dan mengancam membakar kantor walikota di Jakarta Pusat, membuat wakil gubernur harus dievakuasi. Bukan tidak mungkin peristiwa anarkis yang sama dilakukan ditempat lain dengan alasan solidaritas.<br />Dengan tayangan yang disiarkan live dan pada pukul 4 sore-jam diaman banyak anak-anak sudah pulang sekolah, serta tidak adanya sensor, jelas tayangan ini melanggar Pasal 36 ayat 3 yang berbunyi:<br />(3) Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran. <br />Dan juga pasal 36 ayat 5b yaitu:<br />(5) Isi siaran dilarang : <br /><br />a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; <br /><br />b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau <br /><br />c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-25777835296764828202010-05-05T19:54:00.000-07:002010-05-05T19:55:20.624-07:00Contoh Pelanggaran Terhadap Kode Etik JurnalistikMaria Goretti – 07120110002<br />Jurnalistik UMN<br /><br />Bab 1<br />Abstraksi<br /><br />Pada awal kemunculannya, media berfungsi mulia, yaitu sebagai alat untuk menyebarkan nilai-nilai keagamaan yang menjadi landasan moral hidup bermasyarakat hingga sekarang. Seiring perkembangan zaman, fungsi lain ditemukan, yaitu sebagai alat untuk menyebarkan informasi. Waktu berlalu dan penyebaran informasi yang tadinya hanya satu arah berkembang menjadi dua arah, konsumen media dapat memberikan feedback. Media lalu tumbuh menjadi industri. Kini, ukuran kesuksesan sebuah media dalam industri adalah kuota iklan, rating dan share.<br />Pada masa inilah, muncul penyimpangan dalam dunia media, dunia jurnalistik. Untuk memperoleh kuota iklan, rating, dan share yang baik, media seringkali melakukan hal yang berlebihan. Hal tersebut bertujuan untuk menarik minat pengiklan dan konsumen media. Sebagai upaya mencegah terjadinya penyimpangan dalam dunia jurnalistik, dibentuklah sebuah Kode Etik Jurnalistik (KEJ). <br />Dalam karya tulis ini, penulis akan menganalisis beberapa kasus yang terjadi dalam dunia pers nasional. Kasus tersebut melibatkan para jurnalis dan perbuatannya yang emlanggar Kode Etik Jurnalistik serta merugikan konsumen media.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Bab 2<br />Landasan Teori<br /><br />Kode Etik Jurnalistik yang berlaku di Indonesia disusun oleh para jurnalis yang bernaung di bawah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers, pada tahun 2006. Pada bab ini, penulis akan mencantumkan beberapa pasal dalam Kode Etik Jurnalistik yang berkaitan dengan analisis kasus pada bab berikutnya.<br /><br />Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.<br /><br />Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.<br /><br />Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:<br /><br />Pasal 1<br />Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.<br /><br />Penafsiran<br />a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.<br />b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.<br />c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.<br />d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.<br /><br />Pasal 2<br />Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.<br /><br />Penafsiran<br />Cara-cara yang profesional adalah:<br />a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;<br />b. menghormati hak privasi;<br />c. tidak menyuap;<br />d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;<br />e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;<br />f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;<br />g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;<br />h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.<br /><br />Pasal 3<br />Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.<br /><br />Penafsiran<br />a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.<br />b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.<br />c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.<br />d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.<br /><br />Pasal 4<br />Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.<br /><br />Penafsiran<br />a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.<br />b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.<br />c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.<br />d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.<br />e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara..<br /><br />Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.<br />Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh<br />organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.<br /><br />Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006<br /><br /><br /><br /><br />Bab 3<br />Analisis Kasus<br /><br />Pada bab ini, penulis akan menjabarkan beberapa pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik yang dilakukan oleh jurnalis di Indonesia.<br /><br />1. Pemberitaan kasus Antasari yang melibatkan wanita bernama Rani oleh TV One<br /><br />Menurut Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Tribuana Said, Selasa, saat diskusi Bedah Kasus Kode Etik Jurnalistik di Gedung Dewan Pers, indikasi pelanggaran tersebut dapat dilihat dari pemberitaan yang kurang berimbang karena hanya menggunakan pernyataan dari pihak kepolisian saja.<br />Selain itu, Tribuana menambahkan, narasumber yang dipakai hanya narasumber sekunder saja, misalnya keluarga Rani dan tetangga Rani, bukan dari narasumber utama.<br /><br />Pasal yang dilanggar oleh divisi berita TV One dalam menyiarkan pemberitaan Antasari – Rani adalah Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Dalam kasus di atas, wartawan TV One hanya menggunakan pernyataan dari pihak kepolisian, tidak menggunakan data dari narasumber utama yaitu Antasari atau Rani.<br /><br />2. Kasus wawancara fiktif terjadi di Surabaya. Seorang wartawan harian di Surabaya menurunkan berita hasil wawancaranya dengan seorang isteri Nurdin M Top. Untuk meyakinkan kepada publiknya, sang wartawan sampai mendeskripsikan bagaimana wawancara itu terjadi. Karena berasal dari sumber yang katanya terpercaya, hasil wawancara tersebut tentu saja menjadi perhatian masyarakat luas. Tetapi, belakangan terungkap, ternyata wawancara tersebut palsu alias fiktif karena tidak pernah dilakukan sama sekali. Isteri Nurdin M Top kala itu sedang sakit tenggorokkan sehingga untuk berbicara saja sulit, apalagi memberikan keterangan panjang lebar seperti laporan wawancara tersebut. Wartawan dari harian ini memang tidak pernah bersua dengan isteri orang yang disangka teroris itu dan tidak pernah ada wawancara sama sekali.<br /><br />Wartawan dalam kasus di atas melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 dan Pasal 4. Pasal 2 bernunyi: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Pasal 4 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Wartawan tersebut tidak menggunakan cara yang professional dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak menyebarkan berita yang faktual dan tidak menggunakan narasumber yang jelas, bahkan narasumber yang digunakan dalah narasumber fiktif. Wawancara dan berita yang dipublikasikannya merupakan kebohongan. Tentu ini merugikan konsumen media. Pembaca mengkonsumsi media untuk memperoleh kebenaran, bukan kebohongan. Kredibilitas harian tempat wartawan tersebut bekerja juga sudah tentu menjadi diragukan.<br /><br />3. Kasus bentrok saptol PP dengan warga memperebutkan makam Mbah Priok belum usai. Banyak hal bisa dilihat dari kasus ini, di antaranya soal bagaimana televisi menyiarkan kasus ini. Saat terjadi bentrok, banyak televisi menyiarkan secara langsung. Adegan berdarah itupun bisa disaksikan dengan telanjang mata tanpa melalui proses editing.<br /><br />Penyiaran langsung gambar korban bentrokan di Koja, Tanjung Priok, merupakan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pasal 4: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.<br /><br />Gambar korban berdarah-darah dikategorikan sebagai berita sadis, dan tidak semua konsumen media dapat menerimanya. Pihak keluarga korban yang kebetulan sedang menonton televise pun bisa menerima dampak psikologis atau traumatis jika melihat kerabatnya mengalami luka yang mengenaskan.<br /><br />4. Selain kasus bentrokan di Koja, pemberitaan lain yang memuat gambar sadis dan melanggar Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik adalah pemberitaan tentang ledakan bom di Hotel Ritz-Carlton dan JW Mariott, Kuningan, bulan Juli tahun lalu. Pada siaran langsung suasana tenpat kejadian beberapa saat setelah bom meledak, Metro TV memuat gambar Tim Mackay, Presiden Direktur PT Holcim Indonesia, yang berdarah-darah dan tampak tidak beradaya, di jalanan. Penanyangan gambar tersebut tentu tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalisitk dan dapat menimbulkan dampak traumatis bagi penonton yang melihat.Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-33626738923127307012010-05-05T19:12:00.000-07:002010-05-05T19:35:03.725-07:00TVOne dan Pelanggaran Etika (Margareta Engge Kharismawati 07120110026)Bab 1
<br />Abstrak
<br />
<br />
<br /> Pertelevisian Indonesia kembali menuai permasalahan. Kali ini, stasiun televisi Aburizal Bakrie, TVOne digugat kredibilitasnya. Program Apa Kabar Indonesia Pagi tanggal 18 Maret 2010 yang menghadirkan narasumber seorang markus (makelar kasus) pajak, Andreas Ronaldi, diduga adalah markus palsu.
<br /> TVOne menghadirkan Andreas Ronaldi, pria yang mengaku markus di Mabes Polri. Pada waktu itu, Andreas mengenakan topeng dan menggunakan nama samaran Roni. Selain itu, suaranya pun diubah sedemikian rupa sehingga tak tampak suara aslinya. Andreas mengaku ia telah menjadi markus selama 12 tahun di lingkungan Mabes Polri. Mabes Polri kemudian menangkap seorang yang diklaim sebagai narasumber program acara Apa Kabar Indonesia Pagi tersebut pada tanggal 7 April 2010, dengan landasan dugaan rekayasa berita. Andreas adalah seorang karyawan lepas pada sebuah perusahaan media hiburan.
<br /> Terkait dengan pernyataan yang dikeluarkan Mabes Polri, TVOne menyatakan belum dapat memastikan apakah makelar kasus yang dimaksud adalah narasumber yang pernah tampil di program Apa Kabar Indonesia Pagi tanggal 18 Maret lalu. Tetapi, juru bicara TVOne, sekaligus General Manajer Divisi Pemberitaan, Totok Suryanto menyatakan bahwa tidak pernah ada rekayasa yang dilakukan dalam setiap pemberitaan.
<br />Andreas Ronaldi mengaku menjadi oknum markus di Mabes Polri berdasarkan permintaan dari pihak pembawa acara televisi swasta yang berinisial IR dengan imbalan 1,5 juta rupiah. Andreas juga mengatakan bahwa keterangan yang ia berikan itu hanya untuk mengumpan Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana.
<br />Dalam pemeriksaan, Andreas juga mengaku diminta berbicara soal markus sesuai skenario dengan pertanyaan dan jawaban yang disiapkan.
<br /> Kasus/permasalahan ini menjadi perbincangan banyak pihak, terutama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Dewan Pers, masyarakat, dsb. Indy Rahmawati selaku produser TVOne dan presenter dalam acara tersebut dan segenap jajaran redaksi yang terkait dipanggil oleh Dewan Pers untuk memberikan keterangan.
<br />
<br />
<br />
<br />Bab 2
<br />Kode Etik Wartawan Indonesia, UU Penyiaran, dan Pedoman Pelaksanaan Penyiaran/Standar Program Siaran (P3/SPS)
<br />
<br />
<br /> Kasus TVOne tersebut melanggar Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dan UU Penyiaran. Berikut ini akan saya jabarkan etika dan kebijakan perundang-undangan tersebut.
<br />
<br />2.1 Kode Etik Wartawan Indonesia</span>
<br />• KEWI Butir 1: Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
<br />• KEWI Butir 2: Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
<br />• KEWI Butir 3: Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.
<br />• KEWI Butir 4: Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta,fitnah, sadis dan cabul, serta tidak menyebut identitas korban kejahatan susila.
<br />• KEWI Butir 5: Wartawan Indonesia tidak menerima suap, dan tidak menyalahgunakan profesi.
<br />• KEWI Butir 6: Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
<br />• KEWI Butir 7: Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.
<br />
<br />2.2 UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002
<br />• Pasal 36
<br />1. Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
<br />2. Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri.
<br />3. Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
<br />4. Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
<br />5. Isi siaran dilarang:
<br />a. Bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
<br />b. Menonjolkan unsure kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau
<br />c. Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
<br />6. Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.
<br />• Pasal 57
<br />Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang:
<br />a. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3);
<br />b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2);
<br />c. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1);
<br />d. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (5);
<br />e. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6).
<br />
<br />2.3 P3/SPS
<br />• Pasal 8:
<br />1. Program faktual merujuk pada program siaran yang menyajikan fakta non-fiksi.
<br />2. Yang termasuk di dalam program faktual adalah program berita, features, dokumentasi, program realitas (reality program/reality show), konsultasi on-air dengan mengundang narasumber dan atau penelepon, pembahasan masalah melalui diskusi, talk show, jajak pendapat, pidato/ceramah, program editorial, kuis, perlombaan, pertandingan olahraga, dan program-program sejenis lainnya.
<br />• Pasal 9:
<br />1. Lembaga penyiaran harus menyajikan informasi dalam program faktual dengan senantiasa mengindahkan prinsip akurasi, keadilan, dan ketidakberpihakan (imparsialitas).
<br />2. Lembaga penyiaran wajib menggunakan Bahasa Indonesia yang baku, baik tertulis atau lisan, khususnya dalam program berita berbahasa Indonesia.
<br />
<br />
<br />Bab 3
<br />Analisis
<br />
<br />
<br /> Program Apa Kabar Indonesia Pagi 18 Maret 2010 yang menampilkan markus pajak “Roni” masih menjadi perdebatan. Butuh pembuktian lebih lanjut dan akurat mengenai benar tidaknya pengakuan Andreas Ronaldi tersebut. Dan, apabila terbukti bahwa narasumber markus pajak TVOne tersebut palsu, maka TVOne sebagai perusahaan pers telah melanggar KEWI dan UU Penyiaran No. 32 tahun 2002, serta P3/SPS. Berikut ini akan coba saya jabarkan pelanggran kode etik program TVOne tersebut berdasarkan perspektif etika-etika media tersebut.
<br /> Berdasarkan butir-butir KEWI tersebut, TVOne telah melakukan pelanggaran. Seorang wartawan (dalam hal ini orang yang menyajikan dan bertindak dalam penyajian program berita) seharusnya mematuhi dan melaksanakan KEWI. Dalam hal ini, TVOne terutama telah melanggar KEWI butir 1 dan 4, di mana disebutkan bahwa seorang wartawan harus melaporkan dan menyiarkan informasi secara faktual dan jelas sumbernya, tidak menyembunyikan fakta serta pendapat yang penting dan menarik yang perlu diketahui publik sebagai hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan akurat.
<br /> Terlihat jelas bahwa TVOne telah melanggar kode etik tersebut. Seorang wartawan professional pasti akan memegang teguh prinsip-prinsip (peraturan), berjalan dalam “koridor” yang benar dan tetntunya mengutamakan aspek kebenaran. Dapat dikatakan bahwa wartawan TVOne telah membohongi masyarakat dengan melakukan penipuan terhadap karya/program jurnalistik yang mereka buat. Hal ini erat kaitannya dengan aspek/ideology kepentingan yang diangkat (diutamakan) oleh TVOne, menutupi aspek etika profesi seorang wartawan.
<br /> Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran KEWI sepenuhnya diserahkan kepada jajaran pers. Mereka yang bertanggung jawab terhadap KEWI adalah:
<br />- Dewan Pers
<br />- Perusahaan Pers
<br />- Ombudsman
<br />- Wartawan
<br />- Masyarakat pembaca
<br />- Organisasi perusahaan pers
<br />- Organisasi wartawan
<br />TVOne sebagai perusahaan pers dan khususnya TVOne sebagai “perkumpulan” wartawan telah gagal bertanggung jawab terhadap pelaksanaan KEWI dengan tampilnya Andreas Ronaldi sebagai markus pajak palsu.
<br /> Dilihat berdasarkan UU Penyiaran No. 32 tahun 2002, siaran program Apa Kabar Indonesia Pagi tersebut telah melanggar UU Penyiaran pasal 36 pasal 5A. Isi siaran dilarang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan, dan bohong. Produk jurnalistik berupa siaran di televisi merupakan hasil akhir dari proses yang melibatkan reporter, kameraman, editor gambar, produser, pembawa acara, produser eksekutif, hingga pimpinan perusahaan media massa. Isi/format dari sebuah siaran merupakan hasil kebijakan dari berbagai “tangan” produk. Dan tentunya, pemilik atau pimpinan perusahaan memiliki kewenangan tertinggi dalam menentukan isi siaran. Inilah yang menjadi penelitian Dewan Pers dan KPI dalam menelaah kasus markus pajak antara TVOne dan Mabes Polri.
<br /> Dalam pemeriksaan, Andreas mengaku diminta berbicara soal markus sesuai scenario dengna pertanyaan dan jawaban yang disiapkan. Pengakuan ini sangat memberatkan TVOne sebagai sebuah institusi media. Apabila pengakuan Andreas terbukti benar, maka isi siaran Apa Kabar Indonesia Pagi adalah fitnah dan bohong adanya. TVOne harus dapat mempertanggungjawabkan dan menjelaskan kepada Dewan Pers perihal tersebut, terlebih kepada masyarakat yang sudah dibohongi dan disesatkan. Sebagai sanksinya, lengkap tertulis dalam pasal 57 (d) mengenai hukuman pidana penjara dan denda yang harus dibayar apabila melanggar pasal 36 ayat 5.
<br /> Selain itu, berdasarkan P3/SPS tayangan TVOne tersebut juga melanggar standar penyiaran Indonesia. Program Apa Kabar Indonesia Pagi adalah program faktual. Lembaga penyiaran dalam hal ini TVOne harus menyajikan informasi dalam program faktual dengan menerapkan selalu prinsip akurasi, keadilan, dan ketidakberpihakan. Keakuratan dan kebenaran senantiasa menjadi syarat mutlak dalam etika penyiaran dan produk jurnalistik.
<br />
<br />
<br />Bab 4
<br />Kesimpulan
<br />
<br />
<br /> Ketatnya persaingan dunia pertelevisian membuat kredibilitas media dipertaruhkan. Independensi, kualitas, dan kebenaran suatu program/produk jurnalistik menjadi bahan yang kerapkali diacuhkan dalam pembuatan suatu karya. Penyimpangan isi siaran seringkali terjadi. Keluar jalur akibat berbagai kepentingan yang mendasari dan melingkupi suatu standar professional media.
<br /> TVOne apabila terbukti melakukan kebohongan markus pajak palsu, maka ia melanggar tiga etika permediaan Indonesia, yakni KEWI, UU Penyiaran No. 32 tahun 2002, dan P3/SPS. Etika penyiaran, standar siaran, serta kode etik wartawan tidak diterapkan oleh TVOne.
<br /> Butuh penelitan lebih lanjut bagi Dewan Pers untuk melihat benar tidaknya TVOne dalam kasus ini. Perlu diberikan tindakan dan sanksi yang tegas bagi stasiun televisi milik Aburizal Bakrie ini apabila terbukti melakukan pelanggaran etika. Hal ini tidak hanya dilihat dalam jangka pendek, namun juga jangka panjang. Bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap etika, hukum, dan kebijakan media di Indonesia yang semakin hari kian menipis.Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-14815612136957160502010-05-05T17:27:00.000-07:002010-05-05T17:32:20.010-07:00Christina Dewi - 07120110019PELANGGARAN FILM KARTUN ANAK-ANAK<br /> Bab I<br /> Pendahuluan<br /><br />Seiring perkembangan zaman, media kini semakin maju pesat. Kebebasan media membuat kita memiliki banyak pilihan untuk ditonton dan dilihat. Begitu juga dengan film anak-anak. Film kartun, misalnya, yang selalu identik dengan anak-anak. <br /><br />Film Kartun, siapa yang tidak suka? Anak-anak menyukainya, bahkan mengidolakannya. Tema yang lucu, menarik, kreatif, dapat menghibur mereka. Kartun seperti doraemon, Crayon Sinchan, Tom and Jerry, dan sejenisnya, seharusnya dapat dijadikan contoh yang baik bagi perkembangan anak-anak, karena sering ditonton oleh mereka, dan memang film kartun target audiensnya adalah anak-anak. <br /><br />Namun, kenyataannya, seperti yang kita lihat, film kartun bukanlah seperti film anak-anak seharusnya. Kebanyakan dari kartun-kartun ini, menayangkan adegan-adegan yang sebenarnya tidak pantas diperlihatkan kepada anak-anak. Kekerasan, kata-kata kasar, sikap yang “terlalu dewasa”, dsb, sering mewarnai film-film kartun yang tayang di televisi kita. <br /><br /><br /> BAB II<br /><br />Beberapa pasal dari Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standard Program Siaran (P3 Sps), yang berkaitan dengan pelanggaran penayangan film kartun:<br /><br />•Pasal 13 ayat 1:<br />“Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina/merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, serta menghina agama dan Tuhan”<br /><br />•Pasal 13 ayat 2<br /> “Kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah, baik yang diungkapkan secara verbal maupun verbal”<br /><br />•Pasal 28 ayat 4<br /> “Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari”. <br /><br /><br /> Bab III<br /><br />Berdasarkan pasal-pasal di atas, film-film kartun seperti, Tom and Jerry, Crayon Sinchan, Doraemon, dan lain-lain, tentu saja melanggar.<br /><br />Seperti dalam kartun Tom and Jerry. Dalam tayangan tersebut, sering kali menggambarkan adegan Tom (kucing) yang bertengkar dengan Jerry (tikus). Adegan kejar-kejaran itu diwarnai dengan adegan memukul satu sama lain, dengan menggunakan barang-barang yang ada disekitar mereka. Adegan ini menggambarkan seolah-olah wajar saja jika bertengkar disertai dengan memukul dengan benda-benda keras, seperti panci, tongkat, sapu, dan sejenisnya.<br /><br />Seperti dalam film Crayon Sinchan. Dalam tayangan ini, tokoh sinchan digambarkan sebagai anak-anak, namun sering kali ia bertindak atau berpikir layaknya orang dewasa. Tokoh sinchan juga sering kali menggambarkan adegan yang “menyerempet” dengan adegan cinta-cintaan yang seharusnya dilarang dalam tayangan anak-anak. Tokoh sinchan yang sering tidak mengikuti kata-kata orang tuanya, juga dapat memberikan gambaran negatif terhadap anak-anak yang menontonnya. Ditambah lagi, orang tua ataupun bahkan si tokoh sinchan sendiri, beberapa kali menggunakan kata-kata kasar ataupun kata yang tidak pantas untuk dikatakan kepada anak-anak. <br /><br />Tayangan kartun Doraemon, tayang favorit sepanjang masa. Namun, ternyata dalam tayangan ini, sebenarnya juga bahaya bagi anak-anak. Doraemon digambarkan sebagai kucing dari masa depan yang memiliki kantong ajaib, dengan berbagai macam benda ajaib di dalamnya. Hal ini dapat memberikan imajinasi yang bahaya bagi anak-anak, terutama bagi mereka yang masih belum mengerti bahwa hal-hal dalam film ini hanya imajinasi, dan tidak ada dalam kenyataan. <br /><br />Film kartun yang identik dengan film anak-anak, seharusnya dapat memberikan nila-nilai positif bagi mereka, agar dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tayangan-tayangan di atas, tidak perlu dihilangkan, karena kartun-kartun tersebut adalah kartun yang disukai anak-anak. Hanya saja, mungkin dapat dikurangi isinya, atau diganti atau disensor, pada adegan-adegan yang kurang pantas diperlihatkan pada anak-anak, seperti ketika adegan kekerasan, adegan dewasa, adegan kata-kata kasar, dsb. <br /><br />Anak-anak masih dalam tahap pertumbuhan, apa yang dilihatnya akan dengan mudah ditirukan, seolah-olah hal itu lazim dalam kehidupan nyata sehari-hari. Oleh karena itu, orang tua harus selalu mendampingi anak-anaknya ketika menonton tayangan-tayangan di televisi. Diharapkan, dengan mendampingi, orang tua dapat sambil mengajarkan mana yang baik mana yang buruk, mana yang boleh dilakukan, mana yang tidak boleh dilakukan. Apalagi, saat ini media sudah semakin bebas. Akan berbahaya jika anak-anak dibebaskan sendiri. Banyak tayangan yang tidak “disaring” terlebih dahulu, sehingga adegan kekerasan, kata kasar, dsb, bisa tayang ditelevisi.Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-89336482403984169362010-05-05T16:46:00.000-07:002010-05-05T16:49:43.617-07:00Anastasia Dwiagma - 07120110017<meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CUsers%5CTOSHIBA%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="font-family: arial; text-align: justify;">Biasanya, saat ujian berlangsung setiap mahasiswa dihadapkan pada situasi tegang, stress, dan sesekali mereka melihat kanan kiri untuk melihat jawaban yang ada pada kertas milik temannya. Tapi tidak terlihat situasi ini pada ujian tengah semester kemarin di mata kuliah Etika, Hukum, dan Kebijakan Media. Ujian mata kuliah ini benar-benar menyenangkan. Fun. Kami tidak merasakan ketegangan sedikit pun. Bahkan dosen kami pun memperbolehkan kami untuk berdiskusi.</p><div> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: arial; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: arial; text-align: justify;">Itulah keunikan yang dibuat oleh dosen kami, Mas Bimo. Dosen bernama lengkap, Bimo Nugroho ini membuat atmosfer baru dalam belajar. Mahasiswa yang diatur duduk melingkar, dan mas bimo pun meminta salah satu dari kami membuat buku kenangan jurnal 07 yang berisikan foto-foto kami dan nama panggilan kami masing-masing. Mungkin tujuan dosen kami, agar bisa lebih akrab dengan kami. Dan dosen saya ini, tidak memandang kami sebagai mahasiswa yang harus mengikuti setiap peraturan yang ada, dia membiarkan menjadi diri kami disetiap diskusi yang ada, tidak menekan argumen kami dan menghormati setiap jawaban yang kami keluarkan.</p> Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-13156875625642808502010-05-05T14:14:00.000-07:002010-05-05T14:15:09.805-07:00(Icha)<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: medium; "><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><u>Pendahuluan</u></span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sejak jaman reformasi, media massa di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Masyarakat menyambut gembira kebebasan media massa yang sebelumnya terbelenggu, tidak bebas, berubah menjadi bebas sehingga masyarakat menjadi punya banyak pilihan untuk membeli media massa cetak, menonton televisi, mengakses internet, mendengar radio dll.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Semua media berusaha menampilkan acaranya semenarik mungkin. Dan saling bersaing satu sama lain. Semuanya ingin berkembang, ingin meraih keuntungan besar sehingga segala macam cara dilakukan untuk bisa unggul mendapatkan pelanggan, pemirsa maupun pendengar.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Namun sayangnya akibat terlalu bebas tersebut dan persaingan pasar yang begitu kuat, maka banyak hal yang dimanfaatkan oleh media massa untuk mendapatkan tujuan tersebut. Semua hal yang berpotensi menghasilkan keuntungan dan bisa diunggulkan dalam persaingan dimanfaatkan dengan baik. Salah satunya adalah adegan kekerasan. Terkadang adegan kekerasan menjadi suatu hal yang dijual oleh media massa terutama televisi. Konflik dirasakan tidak cukup menarik dan tidak menjual apabila tidak disertai dengan makian atau kekerasan fisik. Atau suatu berita dibuat menjadi lebih menarik dengan ditampilkannya adegan kekerasan atau bersimbah darah tanpa adanya penyensoran.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Hal seperti ini bisa menimbulkan efek negatif kepada masyarakat terutama anak-anak. Bahkan kartun yang notabene adalah tayangan untuk anak-anak banyak yang mengandung adegan kekerasan. Dan hal semacam ini termasuk sudah melanggar undang-undang yang mengatur mengenai isi siaran di Indonesia.</span><br /><br /></p><p><br /></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><u>Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS), mengenai kekerasan verbal dan non verbal:</u></span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 13 ayat 1</b></span></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Bunyinya, “Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina/merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, serta menghina agama dan Tuhan”</span></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 13 ayat 2</b></span></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Berbunyi, “kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah, baik yang diungkapkan secara verbal maupun verbal”</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 28 ayat 3</b></span></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Bunyinya, “Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program dan promo program <b>yang mengandung adegan di luar perikemanusiaan atau sadistis”.</b></span></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 28 ayat 4</b></span></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Bunyinya, “Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari”. </span><br /><br /></p><p><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"></span></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Beberapa tayangan yang menurut KPI telah melanggar pasal-pasal di atas antara lain, reality show, sinetron, talkshow, berita dan kartun.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">*Reality show:</span></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Face to Face (ANTV), Masihkah Kau Mencintaiku (RCTI)</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Reality show yang ada di Indonesia dianggap telah mempertontonkan adegan kekerasan berupa verbal maupun tindakan. Serta membuka aib seseorang kepada khalayak luas. Pada tayangan Face to face, orang yang merasa sisi privasinya telah terganggu atau merasa tidak terima sudah diikuti kesehariannya biasanya akan menjadi marah dan bereaksi dengan cara memaki-maki atau berkata-kata kasar, bahkan tidak jarang terjadi adu fisik antara kru/klien dengan si objek. Hal ini menjadi sesuatu yang dimanfaatkan oleh produser untuk membuat tayangannya lebih menarik. Seolah-olah hal tersebut nyata terjadi dengan mempertontonkan adegan kekerasan tersebut. Padahal yang kita tahu selama ini, tayangan reality show di Indonesia sebagian besar adalah fiktif.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sedangkan pada tayangan Masihkah Kau Mencintaiku, kebanyakan di setiap acaranya kerap terjadi adegan adu makian antara kedua belah pihak keluarga, yang merasa tidak terima telah dibongkar rahasianya, lalu berusaha menutupi dengan berkilah dan saling memaki.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">*Sinetron:</span></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Muslimah (Indosiar), Suami-suami Takut Istri (Trans TV), Abdel dan Temon (Global TV), Para Pencari Tuhan (SCTV)</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sinetron dianggap paling banyak berisi adegan kekerasan, baik verbal maupun non verbal. Kekerasan dianggap sebagai hal yang wajar dan biasa dilakukan di keseharian. <br />Sinetron Muslimah dianggap menyalahi aturan karena menampilkan adegan kekerasan verbal dan fisik. Apabila ada yang bersalah langsung dimaki-maki dan diganjar dengan hukuman fisik, seperti ditendang, dipukul, dll.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sedangkan sitkom Suami-suami Takut Istri diberi teguran KPI karena tidak memperhatikan norma-norma kesopanan dan kesusilaan dalam konteks hubungan suami istri. Selain juga menampilkan adegan kekerasan dalam rumah tangga dan mengucapkan kata-kata kasar secara dominan.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sinetron Abdel dan Temon dinilai KPI menyiarkan tayangan yang mengandung adegan dan pembicaraan vulgar serta kekerasan fisik secara berulang-ulang. Sementara objek penderita hanya pasrah dan terima diperlakukan seperti itu. Malah dianggap sebagai humor dan sesuatu yang menyenangkan sehingga dilakukan berulang-ulang.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">SCTV lewat sinetron `Para Pencari Tuhan`, dalam salah satu adegan saat sang pemeran ketua RW bernama `Idrus` sering mengumpat dengan kata-kata kasar. Dan adegan itu ternyata dilakukan berulang-ulang. Hal tersebut dirasa tidak sesuai dengan citra sebagai ketua RW yang seharusnya menjadi panutan malah memberikan contoh yang sangat buruk.</span></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><br />*Kartun</span></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Tom n Jerry (Trans 7), Detective Conan (Indosiar), Naruto (Global TV)</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Bukan hanya tayangan orang dewasa, tayangan anak-anak ternyata juga banyak yang mengandung kekerasan. Film animasi tersebut memuat materi yang tidak sesuai dengan sasaran penontonnya yaitu anak-anak. Muatan kekerasan yang eksplisit, berlebihan, dan temanya tidak sesuai dengan dunia anak-anak. Misalnya Detective Conan banyak mempertontonkan adegan kekerasan, darah, dan sebagainya. Dan terlebih melibatkan anak kecil, dan menempatkan anak-anak kecil di situasi yang tidak selayaknya dan sangat berbahaya.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Tom n Jerry, banyak sekali pertengkaran yang diwarnai dengan adegan kekerasan, terlebih lagi memakai alat-alat yang ada di sekitar lingkungan rumah, dan dipertontonkan akibat yang dialami objek penderita tidak seberapa besar. Sehingga memicu anak-anak untuk menirunya tanpa mengetahui akibat sebenarnya apabila hal itu dilakukan secara nyata.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Naruto juga mempertontonkan adegan kekerasan dan banyak memperlihatkan kebencian terhadap suatu kelompok tertentu. Hampir di setiap adegannya berisikan pertempuran, darah, dll. Serta beberapa tokoh yang ada digambarkan terlalu vulgar dalam berpakaian. Dan tanyangan kartun tersebut sampai saat ini masih ditayangkan seperti biasa.<br /></span></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">*Talkshow</span></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Empat Mata (Trans7)</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Tayangan talkshow Empat Mata tidak lepas dari adegan kekerasan. Hal ini berkaitan dengan tema yang dihadirkan setiap episodenya. Ini merupakan akibat dari kecerobohan tim kreatif Empat Mata yang pada episode tayang 29 Oktober 2008 lalu menghadirkan bintang tamu manusia pemakan mayat Sumanto. Di tayangan tersebut ditampilkan tayangan demo bintang tamu yang memakan seekor binatang hidup-hidup. Dan terlebih pada episode tersebut ditayangkan secara live. Tak hanya melanggar pasal di atas, tayangan episode Sumanto tersebut juga melanggar Pasal 36 UU Penyiaran yang berbunyi, “Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program yang mendorong atau mengajarkan tindakan kekerasan atau penyiksaan terhadap binatang”. Tayangan ini sempat vakum beberapa saat karena dilarang oleh KPI. Namun akhirnya tayang kembali dengan mengganti nama menjadi ‘Bukan Empat Mata’ dan tidak lagi ditayangkan secara live.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Berita:</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Hampir di semua stasiun televisi kini sangat terbuka dalam menyiarkan berita, terlebih pada berita yang mengandung kekerasan. Misalnya pada saat bentrokan yang terjadi di Koja kemarin. Tanpa sensor televisi menyiarkan adegan dimana massa sedang memukuli oknum satpol PP ataupun juga sebaliknya. Atau misalnya memunculkan nama tersangka kejahatan, meskipun belum ditentukan bersalah atau tidak, namun seperti sudah di hakimi sendiri bahwa ia seseorang yang bersalah. Atau dalam kasus penggerebekan teroris. Dimana adegan tembak menembak sampai tembak mati disiarkan tanpa adanya sensor. Bahkan mayat teroris juga disiarkan walaupun masih dalam kondisi terkapar tidak berdaya dan bersimbah darah.</span></p></span>Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-24750522268402758772010-05-05T14:12:00.000-07:002010-05-05T14:13:55.762-07:00Pelanggaran Media Televisi Terhadap Siaran Iklan Rokok (Dede)<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: medium; "><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Etika iklan merupakan landasan seajuh mana kita bisa merancang suatu karya iklan layak atau tidak untuk dipublikasikan. etika iklan tidak mengikat tetapi membatasi antara suatu budaya dinegara tertentu dengan keabsahan iklan itu sendiri. Di Indonesia pelanggaran etika iklan kerap terjadi, terutama pada iklan rokok. Disini peran etika sepenuhnya dibutuhkan sebagai landasan untuk melindungi hak konsumen terhadap pelanggaran etika yang sebetulnya tak perlu terjadi.</span><br /></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Dewasa ini bisa kita lihat banyak sekali iklan-iklan yang melakukan pelanggaran terhadap etika periklanan, rambu-rambu etika periklanan tidak lagi mampu mengikat para seniman dalam menghasilkan sebuah karya. dengan alasan seni mereka bebas menerobos batasan-batasan norma sosial sehingga iklan-iklan yang ada di televisi sekarang penuh dengan pelanggaran-pelanggaran etika.</span><br /></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Etika merupakan suatu kehendak yang sistematik melalui penggunaan alasan untuk mempelajari bentuk-bentuk moral dan pilihan-pilihan moral yang dilakukan oleh seseorang dalam menjalankan hubungan dengan orang lain. Dalam iklan, etika merupakan sebuah landasan untuk membatasi sampai dimana sebuah iklan boleh mencapai batas.</span><br /></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sebagaimana yang kita ketahui bersama iklan adalah suatu usaha persuasif yang dilakukan dalam bentuk tulisan dan gambar atau kombinasi dari keduanya yang dilakukan untuk mendapatkan perhatian khalayak. Iklan merupakan media utama dalam menyampaikan informasi tentang produk yang dapat mempengaruhi emosi dan perasaan calon konsumen. Sedangkan televisi merupakan media yang paling efektif untuk mendemonstrasikan sebuah produk, lewat televisi iklan akan dengan cepat diterima masyarakat.</span><br /></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Mengingat dampak iklan di televisi cukup berbahaya dalam beberapa hal. Maka dibentuklah undang - undang yang memberikan batasan bagi hal itu.<br />Salah satu iklan yang dianggap cukup berbahaya dan paling sering melanggar etika periklanan adalah iklan rokok. Berdasarkan PP No. 81 tahun 1999, semua iklan rokok di televisi dilarang. Namun, karena pihak televisi memprotesnya, muncul PP No.38 Tahun 2000 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. Dalam PP yang baru ini, iklan rokok di televisi hanya boleh ditayangkan pukul 21.30 hingga 05.00.</span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Penayangan iklan rokok pada malam hari ini bertujuan agar tidak ditonton anak-anak. Namun kenyataannya, iklan rokok banyak diputar pada jam tayang utama (prime time) antara pukul 19.00-21.00. Bahkan, pertandingan tinju di televisi pada pagi hari (09.00-12.00) biasanya disponsori oleh perusahaan rokok.<br /></span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Iklan punya peran penting dalam menentukan dan mendorong kebiasaan merokok pada masyarakat, seperti dalam polling Deteksi Jawa Pos (Maret 2000), menyebutkan para remaja merokok pertama kali salah satunya pendorongnya karena iklan rokok yang ada di televisi. Selama ini, iklan dan promosi rokok semakin tidak etis karena melakukan pembodohan dan indoktrinasi <i>brand image</i> yang luar biasa dalam mempromosikan rokok. Rokok digambarkan sebagai lambang kejantanan, kesuksesan, kenikmatan, kebebasan, kedewasaan dan lain-lain. yang kesemuanya merupakan buaian yang mengajak masyarakat untuk merokok.<br /></span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Berdasarkan informasi yang ada saat ini, Setiap harinya 80-100 ribu remaja di dunia menjadi pecandu dan ketagihan rokok. Bila pola ini terus menetap maka sekitar 250 juta anak-anak yang hidup sekarang ini akan meninggal akibat yang berhubungan dengan kebiasaan rokok. Alasan itulah, yang setidaknya mendasari pentingnya aturan iklan rokok, karena bila tidak ada aturan yang tegas akibatnya akan mengarah kesesuatu yang tidak bisa kita bayangkan.<br /></span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Akan tetapi pihak pertelevisian di Indonesia tidak dapat menolak iklan rokok karena belanja iklan rokok di televisi tergolong besar, iklan rokok termasuk kategori yang paling sering beriklan. Sementara di sisi lain, produsen rokok tentu tidak mau bila iklannya ditayangkan pada malam hari karena jelas pemirsanya sedikit. Hal ini sering menimbulakan kontroversi antara kalangan pihak pertelevisan, produsen rokok, dan Undang-undang yang sampai sekarang masih sering kita dengar hal-hal tersebut aturan tentang iklan rokok Indonesia masih tertinggal jauh dari negara lain.</span><br /></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> Media, khususnya televisi, memiliki pengaruh yang kuat dalam mengubah persepsi individu tentang realita. Televisi sangat bertanggung jawab dalam hal perkembangan persepsi tentang norma dan realitas dari televisi telah menjadi media dimana banyak orang mengembangkan peran dan perilaku yang terstandardisasi. Dunia simbolis yang ditampilkan media, terutama media televisi, akan membentuk dan memelihara konsepsi <i>audience</i> mengenai dunia nyata. Atau dengan kata lain, membentuk dan mempertahankan konstruksi <i>audience </i>mengenai realitas.<br /></span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kepopuleran televisi dikarenakan kesederhanaanya dalam menyampaikan pesan, selain itu televisi memiliki unsur visual berupa gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan yang mendalam pada penonton disamping unsur pengulangan: adegan, musik, dan <i>sound effect</i> televisi memiliki pengaruh yang kuat terhadap budaya dan terhadap perilaku individu.<br /></span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Dalam iklan rokok pengambaran tokoh serta adegan-adegan yang menantang membuat para masyarakat khususnya remaja dan anak-anak menirunya, iklan-iklan yang ada merangsang mereka untuk merokok dengan bujukan yang berbeda walau dalam iklan rokok tidak digambarkan orang merokok akan tetapi adegan-adegan yang identik dengan keperkasaan atau kebebasan mempengaruhi mereka untuk mengkonsumsi rokok.<br /></span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Remaja juga dikesankan lebih hebat bila merokok. Idola para remaja, mulai dari penyanyi, grup musik, hingga bintang film dilibatkan sebagai model. Industri rokok paham betul bahwa remaja sedang berada pada tahap mencari identitas, melalui iklan ditelevisi biasanya para Remaja meniru dan mengikuti gaya hidup idolanya.<br /></span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Industri rokok juga sangat paham mengondisikan perasaan positif pada benda yang diiklankan di televisi. Remaja disuguhi pesan-pesan keren seperti "Apa Obsesimu", "X-presikan Aksimu", atau "U are U". Tema iklan rokok selalu menampilkan pesan positif seperti macho, bergaya, peduli, dan setia kawan. Citra itulah yang membangun persepsi bahwa merokok bukan hal negatif.<br /></span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Efek ini memberikan kesan bahwa televisi mempunyai dampak yang sangat kuat pada diri</span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">individu. Bahkan mereka yang terkena efek ini menganggap bahwa lingkungan disekitar sama seperti yang tergambar dalam media televisi.</span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Mengingat dampak iklan rokok yang samakin hari, semakin membahayakan maka hal ini perlu sesegera mungkin untuk ditanggulangi. Walaupun sudah banyak solusi yang ditawarkan pemerintah dalam menanggapi hal ini, akan tetapi dikarenakan pelaksanaannya yang masih setengah-setengah membuat masalah ini masih terjadi dan makin bertambah parah dari hari-kehari.<br /></span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Menyingkapi hal itu maka perlu dilakukan gerakan bersama dari setiap elemen masyarakat yang tergabung dalam gerakan-gerakan yang mengarah pada permasalahan tersebut. Misalnya membentuk badan khusus yang memberantas masalah pelanggaran iklan. Seperti gerakan yang bernama Total Ban, lembaga yang bersifat kemitraan ini, merupakan wadah bagi pergerakan dan perjuangan masyarakat sipil dalam upaya perlindungan anak dari dampak iklan, promosi, dan sponsor rokok. </span><br /></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Aliansi Total Ban, pergerakannya berlandaskan semangat dan prinsip-prinsip normatif pengendalian dampak tembakau, prinsip-prinsip normatif hak anak dan hak asasi manusia.<br />Tujuan dibentuk Total Ban adalah melakukan upaya larangan menyeluruh terhadap; iklan, promosi, dan sponsor rokok yang dilakukan secara sistematis dan terkoordinasi dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah sebagai bentuk perlindungan anak dari dampak bahaya tembakau.<br /></span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Saat ini anggota Aliansi Total Ban terdiri dari LSM, Ormas, Organisasi Pelajar dan Mahasiswa, Organisasi Pemuda, dan Organisasi Profesi. Saat ini Aliansi Total Ban didukung oleh 29 organisasi yang ada di Jakarta dan enam di daerah (Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali).<br /></span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Gerakan ini terbukti mampu memperbaiki budaya merokok pada anak-anak dan remaja di Indonesia, hal ini terbukti dengan penurunan prosentase remaja dan anak-anak yang merokok dari 75% menjadi 60% di tahun 2007, dan mudah-mudahan hal ini akan semakin baik setiap tahunnya. lewat gerakan ini anak-anak diberi penyuluhan seputar masalah rokok dan akibat-akibat fatal dari merokok kesekolah-sekolah dan lembaga pendidikan.</span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Para ibu rumah tangga diberikan penyuluhan dibalai-balai setempat agar lebih memberi perhatian kepada anak-anak mereka. Tidak hanya berhenti disitu, mereka juga menggunakan media untuk mempromosikan kegiatan mereka dan memberikan beberapa masukan disana.<br />Selain itu Pendekatan terbaik dewasa ini dalam penanggulangan merokok adalah dengan menerima dan mengimplementasikan FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). </span><br /></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">FCTC adalah suatu perjanjian/traktat (treaty) internasional pertama di bidang kesehatan masyarakat di dunia. FCTC antara lain menjamin perlunya diimplementasikan pelarangan segala bentuk iklan rokok, langsung atau tidak langsung. FCTC juga mengatur bahwa pelarangan iklan ini harus diimbangi dengan digalakkannya penyuluhan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah counter advertising. FCTC juga mengatur perlunya dibentuk dan diaktifkannya suatu national coordinating mechanism untuk program penanggulangan masalah merokok.<br /></span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Dengan adanya FCTC diharapkan bagi mereka yang ingin berhenti merokok akan diberikan jalan keluar mengenai cara-cara yang tepat untuk berhenti merokok dan pihak produsen akan dikenakan pajak yang cukup besar untuk memasang iklan di media televisi. hal ini diharapkan agar iklan rokok di televisi bisa berkurang dan pihak produsen akan berpikir dua kali untuk memasang iklan ditelevisi.</span><br /></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Etika memang merupakan landasan yang digunakan untuk membatasi laju sebuah iklan akan tetapi dibalik semua itu kesadaran morallah yang menetukan semuanya, penanaman nilai-nilai estetika di sekolah-sekolah merupakan awal dari pembentukan akhlak tiap-tiap individu. Maka dari itu pendidikan yang dilakukan dengan nilai-nilai yang tulus akan menghasilkan benih yang baik dimasa depan nantinya.<br /></span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Dalam iklan rokok sebenarnya anak-anak yang belum terjamah seharusnya tidak akan terkena dampak dari iklan tersebut akan tetapi nilai-nilai yang terserap pada tiap individu berbeda maka dari variasi yang timbulpun beragam, dari yang harus bergerak menyembuhkan hal ini adalah semua pihak. Apabila terus berkutat dengan masalah iklan dan etika tidak akan menemukan akhir dari sebuah pertanyaan malah akan menimbulkan masalah baru yang memperpanjang daftar pertanyaan.<br /></span></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Segala hal yang telah diupayakan semua pihak harus kita hargai dan kita bantu agar tidak menjadi hal yang sia-sia, beberapa dari kita sudah memulai melakukanya, kenapa kita tidak mencoba untuk ikut berpartisipasi menyembuhkan bangsa ini dari masalah-maslah diatas.</span><br /></p><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Berikut ini adalah undang-undang yang mengatur tentang penyiaran iklan:</span><br /></p><p align="center"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>UNDANG-UNDANG PENYIARAN NO. 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN, BAB IV PELAKSANAAN SIARAN</b></span><br /></p><ul><ul><ul><p> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Siaran iklan:</b></span></p></ul></ul></ul><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 41</b></span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Siaran iklan terdiri dari siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat.</span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 42</b></span></p><ol type="1"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Materi siaran iklan niaga harus dibuat oleh perusahaan yang memiliki izin pemerintah atau oleh lembaga penyiaran itu sendiri.</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Siaran iklan niaga dilarang memuat :</span></li><ol><ol><ol><ol><ol><ol><ol type="a"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">promosi yang berjkaitan dengan ajaran suatau agama atau aliran tertentu, ajaran politik atau ideologi tertentu, promosi pribadi, golongan, atau kelompok tertentu;</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>promosi barang dan jasa yang berlebih-lebihan dan yang menyesatkan, baik mengenai mutu, asal, isi, ukuran, sifat, komposisi maupun keasliannya;</b></span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>iklan minuman keras dan sejenisnya, bahan/zat adiktif serta iklan yang menggambarkan penggunaan rokok;</b></span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>hal-hal yang bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.</b></span></li></ol></ol></ol></ol></ol></ol></ol><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Materi siaran iklan niaga harus dibuat dengan mengutamakan latar belakang alam Indonesia, artis, dan kerabat kerja produksi Indonesia.</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Materi siaran iklan niaga yang disiarkan melalui televisi harus memperoleh tanda lulus sensor dari Lembaga Sensor Film.</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Materi siaran iklan niaga yang disiarkan melalui radio dipertanggungjawabkan oleh lembaga penyiaran yang bersangkutan.</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Siaran iklan niaga untuk anak-anak harus memperhatikan dan mengikuti standar isi siaran televisi untuk anak-anak.</b></span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Siaran iklan niaga dilarang melebihi persentase waktu siaran iklan niaga yang ditetapkan, dan dilarang disisipkan pada acara siaran sentral, sebagaimana di maksud dalam Pasal 35 ayat (2), dan pada acara siaran agama.</b></span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Isi siaran iklan niaga harus sesuai dengan standar isi siaran.</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Lembaga penyiaran mengutamakan untuk menerima dan menyiarakan iklan niaga yang dipasang oleh perusahaan yang menjadi anggota asosiasi perusahaan periklanan yang diakui oleh Pemerintah.</span></li></ol><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 43</b></span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Siaran iklan layanan masyarakat wajib diberi porsi sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari waktu siaran iklan niaga di Lembaga Penyiaran Swasta, dan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) menit dalam sehari bagi Lembaga Penyiaran Pemerintah yang disiarkan tersebar sepanjang waktu siaran.</span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 44</b></span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Ketentuan lebih lanjut mengenai siaran iklan diatur dengan Peraturan Pemerintah.</span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 45</b></span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Ketentuan mengenai penyelenggaraan siaran iklan oleh Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus, diatur dengan Peraturan Pemerintah.</span> </p></span>Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-61100935839122417872010-05-05T14:10:00.000-07:002010-05-05T14:11:26.986-07:00(Dea)<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: medium; "><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Kehadiran televisi di jagad teknologi memang tak dapat dipungkiri menjadi suatu keuntungan. Antusiasme publik terhadap televisi memang fakta yang yang harus kita akui kebenarannya. Televisi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat, kemajuan teknologi informasi telah mempengaruhi kehidupan, perilaku, dan gaya hidup masyarakat. Kecepatan jalur informasi yang dibantu oleh fasilitas teknologi yang mutakhir tentunya menjadi menciptakan kondisi di mana kebutuhan masyarakat akan jalur informasi yang cepat dapat teratasi.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Faktor lain ialah pengemasan program yang menghibur masyarakat. Berita-berita dikemas secara santai, elegan, pembawa berita yang berpenampilan menarik, usia muda, cantik, dan pembawaan yang menyenangkan membuat serta pilihan content yang beragam menjadikan televisi semakin diminati masyarakat</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Namun kelebihan yang didapatkan dari televisi tidak serta merta menjadikan televisi sebagai suatu teknologi yang menguntungkan, karena ternyata di balik itu semua terdapat siaran-siaran televisi yang disadari atau tidak oleh masyarakat melanggar UU Penyiaran yang tentu efeknya kembali mengacu pada masyarakat.Dalam hal ini saya akan fokus pada pelanggaran etika penyiaran terhadap penayangan penangkapan terorisme di televisi.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia bila mengenal kata terorisme. Ledakan bom yang menimpa sebagian kota di Indonesia merupakan bukti bagaimana negeri ini menjadi kian akrab dengan kata tersebut. Hanya saja dalam penayangan penangkapan terorisme yang diangkat oleh sejumlah stasiun TV menyalahi etika penyiaran yang telah dihimpun dalam UU Penyiaran yang dibentuk oleh KPI.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Persaiangan hebat yang melanda media televisi nyatanya mendewakan rating diatas segalanya. Sehingga tak jarang, berita yang menggemparkan layaknya ledakan bom merupakan ajang aji mumpung untuk meningkatakan rating dan share dengan berlindung di bawah tameng keingintahuan masyarakat akan informasi yang diperlukan di saat-saat genting. Berlindung dibawah tameng keingin tahuan masyarakat itulah yang menjadikan stasiun tv berita nasional menjadi semakin gencar dalam menyajikan berita-beritanya. Selain berlomba menjadi yang terdepan dalam meliput peristiwa, tak jarang mereka sengaja menyediakan waktu khusus seperti tayangan live yang memakan durasi lebih dari 1(satu) jam supaya tidak melewatkan detail-detail peristiwa.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Sementara dalih yang diungkapakan stasiun tv ialah sebatas menampilakn karena permintaan dari pemirsa. Secara lugas menyatakan bahwa pasar lah yang menentukan berita seperti apa yang boleh atau tidak boleh untuk ditampilkan. Dan bahwa kekuasaan dari pasar tersebut mutlak dan tidak dapat dibantah. Padahal seharusnya, stasiun tv dapat mencerna istilah pasar sebagai mekanisme penawaran dan permintaan. Sehingga selera pasar yang salah dapat diarahkan menjadi lebih baik. Dan bukan sebuah jaminan bahwa alasan permintaan pasar yang diungkapkan stasiun tv merupakan keinginan original dari pemirasa, bisa jadi pasar tersebut telah direkayasa.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Apabila kejadian ini terus dibiarkan maka nilai moralitas akan terabaikan.dan konsumen yang menonton menjdi disalahkan karena dianggap tidak kritis. Dalam bisnis dinamakan exeternalities, yaitu kehancuran dan imoralitas sosial yang berada di luar tanggung jawab media. Televisi tidak lagi bisa menjadi terdakwa karena pemirsa dinilai dapat menakar resiko dari berita yang ditayangkan.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Oleh sebab itu pelanggaran penayangan sebaiknay disadari dari awal sehingga tidak menjadi suatu momok yang sulit untuk dihapuskan disebbakan alasan ‘terbiasa’. Contoh kasus yang paling mudah ialah upaya penangkapan teroris setelah ledakan bom di Hotel Ritz Carlton dan JW Marriot, yaitu meliputi penyergapan Ibrohim di Tumanggung hingga penembakan DulMatin.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Gencarnya pemberitaan media terhadap kasus penangkapan teroris memnag memiliki efek baik bagi masyarakat yang haus informasi, namun tanpa disadari media upaya peliputan mereka telah mengganggu jalannya pengejaran polisi dalam menangkapan para teroris. Di sisi lain, pemberitaan media yang <i>heboh</i> justru menguntungkan para teroris untuk menyampaikan teror dalam bentuk ketakuatan dan rasa tidak aman khalayak pada negerinya sendiri.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Misalkan pada pemberitaan tentang penyergapan Ibrohim yang disangka Nordin.M Top di Tumanggung. Media memberitakannya selama 24 jam. Di mana di situ terdapat kesalahan yang dilakukan oleh TV One sperti keluar dari garis batas polisi yang ditetapakan dan meng-close up para polisi yang tengah bertugas atau dalam posisi menyerang. Di mana pemberitaan media tersebut justru membuat teroris menjadi mengetahui dimana kelemahan dari penyergapan kepolisian.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Terkadang di sisi lain liputan-liputan yang dihadirkan televisi juga menyudutkan kepolisian untuk menjawab pertanyaan mereka. Pengejaran tersebut apabila membuahkan polisi menjadi terpancing menjawab maka informasi yang beredar di masyarakat justru melemahkan polisi dan menguatakan teroris. Hal itu telah terjadi pada penyergapan di Tumanggung. Di mana itu menjadi hari terakhir media telisi untuk meliput langsung suatu penyergapan, karean setelah kejadian itu Polisi tidak mengijinkan media turut serta karena dikhawatirkan akan membuat kericuhan-kericuhan baru. </span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Bagian yang paling melanggar etika penyiaran ialah saat televisi menayangkan gambar korban ledakan bom, di mana para korban di JW Marriott dan saat menyorot pelaku teroris saat penangkapan Dul Matin di sorot close up dengan wajah yang penuh luka dan masih berdarah. Serta gambar DulMatin yang masih memegang pistolnya.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Kemudian dalam penayangan potongan kepala yang ditemukan di Hotel JW Marriott.Di sisi lain terkadang bebrapa repoter yang terbawa suasana kemudian mengucapkan kata-kata yang berlebihan seperti, “ Inilah potongan kepala dari…..”</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Secara etika penyiaran pelanggrana tersebut melanggar peraturan KPI Nomor 3Tahun 2007 Pasal 30 dan 31. Pada pasal tersebut diungkapakan syarat-sayarat dalam menampilkan gambar-gambar yang berkaitan dengan kekrasana , korban bencana, dan kecelakaan.</span></p><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pada Pasal 30 dinyatakan,</span></p><ol type="a"><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit;</span></li><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">gambar-gambar luka yang diderita korban kekerasan , kecelakaan, dan bencana tidak boleh disorot secara close up(big close up, medium close up, extreme close up)</span></li><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">gambar penggunaan senjata tajam dan senjata api tidak boleh disorot secara close up(big close up, medium close up, extreme close up)</span></li><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh korban, dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan, kecelakaan, dan bencana harus disamarkan.</span></li><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Durasi dan frekuensi penyorotan korban harus dibatasi</span></li><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Dalam siaran radio, penggambaran kondisi korban kkerasan, kecelakaan, dan bencana alam tidak boleh disiarkan secara rinci;</span></li><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Saat –saat kematian tidak boleh disiarkan</span></li><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Adegan eksekusi hukuman mati tidak boleh disiarkan</span></li></ol><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pada Pasal 31, menyatakan tidak boleh memberikan gambaran rinci atau mengclose up tata cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Meskipun tampak sederhana dan sering terewatkan, namun perlu disadari oleh satsiun tv bila penonton tayangan tersebut tidak hanya orang dewasa. Terdapat anak-anak yang tanpa sadar jadi ikut menonton karena ingin tahu. Dengan melihat tayangan tersebut maka akan menimbulkan ketakutan dan tak jarang trauma pada anak-anak.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Selain itu juga terdapat sejumlah pelanggaran penyiaran , terutama saat sebuah stasiun berita swasta salah mengucapkan nama teroris yang berhasil di tembak mati sebagai Nordin M. Top padahal yang tertembak adalah Ibrohim. Dan saat sejumlah stasiun tv berusaha mencari keberadaan Noordin M.Top pada pihak keluarg, terkadang wartawan menanyakan pihak keluraga secara memojokkan. Hal itu tidak dibenarkan mengingat mereka hanya sebagai nara sumber yang juga harus diperlakukan secara baik.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Kejadian di atas juga menyalahi etika penyirana seperti yang telah dirumuskan pada P3/SPS. Di mana dalam P3/SPS terdapat sejumlah prinsip yang harus dipatuhi, yaitu:</span></p><ul type="DISC"><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Akurat</span></li><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Adil</span></li><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Tidak berpihak. Netral</span></li><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Memperlakukan nara sumber denganh ‘fair’</span></li></ul><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Namun dari sekian banyak pelanggaran yang dilakukan televisi, yang paling sering terjadi ialah mendramatisasi peristiwa yang terjadi. Misalkan saat sebuah stasiun tv menyatakan bahwa Noordin M Top tewas dengan mengeaskan. Tubuhnya dilumat oleh peluru-peluru yang dilancarkan 600 anggota Detasemen 88 dan gabungan personel lain. Luka itu belum ditambah dengan bom yang berdaya ledak rendah yang dilemparkan aparat. Material rumah yang berhamburan menimpa tubuh Noordin yang terpojok di kamar mandi. Padahal setelah diketahui ternyata korban yang dikira Noordin ialah Ibrohim dan saat dikonfirmasi oleh Divisi Humas Mabes Polri, pada tubuh Ibrohim hanya diketemukkan 1(satu) luka di punggung. Sisanay sama sekali tidak benar.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Termasuk saat sebuah stasiun tv menyebutkan dalam poroses penyergapan di Tumanggung telah disekap seorang nenek dan ncucunya. Padahal hal tersebut sama sekali tidak benar.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Unsur dramatisasi dan ketidak akuratan memang sering menjadi momok dalam sbeuah liputan, hanay saja pelanggaran tersebut sudah seharusnya dikaitkan dengan visi dan misi media massa(dalam hal ini televisi) untuk menyampaikan informasi yang bersifat edukatif. Dalam arti tidak boleh dilebih-lebihkan sehingga peristiwa terkesan lebih dari kenyataan yang ada.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;"> Bila ini kembali menyangkut masalah rating dan share maka mungkin awalnya pemirasa akantertarik untuk menonton karena berita-berita yang digembor-gemborkan itu, hanya saja, masyarakat tidak bodoh, lama kelamaan masyarakat akan tahu yang sebenaranya melalui stasiun tv lain yang mereka anggap lebih kredibel dan dapat dipercaya.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Hal ini tentu menyalahi UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, di mana disebutkan fungsi pers yaitu untuk menginformasikan, mendidik, menghibur, dan kontrol sosial. Hasilnya fungsi pers yang ideal menjadi bias demi mengejar rating dan share. Sehingga semua upaya dilakukan ‘gaji’ meningkat. Tidak peduli dengann efek yang terjadi di masyarakat, meskipun hal itu berdampak besar.</span><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">\</span><br /><br /><br /><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:180%;"><wbr>Kesimpulan</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Persainganh dalam dunia media(dalam hal ini televisi) memang berat. Meraka harus berlomba siapa yang paling cepat, akurat, detail dalam meliput peristiwa. Tujuannya tidak lain ialah kepercayaan dari khalayak untuk setia pada program berita yang mereka tawarkan. Hanya saja persainagn tersebut dirasa makin menggila, dikal para stasiun tv kemudian mendewakan rating dan share sehingga melupakan kepentingan dari khalayak yang sebenranya fokus utama mereka.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Dalam pemberitaan teroris yang gembar gembor, mtidak jarang media menambahkan bumbu-bumbu yang sadistis demi menarik perhatian khalayak. Hal itu mengingatkan pada sebuah pepatah If it bleeds, its leads. Semakin berdarah-darah semakin meriah atau semakin sensasional akan semakin menarik perhatian. Itulah gambaran dari program berita pertelevisian ketika menayanhkan berita penyergapan teroris.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Namun belum terlambat bagi pertelivisian untuk belajar introspeksi diri dengan pemberitaan yang mereka buat. Kiranay kesalahan dan pelanggaran yang ada bisa menjadi refleksi supaya tidak terjadi lagi di masa mendatang.</span></p></span>Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-64198951377011051472010-05-05T14:09:00.000-07:002010-05-05T14:10:12.504-07:00(Devi)<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: medium; "><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>BAB I</b></span></p><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>PERMASALAHAN</b></span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Penayangan berita pada media elektronik, sering kali tidak memperhatikan berbagai peraturan yang ada. Peraturan-peraturan seperti yang tercatat di Kode Etik Jurnalistik maupun Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia, telah tercatat jelas apa yang boleh dan tidak boleh di lakukan. Contoh pelanggaran yang sering terjadi adalah penayangan berita dengan gambar-gambar yang menunjukkan sadisme, kekerasana, dan lain sebagainya.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pada pemberitaan mengenai Bom Kuningan, berbagai media berlomba-lomba untuk memberikan berita yang terbaru. Meskipun demikian, mereka lupa untuk mengedit gambar-gambar yang di dapatkan. Hasilnya, gambar-gambar korban yang masih berdarah-darah pun dapat tayang di layar kaca para pemirsa. Merasa kurang puas dengan hanya menampilkan gambar korban yang berdarah-darah, berbagai media eletronik bahkan men-<i>zoom</i> wajah berdarah-darah tersebut.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Media elektronik seringkali lupa bahwa yang melihat acara yang ditayangkan bukan hanya orang dewasa, anak-anak di bawah umur pun ikut menontonnya. Penayangan yang menunjukkan kekerasan dan sadisme, akan berdampak besar bagi mental anak-anak. Tidak heran juga jika pada akhirnya akan ada traumatis pada diri anak-anak tersebut.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Tidak cukup pada gambar saja, beberapa stasiun televisi bahkan menyiarkan narasi reporter yang berada di lapangan yang dapat memperparah gambar yang ada. Repoter sering kali terbawa emosi sehingga mengatakan kalimat-kalimat yang berlebihan. Tanpa disadari, narasi tersebut dapat membuat kengerian di masyarakat, terlebih bagi anak-anak yang menonton.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Selain kasus Bom Kuningan, ada juga kasus bentrok antara satpol PP dengan warga dalam memperebutkan makam Mbah Priok. Banyak hal bisa dilihat dari kasus ini diantaranya soal bagaimana televisi menyiarkan kasus ini. Saat terjadi bentrok, banyak televisi menyiarkan secara langsung. Adegan berdarah itupun bisa disaksikan dengan telanjang mata tanpa melalui proses editing.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Korban-korban kekerasan dan bentrok yang terjadi pun ditayangkan secara vulgar tanpa adanya sensor. Aksi lempar melempar batu pun ditayangkan tanpa adanya sensor. Ketika terjadi penyensoran pun, bagian yang disensor bukanlah bagian-bagian yang semestinya. Darah-darah yang masih mengalir pada tubuh korban tidak dihilangkan maupun disamarkan. Penggunaan senjata tajam dan senjata api pun disorot oleh media elektronik. Bahkan durasi dan frekuensi penayangan pun seolah-olah tidak terbatas dan mengalami pengulangan gambar yang sama.</span><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></p><p align="center"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>BAB II</b></span></p><p align="center"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>PERATURAN</b></span></p><ul type="DISC"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA</b></span></li></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>NOMOR 03 TAHUN 2007</b></span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>TENTANG</b></span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>STANDAR PROGRAM SIARAN</b></span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 30</b></span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Lembaga penyiaran harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan untuk</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">memperlihatkan realitas dengan pertimbangan akan efek negatif yang ditimbulkan. Karena</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">itu, penyiaran adegan kekerasan dan kecelakaan harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">a. adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit, berlebihan, dan vulgar;</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">b. gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan dan kecelakaan tidak boleh disorot dari dekat <i>(close up, medium close up, extreme close up)</i>;</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">c. gambar penggunaan senjata tajam dan senjata api tidak boleh disorot dari dekat</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">(<i>close up, medium close up, extreme close up</i>);</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">d. gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh korban dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan, kecelakaan dan bencana, harus disamarkan;</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">e. durasi dan frekuensi penyorotan korban yang eksplisit harus dibatasi;</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">f. dalam siaran radio, penggambaran kondisi korban kekerasan dan kecelakaan tidak boleh disiarkan secara rinci;</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">g. saat-saat menjelang kematian tidak boleh disiarkan;</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">h. adegan eksekusi hukuman mati tidak boleh disiarkan;</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">i. demi memberi informasi yang lengkap pada publik, lembaga penyiaran dapat menyajikan rekaman aksi kekerasan perorangan maupun kolektif secara eksplisit.</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Namun rekaman tersebut tidak dapat disiarkan diluar pukul 22.00 - 03.00 dan tidak</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">boleh menimbulkan rasa ngeri dan trauma bagi khalayak.</span></p></ul><ul type="DISC"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kode Etik Jurnalistik pasal 4 :</span><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;"> </span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kode Etik Jurnalistik AJI (Aliansi Jurnalistik Indonesia) no 12 : Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual.</span></li></ul><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>BAB III</b></span></p><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>ANALISIS</b></span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat memperoleh informasi dan berkomunikasi seluas-luasnya. Sebelumnya, informasi yang diperoleh masyarakat sangatlah sedikit. Bahkan masyarakat tidak dapat mengetahui sesuatu secara luas. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Oleh karena itu, kebebasan pers sangatlah diperjuangkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang. Oleh karena itu pers dituntut profesional dalam melakukan pekerjaannya dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas, serta profesionalisme. Oleh karena itu, dibuatlah peraturan-peraturan yang mengatur kemerdekaan pers tersebut.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Seiring dengan berjalannya waktu, dunia pers pun semakin berkembang. Perkembangan dunia pers pun tidak lepas dengan iringan perkembangan teknologi media yang digunakan.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Media elektronik sebagai media yang memiliki pemirsa terbanyak saat ini, mendapat sorotan lebih dari anggota Komisi Penyiaran. Hal tersebut juga dikarenakan media televisi menggunakan frekuensi yang sifatnya adalah milik umum.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Namun demikian, seringkali terjadi pelanggaran pada berbagai peraturan yang berlaku. Mulai dari Kode Etik Jurnalistik maupun peraturan Komisi Penyiaran Indonesia. Pada beberapa kasus belakangan ini, pelanggaran yang sering terjadi adalah seputar liputan berdarah yang di tampilkan oleh media televisi.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Menurut Kode etik Jurnalistik, Kode Etik Jurnalistik AJI, Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia, penayangan gambar yang berdarah-darah haruslah melalui proses pegeditan di mana nantinya gambar akan dikaburkan maupun dihilangkan. Pada kenyataannya, untuk mengejar rating, stasiun televisi tidaklah memperhatikan hal tersebut lagi. Bagi mereka, rating, share, dan kecepatan dalam menyampaikan berita adalah hal yang pertama dan terutama. Menyebabkan, pelanggaran-pelanggaran pun disepelekan.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Media televisi tidak menyadari dampak berkepanjangan pada para penonton tayangan tersebut. Pada dasarnya, tayangan tersebut dapat menciptakan suatu ketakuatan sendiri dalam diri seseorang yang menontonnya. Bahkan dapat menimbulkan traumatik pada diri anak-anak yang turut menyaksikan tayangan tersebut.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Tidak puas hanya dengan menampilkan gambar, kerapkali pada media televisi juga menampilkan narasi-narasi yang turut membangun suasana yang menyeramkan. Hal ini dipengaruhi oleh emosi dan perasaan dari para reporternya. Namun demikian, hal tersebut dapatlah menciptakan suatu ketakutan berlebih dalam diri seseorang.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Oleh karena berbagai macam hal tersebut, penayangan gambar yang masih berbau sadisme dan kekerasan, dengan menampilkan korban berdarah, kegiatan baku hantam, sangatlah tidak etis. Tidak hanya melanggar peraturan-peraturan yang ada tetapi juga membentuk pola pikir, ketakutan, traumatik bagi berbagai kalangan terlebih anak-anak.</span><br /> </p></span>Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-15797824112447194532010-05-05T14:07:00.000-07:002010-05-05T14:08:52.245-07:00(Ega)<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: medium; "><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>BAB I</b></span></p><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>PENDAHULUAN</b></span><br /></p><ol><ol type="1"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kasus</span></li></ol></ol><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kekerasan di sekitar makam Mbah Priok, Jakarta Utara</span><br /></p></ul><ol><ol type="1" start="2"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Asal Mula Kasus</span></li></ol></ol><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kasus ini bermula dari sengketa antara pihak PT Pelindo II dengan pihak ahli waris Habib Hasan bin Mohammad Haddad atau Mbah Priok. Mbah Priok adalah penyebar agama Islam di Jakarta Utara pada abad ke-18. Dia berasal dari Pulau Sumatera. Menurut Habib Ali, keturunan langsung Mbah Priok, ulama yang dilahirkan pada tahun 1727 masehi di Ulu Palembang ini memiliki nama asli Al Imam Al`Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA. Sejak kecil Habib Hasan memang tekun mempelajari dan mendalami agama Islam. Pada tahun 1756, Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA bersama Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad RA pergi ke pulau Jawa dengan tujuan menyiarkan agama Islam bersama tiga orang azami dari Palembang dengan menggunakan perahu layar. Seperti yang dikutip dari <a href="http://pulauseribujakarta.com/" target="_blank">pulauseribujakarta.com</a>.</span><br /></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Persengketaan telah terjadi selama bertahun-tahun dan telah dibawa ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Para ahli waris mengklaim kepemilikan tanah di lokasi tersebut dengan mendasar pada Eigendom Verponding no 4341 dan no 1780 di lahan seluas 5,4 Ha. Namun PN Jakarta Utara pada tanggal 5 Juni 2002 telah memutuskan tanah tersebut secara sah adalah milik PT Pelindo II. Hal ini sesuai dengan hak pengelolaan lahan (HPL) Nomor 01/Koja dengan luas 145,2 hektar. </span><br /></p></ul><ol><ol type="1" start="3"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kronologi Kasus </span><a href="http://indonesianvoices.com/index.php?option=com_content&view=article&id=201:kronologis-bentrokan-warga-dengan-pol-pp-di-makam-mbah-priok&catid=1:latest-news&Itemid=50" target="_blank"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;color:#0000FF;"><u>http://indonesianvoices.com/<wbr>index.php?option=com_content&<wbr>view=article&id=201:<wbr>kronologis-bentrokan-warga-<wbr>dengan-pol-pp-di-makam-mbah-<wbr>priok&catid=1:latest-news&<wbr>Itemid=50</u></span></a><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"></span></li></ol></ol><br /><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>Kronologis Bentrokan Warga dengan Satpol PP di Makam Mbah Priok</b></span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Bentrokan berdarah di Makam Mbak Priok dekat Pelabuhan Peti Kemas Tanjung, Koja, Jakarta Utara pada hari Rabu, 14 April 2010 lalu membuat kita miris. Bagaimana kerusuhan warga dengan Satpol PP ini bisa terjadi?</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kisah Guru Besar Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad yang sangat dihormat warga di sekitar Jakarta Utara ini memang telah menyatu dengan kisah Tanjung Periuk sebagai yang sekarang ini dikenal sebagai pelabuhan peti kemas. Tanjung Priok merupakan lokasi perdagangan dagang dengan pelabuhan yang ramai,apalagi dizaman Belanda. Pelabuhan sunda kelapa yang terkenal terlebih dahulu sangat ramai dikunjungi pedagang dari seantro dunia. Sekarang ini namanya berubah menjadi Pelabuhan Tanjung Priok.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Mbah Priok atau Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad adalah penyebar agama Islam di Jakarta Utara pada abad ke-18. Dia berasal dari Pulau Sumatera. Menurut Habib Ali, keturunan langsung Mbah Priok, ulama yang dilahirkan pada tahun 1727 masehi di Ulu Palembang ini memiliki nama asli Al Imam Al`Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA. Sejak kecil Habib Hasan memang tekun mempelajari dan mendalami agama Islam. Pada tahun 1756, Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA bersama Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad RA pergi ke pulau Jawa dengan tujuan menyiarkan agama Islam bersama tiga orang azami dari Palembang dengan menggunakan perahu layar. Seperti yang dikutip dari <a href="http://pulauseribujakarta.com/" target="_blank">pulauseribujakarta.com</a>.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Habib sampai di tanah Batavia (Jakarta) awalnya karena perahu yang tertimpa badai ketika hendak melintas di dekat Batavia. Menurut cerita yang dipercaya masyarakat, Habib selamat karena menemukan periuk. Dengan periuk itulah habib berhasil menepi ke Batavia. Sejak itu, Habib Hasan tinggal di Batavia dan menyiarkan agama Islam di sana. Habib akhirnya selamat dari terpaan badai tersebut. Di tempatnya mendarat itulah dinamai Tanjung Priok.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Komplek makam tersebut pada awalnya merupakan rumah dan pesantren tempat Habib tinggal dan mengajar siar Islam. Setelah beliau wafat didikuburkan di kompek tersebut. Makam di Koja ini kemudian dikenal sebagai makam Mbah Priok. Komplek itu lama kelamaan menjadii tempat penguburan bagi banyak warga sekitarnya. Sampai sekarang pesantren yang didirikan Habib tersebut tetap ada dalam bentuk masjid dan majelis taklim yang ramai dikunjungi para jemaah.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Untuk mengenang perjuangan habib, pengikutnya membangun makam sekaligus masjid untuk mengadakan majelis taklim. Tempat itu kemudian dikenal luas. Tiap akhir pekan, sampai sekarang, sedikitnya 2000 orang mengikuti pengajian di masjid yang didirikan di sana. Apalagi disaat-saat tertentu yang dating dalam pengajian tersebut bisa sampai 10.000-an jemaah baik Jakarta maupun dari wilayah lainnya.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kerusuhan di Makam Mbah PriokAdanya kompek Mbah Priok tersebut yang sekarang ini bersisi rumah, makam dan masjid tersebut sebenarnya sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka, Pemda DKI Jakarta, dan apalagi Pelindo. Komplek itu sebenarnya dulunya luas sekitar 90 ribu ha tetapi oleh ahli waris hanya dipertahankan sekitar komplek itu saja, sedangkan yang lainnya dibiarkan untuk kepentingan umum, walau pada akhirnya diperebutkan para investor yang sering-sering dapat sertifikat tanah, tetapi tidak pernah berhubungan dengan ahli waris. Apalagi lokasi Tanjung Priuk ini adalah lokasi bisnis yang menggiurkan dan sebagai pusat pelabuhan barang yang sangat ramai di Jakarta.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Menurut Zulhendri Hasan, salah seorang kuasa hukum ahli waris, tanah seluas 90 hektar yang diklaim Pelindo miliknya adalah hanya berdasarkan Hak Penggunaan Lahan (HPL) No 1 tahun 1987 dan bukan sertifikat tanah, itupun tidak termasuk tanah makam. "Itu tidak termasuk tanah seluas 54 ribu meter persegi milik ahli waris,"kata Zulhendri seperti yang dikutip dari Tempo Interaktif. Sedangkan Pihak Ahli Waris memegang bukti berupa surat Akte Van Eigendom No. 1268 yang dibuat di depan notaris GH Thomas di Batavia pada 25 Juli 1934.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Di depan gerbang makam Mbah PriokDi pihak lain Wakil Walikota Jakarta Utara Atma Sanjaya mengatakan bahwa penertiban komplek pemakaman sudah sesuai dengan Instruksi Gubernur DKI nomor 132/2009 tentang Penertiban Bangunan. Sebab, kata dia. bangunan itu berdiri di alas lahan milik PT Pelindo sesuai dengan hak pengelolaan lation (HPU Nomor Ol/Koja dengan luas 1.452.270 meter persegi seperti yang dikutip dari <a href="http://bataviase.co.id/" target="_blank">bataviase.co.id</a>.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Bagi ahli waris hal tersebut di tidak sesuai, sebab, areal pemakaman dan masjid ini telah memiliki sertifikat resmi yang dikeluarkan pada zaman pendudukan Belanda. Ada yang menyebut makam ini sebenarnya sudah dipindahkan ke TPU Semper pada tanggal 21 Agustus 1997 dengan surat keputusan No 80/-177.11 dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI. Tetapi ahli waris yang memang tinggal ditempat tersebut bahwa makam Habib tidak berada di lokasi yang dibongkar oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pihak Pemprov menyatakan, tidak pernah berencana akan melakukan penggusuran, namun hanya upaya eksekusi lahan dan bangunan liar di kawasan makam yang merupakan lahan milik Pelindo, tetapi informasi yang berbeda diberikan Wakil Gubernur DKI ketika wawancara di TVOne mengatakan bahwa kompek pekuburan dan masjid tersebut akan diganti dengan monument 100 m2.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pada 22 Februari, pengelola masjid menerima surat perintah untuk mengosongkan lahan seluas 5,4 hektar yang diklim milik PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. Surat tersebut ditandatangani Walikota Jakarta Utara atas instruksi Gubernur DKI Jakarta. Tetapi pengosongan komplek tersebut ditentang oleh para pengurus masjid, Majelis Taklim dan santri yang akhirnya memicu bentrokan.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Bentrokan dipicu upaya pemerintah kota Jakarta Utara untuk mengosongkan areal seluas 5,4 hektar itu yang mendapat perlawanan dari jemaah masjid dan warga yang dibantu ormas Forum Betawi Rempug dan Front Pembela Islam. Bentrokan tersebut semakin membesar dan menjadi pertikaiaan berdarah. Lebih dari seratus orang, baik dari warga maupun petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan polisi mengalami luka-luka.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kerusuhan ini dimulai dengan merangsak masuknya Satpol PP ke gerbang yang didalamnya terdapat warga yang ingin melindungi komplek tersebut. Sebenarnya didalam kompek tersebut sedang terjadi kompromi yang diinisiatori oleh DPRD Jakarta Utara, tetapi ternyata gagal karena serbuan Satpol PP menimbulkan perseteruan yang sengit. Anggota DPRD Jakarta Utara juga sempat terkena pukulan dari petugas yang merangsak masuk komplek tersebut. Rencana perwakilan anggota DPRD Jakut ini akan mempertemukan dan menyelesaikan permasalahan dengan damai, tetapi apa yang terjadi dilapangan sangat tidak diperkirakan.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Warga semakin marah mengetahui bahwa ada korban warga yang dipukuli Satpol PP secara beringas. Melihat kondisi bentrokan yang semakin parah pihak polisi pun akhirnya menyemprotkan air dari Mobil Water Canon untuk membubarkan massa. Namun ini tidak berhasil, sebab massa yang menolak pembongkaran Makam Mbah Priok, membalas dengan lemparan batu.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Polisi akhirnya menembakkan gas air mata. Beberapa orang yang dianggap provokator, juga ditangkap polisi. Massa yang sudah tercerai berai, meninggalkan beberapa kendaraan mereka. Karena panik, seorang warga bersembunyi di got kotor tertangkap polisi. Sedangkan sejumlah warga lainnya menyelamatkan diri ke dalam makam, dan rumah seorang habib. Seorang anak yang berusaha keluar komplek untuk membeli air mineral pun tidak luput dari pukulan Satpol PP.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Warga yang diselamatkan Polisi dari amukan Satpol PPDi luar warga yang mengatahui akan adanya penggusuran komplek tersebut semakin banyak mengrumun dan secara sepontan mereka melakukan bantuan terhadap warga yang berada di dalam komplek Mbak Priok yang semakin terdesak. Bantuan dari luar ini menimbulkan bentrokan yang seimbang yang akhirnya Satpol PP mundur.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pada pukul 3 sore sebenarnya sudah ada perintah mundur pada Satpol PP dan Polisi tetapi kondisi masih terjebak didalam pelabuhan. Akhirnya bantuan dari laut dilakukan. Mereka diangkut dengan kapal laut. Pada petang dan sore hari masa yang sudah semakin panas membakar kendaraan petugas yang ditinggalkan. Tiga orang korban bentrokan yang meninggal dalam kerusuhan tersebut bernama Ahmad Tadjudin, M Soepomo dan Israel Jaya. Soepono ditemukan oleh petugas keamanan terminal dan kemudian dibawa ke Rumah Sakit Koja oleh petugas Palang Merah Indonesia (PMI). Korban ketika anggota Satpol PP yang bernama Isreal Jaya yang sempat dirawat dirumah sakit Koja, kemudian dirujuk di Rumah Sakit Tarakan dan menghembuskan napas di rumah sakit ini. Kemudian jenazahnya diotopsi di RS Cipta, setelah itu dipulangkan ke rumah duka di Jati Bening Bekasi, Jawa Barat.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) mengutuk kebrutalan yang dilakukan oleh aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Kelurahan Koja, Tanjung Priok. Demikian juga Komnas HAM yang menyatakan bahwa arogansi petugas tersebut adalah sebuah pelanggaran HAM.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Demikian juga dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan prihatin dengan bentrokan antara Satuan Polisi Pamong Praja dengan massa di areal makam dan masjid Mbah Priok. "Kami sangat prihatin. Kami minta bentrokan segera dihentikan. Kami minta semua pihak menahan diri agar tidak jatuh korban yang lebih banyak," kata KH Said Aqil Siroj, Ketua Umum PBNU di Jakarta, Rabu seperti dilansir Antara. Kekecewaan lain juga muncul atas kasus tersebut seperti dari FPKB, Ketua Muhammadiyah, dan Forum Betawi Rempug. Himpunan Mahasiswa Islam dan Serikat Rakyat Miskin Kota berunjuk rasa. Mereka menyatakan menolak pembongkaran makam Mbah Priuk di Koja, Jakarta Utara, yang berujung kerusuhan pada Rabu kemarin.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sebenarnya masih banyak tokoh nasional lain juga yang kecewa dan sedih dengan kasus pelanggaran HAM dan keberutalan massa yang seharusnya tidak perlu terjadi ini. Jika saja petugas memahami faktor sosial masyarakat dan menghindari cara-cara anarkisme yang merugikan semua pihak ini. Terkesan kepentingan pengusaha menjadi nomor satu di bandingkan hak dasar dari warga dan rakyat banyak. Hak dasar berupa perlindungan, keamanan dihilangkan demi kepentingan investor. Mereka para pejabat tidak sadar bahwa gaji yang mereka dapatkan berasal dari pajak yang harus dibayar oleh rakyat. Mereka juga dipilih oleh rakyat. Nyatanya mereka melukai hati rakyat.</span><br /><br /><br /><br /><br /><br /></p><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>BAB II</b></span></p><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>PERUNDANG-UNDANGAN</b></span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Dari uraian kasus yang telah dijelaskan di atas, pemberitaan yang ada di media elektronik (televisi) telah melanggar, sebagai berikut.</span><br /></p><ul type="DISC"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kode Etik Jurnalistik</span></li></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 4</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Wartawan Indonesia tidak boleh membuat berita bohong, fitnah, <b><u>sadis</u></b>, dan cabul.</span><br /></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Penafsiran</span></p></ul><ol type="a"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b><u>Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.</u></b></span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis, atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.</span></li></ol><br /><br /><ul type="DISC"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Undang-Undang Penyiaran No 32 Tahun 2002</span></li></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 36 Nomor 5</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Isi siaran dilarang:</span></p></ul><ol type="a"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b><u>menonjolkan unsur kekerasan</u></b>, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang; atau</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.</span></li></ol><br /><br /><ul type="DISC"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Standar Program Siaran (SPS)</span></li></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 26 Nomor 3</span></p></ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Adegan kekerasan dan sadisme dilarang sebagai berikut:</span></p></ul><ol type="a"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b><u>menampilkan secara detil (big close up, medium close up, extreme close up) korban yang berdarah-darah</u></b>, korban/mayat dalam kondisi tubuh yang terpotong-potong, dan <b><u>kondisi yang mengenaskan lainnya</u></b>;</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b><u>menampilkan adegan penyiksaan secara close up dengan atau tanpa alat (pentungan/pemukul, setrum, benda tajam) secara nyata, terkesan sadis dan membuat pemirsa merasa ngeri</u></b>, seperti: menusuk dengan pisau, jarum atau benda lain, sehingga darah menyembur dan mengeluarkan isi tubuh, serta menembak dari dekat;</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">pembunuhan yang dilakukan dengan sadis baik terhadap manusia maupun hewan, seperti: memotong-motong bagian tubuh, menggantung dengan maksud menyiksa/membunuh;</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">memakan manusia dan/atau hewan yang tidak lazim untuk dikonsumsi;</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">adegan bunuh diri secara detil, seperti: menembak kepala dengan pistol atau menusuk dengan pisau/pedang; dan/atau</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">menampilkan wajah pelaku bunuh diri secara detil.</span></li></ol><br /><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 28</span></p></ul><ol type="1"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">program siaran pemberitaan kekerasan secara eksplisit dan rinci dibatasi.</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pembatasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berupa:</span></li><ol type="a"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b><u>tindakan kekerasan dan sadisme yang dilakukan secara massal harus disamarkan</u></b>.</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b><u>Wajah dan/atau suara pelaku maupun korban tindakan kekerasan dan sadisme yang dilakukan secara individu dan/atau kelompok harus disamarkan.</u></b></span></li></ol></ol><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>BAB III</b></span></p><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>ANALISIS</b></span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Dalam prakteknya, lembaga penyiaran mengalami kendala-kendala di lapangan. Diantaranya seperti, kameraman dan reporter bekerja dikendalikan oleh produser tetapi mereka tidak bekerja dalam kesepahaman isi siaran. Kameraman bekerja sendiri mengambil gambar secara langsung (fakta yang terjadi di tempat peristiwa). Sedangkan reporter tidak bisa melihat secara jelas gambar yang diambil oleh kameraman. Sehingga narasi dan gambar yang disajikan stasiun televisi tidak cocok satu sama lain. </span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Itulah yang disebut dengan resiko berita siaran langsung. Tidak dapat di edit karena tidak sempat dan dikejar oleh tuntutan waktu yg harus cepat tayang. Hal ini dikatakan oleh Retno Santi, perwakilan dari Metro TV, pada Suara Pembaruan (5 Mei 2010).</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Situasi semacam kasus di Tanjung Priok, Jakarta Utara, ini menjadi perhatian semua pihak. Dan publik mempertanyakan dimana peran KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) saat itu. Kewenangan KPI sebagai regulator penyiaran tetap bisa berlangsung. Namun, sayangnya KPI tidak bisa menegur stasiun-stasiun televisi yang menayangkan aksi kekerasan dalam kasus tersebut. Mengapa? Karena status KPI yang missioner alias ‘kosong’. Maksudnya adalah anggota-anggota KPI habis masa jabatan per tanggal 31 Maret 2010 sehingga pelanggaran-pelanggaran yang ada tidak dapat dip rotes oleh KPI. Tetapi idealnya, tidak boleh ada kekosongan penegak regulasi. Hal ini supaya tayangan-tayangan televisi dapat dikendalikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sebagai solusi lainnya, publik dapat melakukan pengaduan tersebut ke dewan pers karena pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh stasiun televisi menyangkut tentang kode etik jurnalistik.</span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Lembaga penyiaran harus mendidik para reporter, kameraman dan produser, untuk mempelajari dan melaksanakan kode etik jurnalistik sebenar-benarnya. Hal ini ditujukan untuk melindungi kepentingan publik dalam menerima informasi-informasi.</span></p></span>Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-83522905670279698282010-05-05T14:05:00.000-07:002010-05-05T14:06:06.221-07:00Kasus Indy Rahmawati Terkait Kode Etik Jurnalistik (Abenk)<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: medium; "><p><span style="font-family:Calibri;font-size:180%;"><b>PENDAHULUAN</b></span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Kita dapat melihat bahwa media massa berkembang pesat saat ini. Perkembangan media massa yang sedemikian pesatnya membuat kompetisi antar masing-masing media menjadi ketat. Setiap media berambisi untuk menjadi yang terdepan dan tercepat dalam mengabarkan sebuah peristiwa. Sehingga dengan mudahnya media melemparkan isu kepada masyarakat agar masyarakat mau mengikuti terus perkembangan berita tersebut. Media berusaha mencari <i>news maker</i> dan sesegera mungkin menjadi yang pertama dalam memberitakannya.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Persaingan yang sedemikian ketatnya terkadang harus mengorbankan beberapa hal. Sebagai contoh, karena media massa saat ini banyak maka media cenderung mengutamakan kecepatan dalam menyampaikan berita ketimbang keakuratan dari berita tersebut. Media seakan-akan tidak melakukan check and recheck ketika melontarkan sebuah berita. Hasilnya, berita yang disampaikan tadi menjadi salah kaprah. Contohnya peristiwa penggerebekkan di Temanggung, salah satu stasiun televisi mengklaim bahwa teroris di dalam rumah yang digerebek tersebut adalah Noordin M. Top, buronan teroris yang paling dicari, namun ternyata bukan.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Padahal dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ)dikatakan bahwa berita haruslah akurat, faktual dan objektif. KEJ dibuat untuk menjadi pedoman moral bagi para jurnalis untuk melakukan kegiatan kewartawanan. Pada tulisan ini saya akan membahas mengenai kasus yang menimpa Indy Rahmawati, presenter sekaligus produser <i>Apa Kabar Indonesia</i> <i>(pagi)</i>. Indy dituduh telah melakukan pembohongan publik dengan mendatangkan makelar kasus palsu, Andris Ronaldi. </span><br /></p><p><span style="font-family:Calibri;font-size:180%;"><b>MASALAH</b></span></p><p> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pada tulisan ini, saya mencoba membahas masalah Indy Rahmawati, produser sekaligus presenter acara Apa Kabar Indonesia di TV One. Indy dituding telah menghadirkan makelar kasus (markus) palsu dalam acara tersebut.</span></p><p> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Dalam acara yang disiarkan secara live oleh TV One, 18 maret 2010, TV One menghadirkan seorang narasumber, Andris Ronaldi, yang mengaku sebagai makelar kasus dalam diri Kepolisian Indonesia. Kemudian pihak kepolisian mencari Andris dan setelah diperiksa ternyata Andris adalah markus palsu. </span><br /></p><ul><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kamis, 08/04/2010 23:14 WIB<br />Kasus Markus Palsu di TVOne<br />Indy Rahmawati: Saya Tidak Sekotor Itu<br /><b>Anwar Khumaini</b> - detikNews</span><br /></p></ul><ul><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Jakarta</b> - Presenter Apa Kabar Indonesia Pagi di TVOne Indy Rahmawati (IR) dituduh Mabes Polri menayangkan makelar kasus (markus) palsu, Andris Ronaldi. Atas tuduhan ini, Indy dengan tegas membantahnya.<br /><br />Bantahan Indy tersebut diposting dalam Twitter yang diposting oleh salah satu rekan Indy Rahmawati, Apni Jaya Putra. Apni adalah karyawan RCTI yang saat ini diperbantukan di SUN TV.<br /><br />"Bang Apni tau lah, ga mungkin aku merekayasa markus palsu, or bikin skenario. Gak sekotor itu aku, bang!" demikian bunyi SMS Indy yang diposting di Twitter, Kamis (8/4/2010).<br /><br />Indy Rahmawati hingga saat ini belum bisa dimintai konfirmasi. Detikcom yang mengirim pesan singkat untuk meminta konfirmasi belum dibalas.<br /><br />Di akun Twitternya, Indy terakhir kali menulis status 'Dear problems, my GOD is greater than you'. Tulisan tersebut diposting satu jam yang lalu, saat detikcom membukanya sekitar pukul 23.10 WIB. <br /><br />Di kalangan koleganya, Indy dikenal sebagai wartawan yang tangguh dan pekerja keras. Indy bukanlah tipe presenter yang genit dan tidak bertingkah bak diva. "Meski Indy kian meroket popularitasnya, Indy tetap low profile. Jarang mengeluh. Integritasnya tinggi. Saat anaknya sakit pun Indy tetap membereskan pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab," tutur salah seorang koleganya.<br /><br />Untuk diketahui, Mabes Polri mengadukan presenter Indy Rahmawati ke Dewan Pers atas dugaan merekayasa pemberitaan markus. Markus yang diwawancarai Indi ternyata adalah seorang tenaga lepas di media hiburan, Andris Ronaldi. Andris mengaku dibayar Rp 1,5 juta untuk tampil di acara Apa Kabar Indonesia di TV0ne. <b>(anw/ndr)</b></span></p></ul><p> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Dari artikel berita di atas, disebutkan bahwa Indy tidak punya niat melakukan tindakan pemalsuan. Namun, hasil pemeriksaan polisi tidak senada dengan apa yang diutarakan Indy. Menurut polisi, setelah melakukan pemeriksaan, Andris adalah markus palsu. Di dalam artikel yang ditulis wartawan Detik News di atas, Andris juga mengaku telah dibayar untuk tampil dalam acara Apa Kabar Indonesia.</span></p><p> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pihak kepolisian kemudian mengadukan perkara ini kepada Dewan Pers agar masalah ini diusut tuntas. Polisi menilai bahwa TV One telah melakukan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Indonesia (KEJI) dan melanggar Undang-Undang Pers sehingga perlu mendapat sanksi. Sedangkan dari pihak TV One menampis dugaan tersebut, sebab apa yang ditudingkan oleh pihak kepolisian tidaklah benar.</span><br /></p><ul><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Perwakilan <i>TVOne</i> Datangai Dewan Pers</span></p></ul><ul><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Senin, 12 April 2010 16:31 WIB </span><br /></p></ul><ul><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>JAKARTA--MI: </b>Ketua Dewan Pers Bagir Manan di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih Jakarta, Senin (12/4) menerima kru <i>TVOne</i> untuk mengklarifikasi terkait tuduhan kepolisian bahwa televisi itu melakukan rekayasa pada siaran dengan topik makelar kasus (markus) pada 18 Maret 2010. <br /><br />Bagir Manan didampingi sejumlah anggota Dewan Pers, antara lain, Uni Zulfiani Lubis, Agus Sudibyo, Wina Armada, Bekti Nugroho dan M Ridho Eisy. Sedangkan dari <i>TVOne</i>, antara lain hadir, presenter Indi Rahmawati, Produser Eksekutif Alfito Deanofa dan General Manager News&Sports Totok Suryanto. <br /><br />Pertemuan berlangsung tertutup dan dijanjikan adanya keterangan pers setelah pertemuan. Pertemuan ini atas inisiatif Dewan Pers setelah pada pekan lalu menerima delegasi dari Mabes Polri. <br /><br />Kepolisian telah menangkap dan menetapkan Andris Ronaldi sebagai tersangka kasus rekayasa makelar kasus pada acara yang diselenggarakan televisi itu. Saat itu, Indi Rahmawati memandu acara tersebut. <br /><br />Dalam keterangan kepada polisi, Andris mengungkapkan, <i>TVOne</i> telah memaksanya untuk menjadi seseorang yang berprofesi sebagai markus, padahal sebelumnya disepakati bahwa topik pembahasannya adalah mengenai PJTKI. Andris mengaku disodori naskah oleh <i>TVOne</i> dan dirinya hanya menyampaikan atau membacakan sesuai naskah yang disodorkan. <br /><br />Namun <i>TVOne</i> menyatakan, tidak merekayasa narasumber. "Tidak masuk akal, kami menyiapkan naskah berupa pertanyaan dan jawaban. Kami tidak sembarangan menetapkan narasumber," kata Alfito. <br /><br />Totok menyatakan, pihaknya tidak pernah melakukan rekayasa. Pengelola stasiun televisi telah beberapa kali menayangkan Andris Ronaldi dalam kaitan makelar kasus. <i>TVOne</i> juga sudah melakukan verifikasi sehingga yakin bahwa Andris benar-benar markus. (Ant/OL-06)</span></p></ul><p> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Jika kita melihat berita di atas, kedua belah pihak saling membenarkan diri atas tindakan yang telah mereka lakukan. Di sini peran Dewan Pers sangat signifikan guna menyelesaikan perkara tersebut. TV One sebagai institusi media haruslah tunduk pada Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers. Apabila terbukti melanggar, Dewan Pers berhak memberikan Sanksi. Terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah, saya mencoba melihat dan menganalisi mengenai perkara ini dilihat dari Kode Etik Jurnalistik.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:180%;"><b>ANALISIS</b></span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Sebelum masuk ke dalam analisis, saya teringat akan sebuah tulisan yang pernah saya baca yang tertulis di Kompasiana. Tulisan tersebut ditulis oleh seorang wartawan dalam menanggapi kasus Indy Rahmawati ini. Dalam Tulisan tersebut dikatakan bahwa kasus Indy (jika memang benar melakukan pemalsuan) mirip dengan sebuah kasus klasik yang cukup populer yakni kasus Janet Cooke.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Cooke yang nama lengkapnya Janet Leslie Cooke adalah wartawati yang dinyatakan sebagai pemenang hadiah bergengsi Pulitzer tahun 1981. Cooke menulis laporan fiktif berjudul <i>Jimmy’s World</i>, yakni kisah seorang anak berusia delapan tahun yang digambarkan Cooke sebagai pecandu kokain atau obat bius. Tulisannya dimuat di koran bergengsi <i>The Washington Post</i>, 29 September 1980.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Cooke menggambarkan tokoh Jimmy sebagai anak kecil yang kulitnya penuh cacahan jarum suntik kokain. Tulisan itu sedemikian menggetarkan banyak pembaca, yang kemudian jatuh simpati kepada Jimmy, termasuk walikota Washington saat itu. Sang walikota meminta polisi mencari dan menjemput Jimmy untuk sebuah pengobatan, tetapi polisi gagal menemukan Jimmy, karena Jimmy hanya tokoh rekaan Cooke semata.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Akibat tindakan yang telah dilakukan oleh Cooke tersebut, maka ia harus mengembalikan hadiah Pulitzer kepada panitia dan mengaku terus terang kalau dirinya sudah merekayasa narasumber untuk membuat laporan fiktif. Cooke telah merekayasa seakan-akan Jimmy adalah nyata, padahal fiktif belaka!</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Sekali lagi, andai apa yang dilakukan Indy adalah kebohongan publik dengan memanipulasi narasumber, rasanya apa yang dilakukannya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan Cooke, meski dengan cara yang sedikit berbeda.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Gambaran soal kasus yang menimpa Janet Cooke ini hampir mirip dengan kasus yang terjadi dengan Indy Rahmawati. Cooke memanipulasi berita dengan menciptakan tokoh fiktif karangannya agar tulisannya dibaca dan menjadi pokok perbincangan banyak orang. Terbukti, sebelum diketahui bahwa apa yang ditulis oleh Cooke adalah palsu, tulisannya ini mendapat sorotan dari banyak pihak termasuk walikota Washington bahkan sampai mendapat hadiah Pulitzer. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah Indy melakukan hal yang serupa? Menghadirkan sebuah kebohongan dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian dan untuk mendongkrak rating?</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Menurut saya, kejadian ini tidak bisa sepenuhnya menjadi tanggung jawab Indy Rahmawati. Sebagai sebuah institusi berita seharusnya TV One juga terlibat dan ikut bertanggung jawab. Indy hanyalah bagian dari korporasi media tersebut. Jadi tuduhan bukan semata-mata ditujukan kepada Indy seorang saja.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Saya tidak berniat untuk menyalahkan atau bahkan menuduh Indy maupun TV One telah melakukan penipuan. Akan tetapi saya hanya mencoba melihat dan menganalisis, terlepas dari perkara benar atau salah. Sebagai seorang wartawan, saya rasa Indy paham betul mengenai Kode Etik Jurnalistik (KEJ)dan Undang-Undang Pers (UU Pers) yang ada di Indonesia. Kita sadari bahwa keberadaan KEJ sangat penting untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar. Oleh sebab itu wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Di dalam KEJ terdapat sejumlah pasal yang telah dibuat untuk dijadikan sebagai pedoman. Sekarang kita berandai-andai, apa bila Indy dan TV One terbukti bersalah karena telah melakukan sebuah kebohongan, tentunya dia telah melanggar KEJ. Beberapa pasal yang mungkin dilanggar antara lain:</span></p><ul><ol type="1"><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pasal 1</span></li></ol></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.</span></p></ul></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Kaitannya dengan kasus:</span></p></ul></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Jika terbukti bahwa TV One melakukan pemalsuan, TV One dinilai tidak akurat dalam membuat pemberitaan. Menurut pendapat saya, ketika TV One mengundang markus (Andris) hari dalam acara Apa Kabar Indonesia, TV One dan Indy selaku salah satu produser tidak menghadirkan pihak kepolisian sebagai pengkonfirmasi. Sehingga pemberitaan kali itu dinilai tidak berimbang, <i>cover both side</i>. Selain itu, tentunya TV One sebagai institusi media sadar bahwa tidak boleh merugikan pihak lain.</span></p></ul></ul><ul><ol type="1" start="2"><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pasal 2</span></li></ol></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.</span></p></ul></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Kaitannya dengan kasus:</span></p></ul></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Dalam penafsiran pada pasal 2 ini disebutkan bahwa tidak boleh dilakukan penyuapan. Namun, dalam sejumlah pemberitaan, salah satunya berita yang ditulis pada bab masalah di atas, dikatakan bahwa Andris menerima suap dari pihak TV One. Kembali lagi, jika terbukti terdapat kasus suap menyuap, tentunya telah melanggar pasal 2 dalam KEJ ini.</span></p></ul></ul><ul><ol type="1" start="3"><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pasal 4</span></li></ol></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.</span></p></ul></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Kaitannya dengan kasus:</span></p></ul></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Jika hasil penulusuran yang dilakukan oleh Dewan Pers membuktikan bahwa TV One bersalah karena telah memberitakan sesuatu yang palsu, maka TV One telah melanggar pasal ini, karena telah membuat berita bohong.</span></p></ul></ul><ul><ol type="1" start="4"><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pasal 10</span></li></ol></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.</span></p></ul></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Kaitannya dengan kasus:</span></p></ul></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Jika memang keliru atau merugikan pihak lain, sekiranya TV One meralat berita dan menyampaikan permohonan maaf.</span></p></ul></ul><ul><ol type="1" start="5"><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pasal 11</span></li></ol></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.</span></p></ul></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Kaitannya dengan kasus:</span></p></ul></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Ketika pemberitaan tersebut salah, sekiranya TV One memberikan kesempatan kepada pihak yang dirugikan untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Serta membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.</span></p></ul></ul><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Untuk mengetahui hasil akhir, biarkanlah Dewan Pers melakukan tugasnya untuk mengusut dan mencari kebenarannya. Perkara yang menimpa TV One dan Indy Rahmawati ini baiknya diselesaikan menurut Kode Etik Jurnalistik, bukan melalui proses hukum pidana. Dewan Pers memiliki kekuasaan penuh dalam menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik. </span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Demi memperoleh rating yang baik bukan berarti kita harus mengorbankan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berlaku. KEJ ada untuk ditaati dan dijadikan sebagai sebuah pedoman moral dalam melakukan tugas sebagai jurnalis. Kesalahan seperti kasus di atas sekiranya bisa kita jadikan sebagai sebuah pelajaran agar masalah seperti ini tidak terjadi lagi dikemudian hari. Keakuratan kemudian menjadi salah satu bagian penting dalam menyampaikan sebuah berita. Kredibilitas seorang jurnalis dan institusi media tersebut menjadi taruhan dan tentunya sangat peka. Perlu waktu yang lama untuk menciptakan kredibilitas yang baik dan tentunya perlu dijaga. Membentuk sesuatu yang baik dan mempertahankannya adalah sebuah pekerjaan yang sulit. Sedangkan dengan waktu singkat sebuah kredibilitas itu dapat hancur. Ketika sebuah kredibilitas dipegang teguh dengan sendirinya orang akan percaya.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pelanggaran terhadap KEJ, memang, hanyalah menimbulkan konsekuensi moral, bukan konsekuensi hukum. Akan tetapi, setiap wartawan yang menyadari pentingnya memelihara martabat profesi kewartawanan justru akan berupaya untuk tidak melanggar kode etik dalam pekerjaan jurnalistiknya.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Setiap wartawan profesional mengetahui bahwa sedikitnya ada empat pelanggaran kode etik yang dapat dikenai sanksi moral yang sangat berat, yaitu keharusan bagi wartawan tersebut untuk meninggalkan pekerjaan jurnalistik untuk selama-lamanya, keempat pelanggaran itu adalah:</span></p><ul><ul type="DISC"><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Melakukan plagiat atau penjiplakan</span></li><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Membuat berita yang diketahuinya bohong, tetapi disiarkan seolah-olah benar</span></li><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Menerima suap untuk memberitakan atau tidak memberitakan sesuatu</span></li><li><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Mengungkapkan identitas narasumber yang dapat membahayakan keselamatan narasumber dan keluarganya.</span></li></ul></ul><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Sanksi di atas adalah sanksi yang harus diterima jika terbukti telah melakukan kesalahan seperti yang diuraikan di atas. Untuk kasus Indy dan TV One sanksi belum bisa dijatuhkan karena belum ada keputusan pasti, sebab perkara ini masih dalam pengusutan yang dilakukan oleh Dewan Pers.</span></p></span>Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-55209840928562038592010-05-05T14:02:00.000-07:002010-05-05T14:03:42.531-07:00(Tochi)<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: medium; "><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pelanggaran dalam dunia pertelevisian di Indonesia sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Pelanggaran terjadi dalam berbagai bentuk, misalnya isi program, iklan, dan bahkan stasiun televisi itu sendiri. Seperti misalnya yang akan saya bahas adalah mengenai netralitas dalam penyiaran, seperti yang dilakukan oleh TVOne dan Metro TV. Pasal yang digunakan adalah pasal 36 dari UU RI no 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang berbunyi seperti berikut:</span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 36 </b><br /><br />(1) Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. <br /><br />(2) Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri. <br /><br />(3) Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran. <br /><br />(4) Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu. <br /><br />(5) Isi siaran dilarang : <br /><br />a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; <br /><br />b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau <br /><br />c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan. <br /><br />(6) Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Ketika itu akan diadakan Musyawarah Nasional Partai Golkar sekaligus pemilihan ketua umum partai tersebut karena Jusuf Kalla yang ketika itu masih menjabat sebagai ketua sudah habis masa jabatannya. Calon ketuanya antara lain Surya Paloh dan Aburizal Bakrie.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Seperti yang kita ketahui, kedua orang calon ketua umum ini memiliki stasiun televisi yang memiliki kredibilitas yang baik di mata masyarakat. Surya Paloh adalah pemilik dari Metro TV, sedangkan Aburizal Bakrie adalah pemilik dari TVOne. Keduanya merupakan stasiun berita yang banyak dipercaya oleh masyarakat karena berita yang disajikan selalu berbobot.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> Namun pada saat mendekati pemilihan, mereka terkesan menggunakan kekuasaannya sebagai pemilik stasiun televisi untuk mempengaruhi dan membentuk opini publik dalam masalah lumpur Lapindo. Kebetulan pemilik Lapindo sendiri adalah Aburizal Bakrie. Kendati bukan televisi publik, menjaga netralitas amat penting karena mereka menggunakan frekuensi yang pada dasarnya milik publik.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Penonton yang cermat tentu merasa heran atas munculnya siaran yang bertolak belakang soal lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. TVOne selalu menonjolkan kisah sukses para korban lumpur dalam membangun kehidupan baru. Sebaliknya, Metro TV cenderung menyoroti penduduk yang belum mendapat ganti rugi dari perusahaan eksplorasi minyak dan gas milik keluarga Aburizal Bakrie.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">TVOne misalnya, dalam sebuah program acaranya, mengundang korban lumpur Lapindo yang sudah mendapatkan ganti rugi kemudian diwawancara. Dalam wawancaranya itu, korban lumpur Lapindo mengatakan pihak Lapindo sudah membayar semua uang ganti rugi dan mereka sudah mendapatkan tempat tinggal yang layak. Sementara dokumentasi menampilkan Aburizal Bakrie sedang berkunjung ke lokasi lumpur Lapindo bersama dengan stafnya. Dalam tayangan itu ditampilkan bahwa ia sedang berbincang-bincang dengan korban lumpur serta kemudian diakhiri dengan memberikan bantuan.</span><br /><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sementara itu, sebagai pesaingnya, Metro TV yang merupakan milik Surya Paloh dalam program Kick Andy menyoroti penduduk yang belum mendapatkan ganti rugi dari pihak Lapindo. Mereka juga melakukan wawancara dengan para korban lumpur yang merasa dirugikan karena kehilangan tempat tinggal serta belum mendapatkan uang ganti rugi yang telah dijanjikan oleh perusahaan milik Aburizal Bakrie tersebut.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Bagi para penonton yang cermat, hal ini terkesan janggal. Karena satu sama lain menampilkan sudut pandang yang berbeda. TVOne menampilkan korban lumpur Lapindo yang sudah mendapat ganti rugi, sementara Metro TV menampilkan korban lumpur Lapindo yang belum mendapatkan ganti rugi. Dari sini saja kita bisa melihat bahwa jelas ada persaingan antara kedua stasiun TV tersebut. Mungkin lebih tepatnya persaingan antara kedua pemilik stasiun televisi tersebut.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Berdasarkan pasal 36 ayat 4 yang berbunyi “Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.”, hal ini jelas bertentangan. Karena disini netralitas seolah tidak ada artinya lagi dalam mencapai sebuah tujuan pribadi. Kepentingan publik terpaksa dinomor duakan demi kepentingan pribadi.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Menegakkan prinsip penyiaran yang adil, netral, dan seimbang amatlah penting demi melindungi publik dari informasi yang menyesatkan. Bayangkan jika semua informasi yang disajikan oleh televisi dibiarkan penuh dengan muatan kepentingan pemilik atau kelompok tertentu. Ini tak hanya akan menjadi beban masyarakat karena mereka harus lebih kritis dalam mengunyahnya, tapi juga menyesatkan.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Bagaimanapun, frekuensi untuk siaran televisi dianggap milik publik karena sifatnya yang terbatas. Karena itulah negara mengatur agar penggunaannya benar-benar bermanfaat buat masyarakat. Bagi televisi swasta, tentu saja mereka berhak mendapat keuntungan bisnis lewat iklan. Tapi tidak sepantasnya pemilik televisi memanfaatkan pula siaran demi kepentingan pribadinya lewat penyampaian informasi yang tidak jernih.</span></p></span>Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-43519042745709087402010-05-05T14:00:00.000-07:002010-05-05T14:01:59.061-07:00(Steffi)<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: medium; "><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">ABSTRACT</span><br /></p><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><i>Television as one of mass media, should give the right information and educate the viewers. That responsibility already written in The Bill, for example</i>Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3/SPS) <i>by </i>KPI. <i>But in reality, there are a lot of violations done by television station. This paper will talk about the violations which break </i>P3/SPS.</span><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></p><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">PENDAHULUAN</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Televisi adalah sebuah media yang dikonsumsi semua lapisan umur dan semua lapisan sosial. Dari anak kecil hingga orang dewasa. Dari kalangan bawah hingga kalangan atas. Semuanya menggunakan televisi.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Konsumen pengguna televisi, terutama <i>heavy viewers</i>, akan menganggap apa yang ada di televisi adalah gambaran nyata dari yang terjadi sebenarnya.<sup>1</sup> Mengingat hal tersebut, maka dalam siarannya, sebuah stasiun tv harus mengikuti aturan yang berlaku agar konsumen tidak dirugikan dengan tayangan-tayangan yang bisa merugikan mereka. Salah satu aturan tersebut adalah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3/SPS) yang ditetapkan oleh KPI.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Tapi pada kenyataannya, program yang ditampilkan oleh stasiun tv banyak yang melanggar P3/SPS tersebut. Dari siaran anak-anak yang seharusnya mendidik, tetapi pada kenyataannya banyak yang membodohi anak-anak. Tayangan hiburan, yang seharusnya menghibur juga membodohi masyarakat.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Melalui tulisan ini, penulis ingin memberikan contoh pasal-pasal yang dilanggar beserta program acaranya. Semoga pembaca yang membaca tulisan ini dapat menarik hikmah bagi keuntungan mereka sendiri.</span><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pedoman Perilaku Penyiaran</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Merupakan panduan tentang batasan-batasan apa yang boleh dan tidak boleh dalam proses pembuatan program siaran. Berikut adalah contoh pasal yang dilanggar beserta contoh programnya.</span><br /></p><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 10: Program dikatakan mengandung muatan kekerasan secara dominan apabila sepanjang tayangan sejak awal sampai akhir, unsur kekerasan muncul mendominasi program dibandingkan unsur-unsur yang lain, antara lain yang menampilkan secara terus menerus sepanjang acara adegan tembak menembak, perkelahian dengan menggunakan senjata tajam, darah, korban, dalam kondisi mengenaskan, penganiayaan, pemukulan, baik untuk tujuan hiburan maupun kepentingan pemberitaan (informasi).</span><br /></p></ul></ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Contohnya adalah ketika TV One memberitakan masalah Tragedi Koja. TV One menyiarkan secara langsung selama hampir satu hari penuh. Akibatnya berbagai tindakan pemukulan yang dilakukan beramai-ramai oleh Satpol PP dan masyarakat, darah yang bercucuran, pembakaran mobil, semuanya disarkan kepada penonton tanpa ada sensor sama sekali. Kejadian ini tidak hanya tampil sekali-sekali dengan durasi yang sebentar, melainkan dalam jangka waktu yang lama dan terkadang gambar kekerasan tersebut diulang-ulang.</span><br /></p><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 11: 1. Lembaga penyiaran televisi wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan informasi klasifikasi program isi siaran berdasarkan usia khalayak penonton di setiap acara yang disiarkan</span></p></ul></ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">2. Penggolongan isi siaran diklasifikasikan dalam 4 (empat) kelompok usia, yaitu:</span></p></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">a. Klasifikasi A: Tayangan untuk Anak, yakni khalayak berusia di bawah 12 tahun;</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">b. Klasifikasi R: Tayangan untuk Remaja, yakni khalayak berusia 12-18 tahun; </span><br /><br /></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">c. Klasifikasi D: Tayangan untuk Dewasa; dan</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">d. Klasifikasi SU: Tayangan untuk Semua Umur. </span><br /></p></ul></ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Saat ini sudah tidak ada lagi peringatan seperti ini hampir di semua program. Yang ada hanya tulisan Bimbingan Orang Tua. Padahal dalam pasal 11 ayat 5 – Peringatan atau himbauan tambahan tersebut berbentuk kode huruf BO (Bimbingan Orangtua) ditambahkan berdampingan dengan kode huruf A untuk klasifikasi Anak, dan/atau R untuk klasifikasi Remaja. Kode huruf BO tidak berdiri sendiri sebagai sebuah klasifikasi penggolongan program isi siaran, namun harus bersama-sama dengan klasifikasi A dan R – tetap dibutuhkan klasifikasi yang jelas. Contohnya adalah program sinetron. Apakah isi dari program sinetron tersebut cocok untuk anak berusia 10 tahun? Penulis ambil contoh sinetron di Korea. Pada setiap episodenya, akan ditulis usia yang cocok untuk penonton sinetron tersebut. Misalnya One Mommy and Three Dadies hanya untuk penonton di atas 15 tahun. Di Indonesia penonton tidak diberikan peringatan mengenai isi sinetron, apakah memang cocok untuk diri kita atau anggota keluarga kita yang lain.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Standar Program Siaran</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Ketentuan yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia bagi Lembaga Penyiaran untuk menghasilkan program siaran yang berkualitas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berikut adalah contoh pasal yang dilanggar beserta contoh programnya</span><br /></p><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 12: 1. Lembaga penyiaran dilarang memuat program yang melecehkan kelompok masyarakat tertentu yang selama ini sering diperlakukan negatif, seperti:</span></p></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">a. kelompok-kelompok pekerja tertentu misalnya: pekerja rumah tangga, hansip, dan satpam</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">b. kelompok masyarakat yang kerap dianggap memiliki penyimpangan, seperti: waria, banci, laki-laki yang keperempuanan, perempuan yang kelaki-lakian, dan sebagainya;</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">c. kelompok lanjut usia dan janda/duda;</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">d. kelompok dengan ukuran dan bentuk fisik di luar normal, seperti: gemuk, cebol, bergigi tonggos, bermata juling, dan sebagainya;</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">e. kelompok yang memiliki cacat fisik, seperti: tuna netra, tuna rungu, tuna wicara;</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">f. kelompok yang memiliki cacat atau keterbelakangan mental, seperti: embisil, idiot, dan sebagainya;</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">g. kelompok pengidap penyakit tertentu, seperti penderita HIV/AIDS, kusta, epilepsi, dan sebagainya.</span><br /></p></ul></ul></ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sinetron Baghdad yang ditayangkan di Indosiar pada pukul 20.00 melanggar ayat 1a. Pada sinetron ini diperlihatkan bagaimana Titi Kamal yang berada di Baghdad dan menjadi pembantu. Sepanjang cerita diperlihatkan majikan memperlakukan pembantu dengan seenaknya bahkan dengan kekerasan, baik verbal maupun dengan tindakan.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Alasan Indosiar adalah ingin memperlihatkan kehidupan pembantu di sana. Tetapi pada kenyataannya, bukankah hal tersebut membuat kekerasan terhadap pembantu menjadi semakin biasa dan diterima. Apalagi selama ini tidak ada hukuman/akibat yang diterima oleh orang yang menyiksa pembantu tersebut.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Opera Van Java (OVJ) yang ditayangkan setiap hari pukul 19.45 melanggar ayat 1d. Sule, yang memiliki bentuk hidung yang tidak mancung, selalu dijadikan bahan ledekan pada tiap episodenya oleh para pemain lainnya. Bagaimana bentuk hidung seperti itu tidaklah bagus dan menambah jelek muka dia. Bahwa orang akan cakep jika memiliki hidung yang mancung.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Hal ini memang terlihat lucu di televisi, tetapi jika ingin melihat lebih jauh bukankah hal tersebut dalam menimbulkan rasa rendah diri atau minder bagi penonton yang juga tidak memiliki hidung yang mancung?</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Azis, salah satu aktor di OVJ, memiliki ciri khas yaitu gagap. Kegagapannya tersebut seringkali, bahkan setiap hari, dijadikan bahan lelucon di antara mereka. </span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Bukan Empat Mata yang mengusung Tukul sebagai pembawa acaranya juga sering melakukan ledek-meledek dengan bintang tamu maupun penontonnya karena giginya yang tonggos dan maju ke depan. Hal tersebut biasa dilakukan dan bahkan menjadi trademark dari Tukul sendiri.</span><br /></p><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 13: 1. Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina/merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, serta menghina agama dan Tuhan.</span><br /></p></ul></ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sinetron Tangisan Isabela, Jiran, dan Inayah adalah contoh dari sinetron yang penuh dengan kata-kata kasar sepanjang tayangannya. Bagaimana dalam ketiga sinetron tersebut, banyak kata-kata makian, ancaman-ancaman pembunuhan, kebencian, dan kelicikan yang keluar dari mulut pemainnya. Selain itu program 1001 Cerita yang ditayangkan TPI dan Sakina yang ditayangkan Indosiar mendapat teguran pertama dari KPI karena banyak menampilkan kekerasan verbal, yaitu kata-kata kasar dan makian.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Jika iseng-iseng mencari data mengenai sinetron di internet, yang paling banyak muncul adalah keluhan-keluhan mengenai kata-kata yang penuh dengan kata-kata kasar, menghina, memaki, dan sebagainya, yang memenuhi sinetron tersebut. Judul sinetron yang diberikan di atas, hanyalah sebagian kecil dari yang sebenarnya ada di layar sinetron Indonesia.</span><br /></p><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 14: Lembaga penyiaran yang menyajikan program dengan lokasi dan/ atau suasana sekolah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:</span></p></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">a. dibuat sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat;</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">b. tidak mengandung muatan yang melecehkan sekolah sebagai lembaga pendidikan;</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">c. tidak menjatuhkan citra guru sebagai pendidik dengan penggambaran yang buruk;</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">d. tidak menampilkan cara berpakaian siswa dan guru yang menonjolkan sensualitas.</span><br /></p></ul></ul></ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Berbagai tayangan sinetron yang memiliki <i>setting </i>di sekolah memiliki kecenderungan untuk membawa pengaruh buruk. Guru ditampilkan sebagai sosok yang bodoh, mudah dibohongi oleh murid, dan culun. Jika ada guru yang memiliki sosok ganteng dan baik, pada akhirnya akan ditaksir oleh murid, kemudian berpacaran, dan akhirnya dipecat karena menghamili siswa tersebut.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Lain lagi dengan penggambaran para siswanya. Rok mini dan pakaian <i>junkies </i>sudah menjadi hal yang biasa di sinetron. Belum lagi dandanan menor dan aksesoris yang digunakan melebihi apa yang biasanya diperbolehkan sekolah untuk digunakan siswanya. Anak SMP datang ke sekolah mengendarai motor atau mobil padahal umur mereka belum cukup umur untuk mendapatkan SIM.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Adegan antara guru dan siswanya pun kurang mendidik. Antara guru tersebut akan menghina habis-habisan sang siswa atau guru dibodohi, dibohongi, dikerjai oleh para murid. Dan pada kedua hal tersebut tidak ada konsekuensi yang mereka dapatkan.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Dampaknya? Jika melihat siswa, terutama SMA, saat ini, pakaian mereka akan mencerminkan sinetron. Dulu pernah ada kejadian lucu. Waktu itu penulis sedang mengikuti OSN Ekonomi di Semarang dan sedang berada di Bank Indonesia cabang Semarang. Ketika sedang berada di toilet bersama siswa-siswa yang lain, tiba-tiba masuk seorang pegawai negeri perempuan. Melihat dandanan beberapa siswa, reflek dia langsung berkata, “Duh, dandanan apa ini, pasti kebanyakan nonton sinetron deh.” Kontan, kita semua langsung senyum-senyum sendiri.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Membawa motor dan mobil sendiri juga sudah menjadi pemandangan lazim, terutama sekolah di kota besar. Kerennya, mereka semua sudah mempunyai SIM, kalau ditanya mereka akan menjawab bahwa itu adalah SIM nembak, alias malsuin SIM walaupun buatnya tetap di kantor polisi.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Hubungan antara siswa dan guru pun tidak jauh. Masih banyak guru yang suka “menghina” muridnya lantaran siswanya tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan. Siswa yang memandang rendah guru pun mudah ditemukan, terutama jika siswa tersebut memang kaya dan merasa memiliki segalanya. Persis seperti yang diperlihatkan di sinetron.</span><br /></p><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 17: Lembaga penyiaran dalam memproduksi dan menyiarkan berbagai program dan isi siaran wajib memperhatikan, memberdayakan dan melindungi kepentingan anak-anak, remaja dan perempuan.</span><br /></p></ul></ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Seperti apakah melindungi kepentingan anak-anak? Apakah dengan menghadirkan tayangan-tayangan kartun? Tetapi apakah tayangan kartun itu sendiri tidak bermasalah? Coba tengok Doraemon. Jika ditelisik lebih jauh, penulis berpendapat ada pesan moral yang tidak baik yaitu memberikan stimulus kepada anak-anak tidak apa-apa <i>loh </i>jika bermalas-malasan, nanti juga ada yang membantu dan melakukan kekerasan pada teman sebaya. Nobita bisa bermalas-malasan, tetapi tetap berhasil karena ada Doraemon yang selalu membantu dengan alat canggihnya. Giant yang suka berbuat kasar kepada teman-teman sebayanya sehingga membuat semua anak-anak takut dan tunduk pada dirinya.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Naruto, kartun yang diangkat dari anime Jepang, juga mengandung unsur kekerasan. Dapat terlihat dari jumlah pertarungan yang dialami oleh Naruto dan adegan pertarungan tersebut digambarkan dengan jelas.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Tom and Jerry. Kejar-kejaran antara kucing dan tikus ini mengandung unsur kekerasan yang tidak sedikit. Memukul dengan palu, memaku, menyeterika, membanting, dan sebagainya. Itu semua diperlihatkan dengan jelas dan tidak ada luka yang diakibatkan. Bayangkan jika anak-anak mencobanya di dunia nyata. Menurut mereka tidak akan ada yang terluka karena di film juga tidak ada yang terluka.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Melindungi perempuan juga patut dipertanyakan. Apakah malah tidak dengan mengeksploitasi perempuan. Tidak salah jika pemeran utamanya adalah perempuan, tetapi bagaimanakah sikap pemeran lainnya pada pemeran utama tersebut? Berbagai sinetron (Melati untuk Marvel, Cinta Fitri, Safa dan Marwah, dll) menggambarkan penderitaan yang amat sangat, baik lahir maupun batin, akibat perlakuan pemeran-pemeran lain terhadap dirinya. Pemeran utama tersebut juga digambarkan baik sekali, tidak mau (atau tidak bisa) melawan, pasrah, dan selalu menangis. Apakah dengan penggambaran tersebut perempuan terlindungi?</span><br /></p><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 30: Lembaga penyiaran harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan untuk memperlihatkan realitas dengan pertimbangan akan efek negatif yang ditimbulkan. Karena itu, penyiaran adegan kekerasan dan kecelakaan harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:</span></p></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">a. adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit, berlebihan, dan vulgar;</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">b. gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan dan kecelakaan tidak boleh disorot dari dekat (close up, medium close up, extreme close up);</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">c. gambar penggunaan senjata tajam dan senjata api tidak boleh disorot dari dekat (close up, medium close up, extreme close up);</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">d. gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh korban dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan, kecelakaan dan bencana, harus disamarkan;</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">e. durasi dan frekuensi penyorotan korban yang eksplisit harus dibatasi;</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">f. dalam siaran radio, penggambaran kondisi korban kekerasan dan kecelakaan tidak</span><span style="font-family:Calibri;font-size:100%;"> </span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">boleh disiarkan secara rinci;</span></p></ul></ul></ul><ul><ul><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">g. saat-saat menjelang kematian tidak boleh disiarkan;</span></p></ul></ul><ul><ul><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">h. adegan eksekusi hukuman mati tidak boleh disiarkan;</span></p></ul></ul><ul><ul><ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">i. demi memberi informasi yang lengkap pada publik, lembaga penyiaran dapat menyajikan rekaman aksi kekerasan perorangan maupun kolektif secara eksplisit. Namun rekaman tersebut tidak dapat disiarkan diluar pukul 22.00 - 03.00 dan tidak boleh menimbulkan rasa ngeri dan trauma bagi khalayak.</span><br /></p></ul></ul></ul><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sinetron Melati dan Marvel, Muslimah, Inayah, Cinta Fitri, Lia, Alisa adalah contoh dari ayat 30a. Tayangan-tayangan sarat dengan adegan kekerasan, dari menampar, memukul, menculik dan mengikat, hingga membunuh (seperti menutup muka dengan bantal) sudah biasa tampil di tayangan sinetron tersebut. Jika boleh berpendapat, sepertinya kekerasan memang kekerasan sudah menajdi hal yang biasa di masyarakat. Mengapa? Karena biasanya penulis sinetron akan berkata bahwa mereka mendapatkan ide dari kehidupan nyata. Jadi kalau adegannya penuh dengan kekerasan artinya kehidupan nyata di masyarakat memang banyak kekerasan.</span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Tayangan matinya pimpinan Holcim, Timothy D. Mackay, melanggar setidaknya ayat 30b, 30d, dan 30e. Hampir semua stasiun tv, menampilkan sosok Timothy yang sedang terkapar, penuh dengan darah tanpa disamarkan dan ditayangkan berulang-ulang. Bahkan sepertinya ayat 30g pun dilanggar karena ketika Timothy terekam kamera, tampaknya dia masih dalam keadaan hidup, direkam terus hingga akhirnya dia pun meninggal. </span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Begitu pula dengan tayangan Tragedi Koja. Hampir semua adegan pemukulan, darah, organ tubuh ditayangkan dengan bebasnya dan eksplisit oleh stasiun tv, terutama TV One. </span><br /></p><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Yang disesalkan adalah mengapa setelah ditayangkan berulang-ulang tetap tidak ada sensor? Untuk yang pertama kali mungkin memang karena masalah siaran langsung yang tidak memungkinkan untuk mengedit, tetapi selanjutnya? Apakah tujuan tidak ada penyensoran? Apakah supaya gambar terlihat menarik bagi penonton sehingga akan ada banyak masyarakat yang menonton tayangan tersebut? Atau ada yang lainnya?</span><br /> </p></span>Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-51206610490210839322010-05-05T13:59:00.000-07:002010-05-05T14:00:34.997-07:00Pelanggaran TV One Terkait Pembacaan Tuntutan JPU Kepada Antasari (Susan)<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: medium; "><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>BAB I</b></span></p><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>Abstraksi</b></span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kasus Antasari Azhar kini telah mencapai finalnya. Vonis tersangka Antasari Azhar dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen telah dibacakan pada tanggal 11 Februari 2010 dengan menyatakan Antasari dihukum 18 tahun penjara dari tuntutan sebelumnya yaitu hukuman penjara seumur hidup.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Beberapa waktu sebelum vonis dijatuhkan tepatnya tanggal 19 Januari 2010, Jaksa Penuntut Umum Cyrus Sinaga membacakan tuntutan yang terdiri dari 600 lembar, 170 di antaranya adalah tuntutan dan fakta pendukung, sementara sisanya adalah lampiran keterangan saksi dan fakta pendukung.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Isi tuntutan tersebut mengandung beberapa kalimat yang dianggap sebagai kalimat vulgar yang mengurai perbuatan asusila yang dilakukan Antasari dengan Rani Juliani, isteri siri Nasrudin Zulkarnaen di kamar Hotel Grand Mahakam, Jakarta Selatan.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">TV One yang terkena imbasnya karena menayangkan siaran langsung pembacaan tuntutan tersebut. Akibat penayangan program "Breaking News" tentang siaran pembacaan Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Jakarta Selatan mulai pukul 9.54 WIB (19/01/2010), TV One diberi surat teguran oleh KPI Pusat. TV One dianggap telah melanggar beberapa pasal yang berkaitan dengan penyiaran, pers, Standar Program Siaran, dan Kode Etik Jurnalistik.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">KPI Pusat dan Dewan Pers telah membicarakan hal ini dan sepakat bahwa penyiaran pada program "Breaking News" TVOne tersebut telah melanggar Pasal 36 ayat (3) dan (5b) UU No.32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Pasal 13 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 j Standar Program Siaran KPI Tahun 2009 serta Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers. </span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">KPI menyatakan bahwa walaupun pembacaan tuntutan secara terbuka dilakukan untuk mencari kebenaran dalam perkara ini, tetapi jika didalamnya terdapat unsur dugaan perbuatan mesum dan vulgar maka siaran yang menyiarkan hal tersebut dengan berulang-ulang tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun, karena telah mengabaikan perlindungan terhadap hak dan kepentingan anak-anak dan remaja.</span><br /><br /><br /><br /></p><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>BAB II</b></span></p><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>Landasan Teori</b></span><br /></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b><u>UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran</u></b></span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 36 ayat (3)</b></span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran. </span><br /></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Ayat 5</b></span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Isi siaran dilarang:</span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;</span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau</span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.</span><br /></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b><u>UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers</u></b></span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 5 ayat (1)</b></span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.</span><br /></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b><u>Standar Program Siaran KPI Tahun 2009</u></b></span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 13 ayat (1)</b></span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak, remaja, dan perempuan.</span><br /></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 16 ayat (1)</b></span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Program siaran wajib memiliki batasan terhadap adegan seksual, sesuai dengan penggolongan program siaran.</span><br /><br /><br /></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 17 j</b></span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Percakapan atau adegan yang menggambarkan rangkaian aktivitas ke arah hubungan seks dan/atau persenggamaan.</span><br /></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b><u>Kode Etik Jurnalistik</u></b></span></p><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><b>Pasal 4</b><br />Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.<br /><br />Penafsiran<br />a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.<br />b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.<br />c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.<br />d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.<br />e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.</span><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></p><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>BAB III</b></span></p><p align="center"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;"><b>Analisis</b></span><br /></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kasus Antasari Azhar sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia dewasa ini. Antasari diduga sebagai otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Dalam dakwaannya, jaksa menyebut konflik antara Nasrudin Zulkarnaen dan Antasari melibatkan Rani Juliani.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Nasrudin ditembak pada 14 Maret 2009. Dia meninggal 22 jam kemudian akibat dua peluru bersarang di kepala. Terbunuhnya direktur PT Putra Rajawali Banjaran ini menyeret sembilan terdakwa. Lima di antaranya berperan sebagai eksekutor. Saat ini kelimanya sudah dituntut penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Tangerang.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kasus pembunuhan ini juga menyeret nama-nama lainnya yakni mantan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Williardi Wizar, Bos Koran Merdeka Sigit Haryo Wibisono, dan Jerry Hermawan.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pada tanggal 11 Februari 2010, mantan Ketua KPK Antasari Azhar divonis 18 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jaksa Penuntut Umum yang dipimpin Cyrus Sinaga berpendapat, Antasari adalah tokoh utama dibalik pembunuhan Nasrudin. Selain itu, Antasari juga dinilai salah karena melakukan tindakan asusila kepada Rani Juliani di Hotel Grand Mahakam.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Vonis ini jauh lebih ringan dari hukuman mati yang sebelumnya dituntutkan kepada Antasari oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Antasari didakwa melakukan pembunuhan berencana dan dijerat dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP Pasal 340 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati. Pasal yang terakhir mengatur soal pembunuhan berencana.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Beberapa waktu sebelum divonis, sempat ada pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ada yang menarik dari proses pembacaan tuntutan tersebut. JPU Cyrus Sinaga harus merapikan kalimat tuntutan menjadi lebih etis hingga pukul 04.00 WIB, Selasa (19/1/2010). Pasalnya kalimat-kalimat tuntutan tersebut mengandung kalimat-kalimat yang mesum dan vulgar. Ia berusaha memperhalus kalimat-kalimat tersebut supaya tuntutan memiliki nuansa hukum positif dan normatif.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Diterangkan oleh Cyrus Sinaga, dokumen tuntutan yang dibacakan hari itu total sebanyak 600 lembar. 170 di antaranya adalah tuntutan dan fakta pendukung, sementara sisanya adalah lampiran keterangan saksi dan fakta pendukung.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Namun usaha tersebut ternyata kurang berhasil. TV One yang menyiarkan secara langsung pembacaan tuntutan tersebut malah terkena getahnya. KPI Pusat menemukan pelanggaran yang terjadi pada program "Breaking News" TV One ketika siaran pembacaan Jaksa Penuntut umum pada perkara pembunuhan dengan terdakwa Antasari Azhar di Pengadilan Jakarta Selatan tanggal 19 Januari 2010 mulai pukul 9.54 WIB.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">TV One ditegur oleh KPI perihal menayangkan secara langsung kalimat-kalimat vulgar yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum tanpa proses penyensoran. Dalam surat dakwaan jaksa terdahulu, diuraikan perbuatan asusila yang dilakukan Antasari dengan Rani Juliani, isteri siri Nasrudin Zulkarnaen di kamar Hotel Grand Mahakam, Jakarta Selatan. Digambarkan dengan jelas oleh jaksa bagaimana Antasari memulai percumbuan, bagaimana Rani berusaha menolak, dan bagaimana akhir dari perbuatan asusila. Seperti dalam dakwaan tersebut, Cyrus kembali membacakan adegan di kamar 803 Hotel Grand Mahakam, antara Antasari dengan Rani Juliani, istri ketiga Nasrudin dalam pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Menurut KPI, walaupun pembacaan tuntutan secara terbuka dilakukan untuk mencari kebenaran dalam perkara ini, tetapi jika didalamnya terdapat unsur dugaan perbuatan mesum dan vulgar maka siaran yang menyiarkan hal tersebut dengan berulang-ulang tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun, karena telah mengabaikan perlindungan terhadap hak dan kepentingan anak-anak dan remaja. Itulah konsekuensi dari siaran langsung.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">KPI Pusat dan Dewan Pers telah membicarakan hal ini dan sepakat bahwa penyiaran pada program "Breaking News" TV One tersebut telah melanggar Pasal 36 ayat (3) dan (5b) UU No.32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Pasal 13 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 j Standar Program Siaran KPI Tahun 2009 serta Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers. </span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Mau tidak mau, TV One harus menerima surat teguran yang dilayangkan oleh KPI Pusat dan Dewan Pers tersebut. Pasal-pasal yang digunakan dalam surat teguran tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu pertama, teguran karena menayangkan kalimat-kalimat yang vulgar (berbau seksual) dan kedua, imbas dari tayangan tersebut terhadap anak-anak dan remaja.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Dengan menayangkan pembacaan putusan JPU tersebut secara langsung, TV One telah melanggar enam pasal sekaligus. Mayoritas di antaranya mengenai seksualitas, antara lain:</span></p><ul type="DISC"><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 36 ayat (5b) UU No.32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yang berbunyi, “<i>Isi siaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan, </i><b><i>cabul</i></b><i>, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang</i>.”</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang berbunyi, “<i>Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan </i><b><i>rasa kesusilaan</i></b><i> masyarakat serta asas praduga tak bersalah</i>.”</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 16 ayat 1 Standar Program Siaran KPI Tahun 2009 yang berbunyi, “<i>Program siaran </i><b><i>wajib memiliki batasan terhadap adegan seksual</i></b><i>, sesuai dengan penggolongan program siaran</i>.”</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 17 j Standar Program Siaran KPI Tahun 2009 yang berbunyi, “<i>Percakapan atau adegan yang </i><b><i>menggambarkan rangkaian aktivitas ke arah hubungan seks dan/atau persenggamaan</i></b>.”</span></li><li><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi, “<i>Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan </i><b><i>cabul</i></b>.”</span></li></ul><br /><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Dari kelima pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa kata kuncinya antara lain, cabul, seksual, dan kesusilaan. Dalam Kode Etik Jurnalistik, cabul diartikan sebagai penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. Pendeskripsian hubungan Antasari dan Rani secara vulgar saat di kamar hotel termasuk dalam kategori membangkitkan nafsu birahi.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Salah satu potongan kalimat vulgar tersebut yaitu, "<b><i>Terdakwa mencium bibir Rani, membuka kancing baju, menurunkan bra, hingga tersingkap</i>.</b>” Bila mendengar kalimat seperti itu, siapapun pasti akan langsung membayangkannya alias membangkitkan nafsu birahi. Kata-kata yang digunakan itu terlalu menjurus ke arah seksual. Dengan demikian, kalimat vulgar tersebut bersifat cabul. Hal-hal yang bersifat cabul tersebut tentu saja akan berdampak pada rasa kesusilaan yang ada di masyarakat. Apapun yang bersifat cabul dan berbau seksual terkadang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan yang dipegang oleh masyarakat kita. Hal tersebut tentu saja akan mengundang kontroversi.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Selain pasal-pasal di atas, TV One juga dianggap melanggar Pasal 36 ayat (3) UU No.32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yang menyebutkan bahwa, “<i>Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.</i>”</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pasal ini digunakan untuk menegur TV One karena isi siaran Breaking News yang mengandung kalimat-kalimat vulgar dianggap tidak memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja. Jam tayangnya pun dianggap tidak tepat karena disiarkan pada pagi hari. Tayangan yang menyangkut hal-hal yang berbau seksual atau vulgar seharusnya ditayangkan menjelang tengah malam. Namun karena tayangan ini merupakan “Breaking News”, maka hal tersebut luput dari si wartawan. Waktu yang mendesak menjadikan tayangan tersebut lolos tanpa proses penyensoran.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Senada dengan pasal tersebut, KPI Pusat dan Dewan Pers juga menggunakan Standar Program Siaran KPI Tahun 2009 Pasal 13 ayat 1 yang menyatakan, “<i>Program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak, remaja, dan perempuan</i>.” Lagi-lagi kepentingan anak-anak dan remaja yang ditekankan dalam pasal ini. Pasal ini tentu menguatkan pernyataan Pasal 36 ayat (3) UU No.32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran sebelumnya.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Berdasarkan pasal-pasal yang telah dilanggar TV One, KPI Pusat hanya baru menegur TV One dan belum melakukan tindakan lebih jauh. Semoga saja dunia pertelevisian di Indonesia semakin membaik dengan adanya KPI yang selalu mengawasi dan lebih berhati-hati dalam menyiarkan program siarannya.</span><br /> </p></span>Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-56404286684345140722010-05-05T13:56:00.000-07:002010-05-05T13:58:00.734-07:00Andrea Laksmi - 07120110029Waktu silih berganti, seiring dengan menapaki semester yang lebih tinggi. Beberapa dosen mampir dan mencoret-coret hidup kami dengan setumpuk ilmu dan tugas yang memburu. Beberapa wajah menjadi akrab pada pertemuan semesternselanjutnya, tetapi sisanya hanya menjadi warna yang kebetulan singgah dalam pertumbuhan intelektualitas kami. Salah satunya mungkin anda, Bapak Bimo Nugroho…<br /><br /> Perkenankan saya, Dea yang hendak berbagi beberapa cerita mengenai anda dan kelas Etika dan Regulasi Media. Pertemuan awal bukan secara sengaja saya tidak hadir, hujan yang deras sepanjang Jakarta menuju Tanggerang membuat saya undur diri untuk mengikuti dua kelas hari itu dengan menggunakan sepeda motor. Kesan pertama yang saya tangkap saat mengikuti pertemuan kedua ialah MENARIK. Bukan hanya karena anda mirip dengan seorang keponakan laki-laki Ratu Seon Doek dari Korea yang cerdas, namun kesulitan menghafal nama seseorang, tetapi karena cara mengajar anda yang berbeda.<br /><br /> Bukan pertama kali saya dan teman-teman diajar oleh praktisi yang tidak pernah mengajar sebelumnya, hanya saja dengan anda saya temukan keunikan. Misalnya saat kita menciptakan suasana diskusi informal membuat lingkaran. Ini baru pertama kali saya dan teman-teman Ilkom Jurusan Jurnalistik 2007 merasakan pengalaman ini. Namun harus syia akui bahwa dari diskusi yang terkesan santai, saya mendapatkan banyak hal. Bila boleh awalnya saya agak mencibir keberadaan KPI karena beberapa kasus yang pernah ditanggapi oleh KPI. Ternyata setelah berhadapan dengan salah satu pengurusnya, saya rasa nilai objektifitas itu mulai muncul meskipun kinerja KPI belum mampu memuaskan saya.<br /><br /> Saya rasa dari cara mengajar anda yang unik, tidak menjadi suatu masalah yang menghambat kami untuk mendapatkan pengetahuan. Justru saya menikmati diskusi itu dan merasa mendapat ’sesuatu’. Saya juga cukup terkejut, untuk orang yang sekaliber anda(menurut pendapat saya) menyarankan untuk tidak membaca secara keseluruhan namun hanya pengantar, kesimpulan, dan penutup. Saya juga sependapat dengan ide anda yang meminta kami untuk membaca “Soe Hok Gie Sekali Lagi… Buku Pesta Cinta” karean saya juga mengidolakan Soe Hok Gie.<br /><br /> Menurut saya semua berjalan lancar, hanya saja yang menjadi masalah adalah UTS. Sebelumnya anda meminta kami untuk membuat soal, namun tidak ada satu pun soal yang kami buat anda keluarkan. Itu menimbulkan pertanyaan besar buat saya. Lalu untuk apa kami membuat soal? Yang kedua ialah ketika kami diminta untuk menganalisis soal di mana waktu yang menjadi musuh utama kami. Dengan tidak sejalannya dengan kisi-kisi membuat kami harus menelaah soal dari awal dan waktu yang minim, bila boleh saya menyampaiakan uneg-uneg menurut saya untuk soal analisis seperti UTS lebih baik menggunakan take home test. Bukan melihat dari faktor kemudahan yang diperuntukkan bagi mahasiswa, tetapi dilihat dari faktor sistematis, komprehensif analisis tersebut.<br /><br /> Menurut saya akan lebih adil, karena rentang waktu yang lebih panjang, mahasiswa sudah mengamati soal terlebih dahulu, dan sudah memperoleh data-data yang mendukung untuk membuat suatu analisis. Di sisi lain anda juga tetap bisa memberlakukan peraturan untuk menyajikan hasil pemikiran melalui kata-kata sendiri dan sebagai bagian dari checklist, anda bisa meminta mahasiswa untuk menyertakan daftar referensi buku ataupun sumber –sumber dari internet untuk mencegah plagiatisme.<br /><br /> Menurut saya ujian tersebut jauh lebih efektif baik nilai maupun pemahaman bagi mahasiswa. Saya rasa sekian pendapat yang saya ungkapkan untuk anda. Kritik ini bukan bersifat menyerang pribadi hanya untuk mengkoreksi beberapa kesalahpahaman yang kiranya akan membuat hubungan belajar-mengajar menjadi lebih baik dari sebelumnya.Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-34620881118681876512010-05-05T13:52:00.000-07:002010-05-05T13:54:34.959-07:00Albertus Magnus Prestianta - 07120110006<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: medium; "><p align="center"><span style="font-family:Calibri;font-size:130%;"><b>Cerita di Balik Kelas Mas Bimo</b></span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Nama saya Albertus Magnus Prestianta. Saya mahasiswa program studi ilmu komunikasi di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). UMN resmi berdiri pada tanggal 20 November 2006 dengan Rektor Universitas Prof. Yohanes Surya. Jika dilihat dari umurnya, universitas ini baru seumur jagung. Dari sejak universitas ini berdiri hingga sekarang baru terdapat tiga angkatan dan saya adalah salah satu mahasiswa dari angkatan yang pertama, bisa di bilang sebagai pionir. Nah, yang jadi pertanyaan adalah kenapa saya memilih UMN? Padahal kita tahu bahwa UMN baru saja berdiri dan belum mempunyai akreditasi serta lulusan.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Sebuah pertanyaan yang sederhana namun bisa memutar otak untuk menjawabnya. Awal mulanya, saya tidak tertarik dengan dunia komunikasi apa lagi jurnalistik. Dulu, saya bercita-cita untuk menjadi orang yang ahli dalam dunia pertambangan dan usaha saya untuk menggapai cita-cita itu adalah dengan mencoba masuk Universitas Indonesia memilih metalurgi. Saya ikut tes ujian masuk, namun saya tidak berhasil lolos. Saya sempat bingung dan saya tidak tahu mau kuliah apa dan dimana padahal sebentar lagi tahun ajaran baru akan dimulai.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Di tengah kebingungan yang melanda diri saya saat itu, tiba-tiba bapak saya datang kepada saya dan berkata, "ta, ini ada universitas baru coba deh kamu baca-baca dan cari informasi terus mendaftar." Saya masih ingat sekali perkataan bapak saya itu. Sesuai yang di sarankan beliau, saya kemudian mencari informasi terkait universitas tersebut. UMN hanya membuka empat fakultas, yaitu fakultas komunikasi, fakultas seni dan desain, fakultas teknologi informasi dan fakultas ekonomi. Bapak saya menganjurkan saya memilih komunikasi dan kebetulan saya dari ke empat fakultas yang ada saya lebih tertarik dengan komunikasi. Di balik itu semua yang menjadi pertimbangan saya termasuk orang tua saya dan sejumlah orang adalah UMN merupakan universitas yang didirikan oleh kelompok usaha Kompas Gramedia. Sebuah nama besar yang menjadi lebel dan memiliki nilai jual. Nama Kompas Gramedia seakan-akan menjadi pembawa bunga di garis depan yang digunakan sebagai alat untuk menarik minat para calon mahasiswanya. Kompas Gramedia dianggap sebuah perusahaan yang berhasil serta dipercaya oleh banyak orang karena kredebilitasnya sehingga saya berminat untuk bergabung. Akhirnya saya diterima dan masuk di univeritasi ini.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Menjadi mahasiswa angkatan pertama memang sebuah ujian yang berat bagi saya dan universitas ini. Saya percaya saya mampu dan saya percaya pada lembaga ini bahwa akan memberikan yang terbaik bagi mahasiswanya. Memang semua perlu usaha dan kerja keras yang lebih dan di balik semua itu tentu ada hasil yang bisa kita petik. Suatu keberhasilan datang dan dimulai dari dalam diri kita sendiri. Semua sudah ada jalannya dan kita harus berusaha yang terbaik.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Sekarang saya sudah semester 6, sudah hampir 3 tahun saya bergabung dengan UMN dan sudah banyak hal yang saya lalui dalam manjadi bagian dari keluarga besar UMN. Selama 6 semester ini, sudah banyak materi perkuliahan yang saya konsumsi, tentunya semua itu berhubungan dengan komunikasi. Mata kuliah yang saya ambil semuanya cukup menarik dan seru. Semua mata kuliah punya keasikan tersendiri. Di balik setiap mata kuliah tentunya ada faktor lain yang juga turut mempengaruhi jalannya proses transformasi pesan. Faktor tersebut, tak lain tak bukan, adalah dosen pengajar. Dosen yang mengajar materi perkuliahan tentunya memiliki pengaruh dalam mendistribusikan materi pelajaran. Komunikasi yang baik perlu dijalin di sini. Sehingga apa yang disampaikan bisa diterima dengan baik dan tentunya dapat digunakan dengan baik pula nantinya.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Di semester 6 ini saya bertemu sejumlah mata kuliah baru yang tentunya masih asing bagi saya, salah satunya adalah etika, hukum media massa dan kebijakan. Gambaran awal saya tentang mata kuliah ini adalah saya akan belajar pasal-pasal seputar media massa dan kuliahnya pasti membosankan karena banyak sekali teori. Keadaan akan semakin dimenyenangkan apa jika dosen yang mengajar juga membosankan. Tapi kalau tidak dicoba saya tidak akan tahu apa-apa.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pertama kali masuk kelas etika, hukum media massa dan kebijakan, kalau tidak salah, hari Kamis, tanggal 25 Februari 2010. Karena saya dan teman-teman sudah terbiasa menyambut kuliah baru dan dosen yang baru jadinya kami tidak terlalu deg-degan ketika harus masuk di kelas yang baru.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Saat melangkahkan kaki masuk ke kelas saya melihat seorang pria duduk di depan kelas dan menunggu. Saat itu juga saya mengetahui bahwa pria itu adalah dosen saya. Saya duduk dan kemudian memperhatikan sejenak pria yang akan menjadi dosen saya itu. Pria ini berperawakan sedang dengan tinggi sekitar 170 cm dan usia antara 40-50 tahun.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Akhirnya kelas dimulai, pria berkacamata ini kemudian angkat bicara dan menyapa kami. Sebelum memperkenalkan diri beliau meminta kami untuk mengubah posisi duduk dari barisan pararel menjadi duduk membentuk lingkaran. Awalnya saya bertanya-tanya, dan agak canggung dengan keadaan seperti ini. Lalu, beberapa saat kemudian beliau menjelaskan bahwa dengan duduk melingkar seperti itu kita akan lebih mudah berdiskusi dan saling bertukar pikiran.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Setelah panjang lebar memperkenalkan diri, akhirnya saya tahu nama dosen saya ini. Bimo Nugroho, demikian nama lengkapnya. Beliau lebih akrab dipanggil dengan sebutan mas Bimo.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pada hari pertama kuliah, mas Bimo meminta salah seorang dari kita untuk membuat daftar nama mahasiswa di kelas jurnal 07. Akhirnya mas Bimo menunjuk Retti untuk membuatkan daftar nama tersebut beserta foto dari masing-masing mahasiswa. Kuliah pada hari pertama sepenuhnya berisikan perkenalan dan obrolan seputar latar belakang masing-masing individu. Sebab ada pepatah mengatakan, "tak kenal maka tak sayang", agar komunikasi di dalam kelas dapat berjalan dengan lancar, maka antara dosen dan mahasiswa haruslah saling mengenal. Sehingga proses transformasi pesan dapat berjalan dengan lancar.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pada pertemuan kedua dan ketiga, masih dengan duduk melingkar, kita belajar materi yang diberikan oleh mas Bimo seputar etika penyiaran. Pada kesempatan itu pula mas Bimo memberikan sejumlah buku referensi. Buku dikeluarkan dan diletakkan di atas meja, sontak membuat mata saya terbelalak. Dalam hati saya berkata, "gila bukunya banyak amat, hadeeh."</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pada pertemuan ke empat sampai ke enam, mas Bimo mengajak kita untuk berdiskusi seputar kejadian yang hangat terjadi di Indonesia, seperti penggerebekan teroris Dulmatin yang ditembak mati dan sempat disiarkan di televisi secara langsung, diskusi seputar kasus Century dan membahas P3/SPS, Kode Etik Jurnalistik, UU Pers. Kita juga membahas perbedaan antara bioskop dan televisi. film di bioskop bisa lebih terbuka (vulgar), seperti adegan panas, adegan berciuman, adegan kekerasan yang berdarah-darah bisa dengan mudah ditampilkan sedangkan film-film yang diputar di televisi, walaupun filmnya adalah film yang sama adegan tersebut harus di sensor.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pada salah satu pertemuan, saya lupa yang mana, ada hal lucu yang sampai sekarang masih saya ingat dan masih tetap menggelitik perut. Saat kuliah, mas Bimo sedang bicara, dan tiba-tiba ada salah satu teman, Istman, yang tanpa sadar "menggali lubang" (baca: ngupil). Ketika melihat itu mas Bimo menegur. "Istman, kamu suka ngupil ya?" Tegur mas Bimo. Spontan semua mata tertuju pada Istman, dan masih mendapati Istman yang masih asik mengupil. Sontak kami tertawa melihatnya. (Mohon maaf kepada Istman. Tulisan ini tidak mengandung maksud buruk hanya sebatas bercanda).</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Pada pertemuan ke tujuh, pertemuan terakhir sebelum UTS, mas Bimo menyuruh kita untuk membuat 10 soal untuk UTS. Tujuan mas Bimo adalah tidak mau menyusahkan mahasiswanya. Mas Bimo bilang kalau kita harus sama-sama adil dan sama-sama enak. Dari kesepuluh soal yang dibuat kita wajib mengerjakan tiga soal yang telah dipilihkan dan mengerjakan dua soal bebas.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Ujian tengah semester pun tiba. Senin berganti Selasa, Selasa berganti Rabu, ujian satu persatu terselesaikan. Akhirnya hari Kamis pun tiba. Ujian etika dimulai pukul 13.00 WIB setelah ujian produksi program radio. Menjelang ujian, kita sempat berdiskusi seputar soal yang telah dibuat. Kita membentuk kelompok dan belajar dibawah tangga di lantai satu. Kemudian mas Bimo datang menghampiri dan ikut bergabung bersama kami.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Tiba-tiba mas Bimo membuka amplop ujian dan mengeluarkan salah satu soal. Ketika dibaca ternyata soalnya salah. Di soal tersebut tercantum nama dosen, tertulis Bimo Nugroho akan tetapi soal yang termuat di kertas tersebut adalah soal sosiologi komunikasi. Mas Bimo kemudian menuju ke BAAK untuk mengecek dan melaporkan kejadian tersebut. Ujian pun tertunda.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Ujian sempat tertunda kurang lebih 30 menit. Lalu mas Bimo masuk dengan membawa soal baru yang telah disediakan sebagai soal cadangan. Soal pun dibagikan. Mas Bimo menjelaskan tata cara pengerjaan ujian. Ujian bersifat <i>open book </i>dan mas Bimo memperbolehkan kita untuk mengerjakan ujian dimana saja termasuk di perpustakaan. Dan yang paling membingungkan, sekaligus mengejutkan, kita diperbolehkan untuk berdiskusi ketika mengerjakan ujian tersebut. Saya bingung karena saya baru pertama kali mengerjakan soal ujian tetapi boleh berdiskusi dengan teman. Buat saya ini adalah hal yang unik sekaligus menarik dan tentu saja menyenangkan. Tentunya jawaban dari masing-masing anak tidak boleh sama.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Ujian dimulai, kami hanya diberi waktu dua jam untuk mengerjakan soal-soal tersebut. Karena takut tidak selesai, begitu Mas Bimo memperbolehkan kita untuk mulai, teman-teman lari berhamburan keluar kelas menuju ke perpustakaan, sedangkan beberapa dari kami tetap tinggal di kelas termasuk saya.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Saya, nita, steffi, susan, devi dan grace mengerjakan di dalam kelas. Mas Bimo juga tetap tinggal di kelas sampai ujian berakhir. Awalnya kami berdiskusi lalu setelah itu kita diam dan sibuk mengerjakan pekerjaannya masing-masing. Tak lama berselang, tiba-tiba ada seseorang masuk dan bertanya, "ini ujian pak?" Suara tersebut mengubah perhatian kami semua yang ada di kelas. Kemudian semua mata tertuju pada seorang wanita yang belakangan saya ketahui bahwa dia adalah ibu Fiani, kepala BAAK yang baru.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">"Iya, ini sedang ujian," jelas mas Bimo. Mungkin bu Fiani kaget dengan kadaan kelas, sebab kelas sepi dan kami mengerjakan ujian secara melingkar dan berdiskusi. Kemudian bu Fiani memanggil mas Bimo keluar, mungkin untuk menjelaskan keadaan tersebut. Karena kami takut tidak selesai maka kami kembali fokus pada pekerjaan kami, mencoba tidak menghiraukan kadaan yang terjadi.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Calibri;font-size:100%;">Waktu ujian pun habis, dua jam terasa singkat sekali, dan semua lembar jawaban dikumpulkan selesai maupun tidak selesai. Beberapa dari kami ada yang belum selesai atau merasa tidak puas dengan jawaban yang diberikan. Sekarang yang bisa kita lakukan hanyalah berserah dan menerima hasil dari apa yang telah dikerjakan.</span></p></span>Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-46328012156807415842010-05-05T13:50:00.000-07:002010-05-05T13:52:29.635-07:00Christina M Dini - 071201100THEN: Etika OOH etika -> NOW: etika YES etika!<br /><br /><br />MINDSET saya ttg pelajaran etika YANG BIASANYA dicap ngeboseniin, nge-bete-in dan gak guna SEKARANG SUDAH (mulai) BERUBAH! Hehehhee.. YIPPIEEEEE! <br />Semua ini berkat dosen baru kami di semester 6.. Mas BIMO namanya..<br /><br />BELIAU-lah yang telah membawa ANGIN SEGAR dalam pembelajaran etika, yang kata orang jawa “ndjelimet” itu.. Hehehee..<br /><br />Bagaimana tidak, Mas BIMO menerapkan CARA PEMBELAJARAN yang SANGAT UNIK, lain daripada yang lain. Daripada membahas materi dengan CERAMAH satu arah. seperti yang kerap-kali dipilih oleh dosen lainnya, Mas BIMO PEDE dengan TEKNIKnya sendiri, yakni dengan MEMBAHAS materi dengan cara DUDUK MELINGKAR dan BERDISKUSI langsung dengan satu sama lainnya. <br /><br />Metode ini JELAS menurut saya AMPUH. Karena SUASANA kelas menjadi lebih RELAX dan tidak MONOTON. Canda TAWA SERINGKALI menemani sesi PEMBELAJARAN ETIKA kami di hari KAMIS SIANG itu. Materi yang SULITpun menjadi lebih RINGAN karena dibawakan SANTAI oleh Mas BIMO.<br /><br />Bagi saya Mas BIMO ialah dosen yang sangat LIBERAL! Bagaimana tidak, beliau MEMBERIKAN seluruh mahasiswanya segala KEBEBASAN yang dapat diberikan. Mulai dari BEBAS MENGUTARAKAN segala jenis pendapat, uneg”, kritik terhadap suatu masalah, hingga BEBAS mau mengutarakannya dengan cara apa. Lihat saja BLOG BELAJAR ETIKA ini.. heheheee.. BERAGAM bukan isinya??<br /><br />SEKARANG, Pembelajaran ETIKA menjadi sangat FUN!<br /><br />Ayooooooooo semua MARI kita BELAJAR ETIKA bersamaaaBelajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-39017697794889007782010-05-05T13:47:00.000-07:002010-05-05T13:50:27.060-07:00Satrio Sih Pinandhito - 07120110004<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: medium; "><p align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Setelah beberapa kali mengikuti mata kuliah Etika Komunikasi, saya baru menyadari bahwa ternyata media-media di Indonesia banyak melakukan pelanggaran. Tidak hanya media cetak, namun juga media elektronik. Hal ini tentunya bertentangan dengan Kode Etik Jurnalistik yang sudah ditentukan oleh Dewan Pers.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Seperti misalnya kasus yang dilakukan oleh wartawan Jawa Pos. Ia berpura-pura mewawancarai istri Nurdin M Top dan ternyata ia hanya melakukan wawancara fiktif. Setelah tahu bahwa oknum tersebut melakukan wawancara fiktif maka atasannya langsung menindak tegas dengan melakukan pemecatan dan menyebarkan permintaan maaf kepada publik. Hal ini terus terang mencoreng nama besar Jawa Pos, karena sekali saja timbul berita seperti ini, maka ke depannya publik akan meragukan kebenaran dari berita yang ditampilkan.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Untuk kasus media elektronik, dapat dilihat ketika peristiwa ledakan bom yang terjadi di hotel JW Marriott. Ketika itu, stasiun-stasiun televisi berlomba-lomba untuk menanyangkan siaran eksklusif mengenai keadaan hotel setelah terjadi ledakan. Mereka memang ingin dengan cepat menyebarkan berita namun mereka melupakan Kode Etik Jurnalistik dengan menayangkan seseorang yang digotong keluar dari hotel dengan pakaian yang tersobek-sobek dan dengan wajah serta tubuh yang mengeluarkan banyak darah. Hal-hal seperti ini sebenarnya boleh untuk diambil, namun hanya sebatas untuk dokumentasi, bukan untuk ditayangkan ke publik.</span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Saya berharap ke depannya media cetak maupun elektronik lebih mementingkan kode etik seperti yang telah ditentukan oleh Dewan Pers. Bersaing untuk memperoleh keuntungan dalam dunia jurnalistik memang wajar, namun ada baiknya kita lebih mementingkan konten dan isi dalam sebuah berita karena media adalah sebuah lembaga independen.</span></p></span>Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8989260692960714922.post-78446038756201069172010-05-05T10:00:00.000-07:002010-05-05T10:04:19.571-07:00EKSPLOITASI: ANALISIS TERHADAP PEMBERITAAN TERKAIT TERORISME (ISTMAN/ 07120110008)<p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">BAB I<?xml:namespace prefix = o ns = "urn:schemas-microsoft-com:office:office" /><o:p></o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">PENDAHULUAN<o:p></o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><o:p> </o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Tahun 2009-2010. Tahun Kerbau Tanah dan Macan Logam. Namun, bagi Indonesia, tahun 2009-2010 lebih dari sekedar angka dan simbol. Tahun 2009-2010, bagi negeri tercinta ini, adalah tahun penuh peristiwa. Peristiwa yang membetot emosi, menarik rasa ingin tahu, menimbulkan dilema, dan penuh akan problematika. Kesannya mengerikan betul negeri ini yang di mana sudah dikenal suka cari gara-gara dan krisis di mana-mana.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Sebenarnya tidaklah berlebihan jika saya berkata bahwa tahun kerbau dan macan (lebih tepatnya masa-masa di antara kedua tahun tersebut) sebagai tahun penuh perkara (masalah). Karena memang pada kenyatannya seperti itu. Tahun 2009-2010 penuh akan kasus-kasus yang baik telah selesai, tengah diselesaikan, ataupun mungkin tidak akan pernah selesai (cukup sarkastik untuk mengatakan hal terakhir).<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Belasan kasus menemani kita di antara tahun 2009-2010. Sebut saja kasus </span><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">C</span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">ecak versus </span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">B</span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">uaya, </span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">S</span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">kandal </span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">B</span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">ank </span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">C</span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">entury</span></i><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">, </span><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">B</span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">om JW Marriot-Ritz Carlton, Prita-Omni Gate</span></i><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">, dan tidak ketinggalan kasus <i style="mso-bidi-font-style: normal">Susno Duadji dan Sjahril Djohan</i> yang tengah mengemuka dan ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Ini pun belum termasuk akan masalah-masalah yang terjadi di daerah. Mungkin bisa puluhan jika kita mengakumulasikan semuanya.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Perkara yang dihadapi memang banyak, namun hanya ada beberapa yang betul-betul membetot emosi kita dan bahkan menarik rasa takut<span style="mso-spacerun: yes"> </span>ke permukaan. Salah satunya adalah kasus (peristiwa) yang menyangkut terorisme. Lebih jelasnya, bisa kita fokuskan ke tiga kasus yaitu ledakan bom di <i style="mso-bidi-font-style: normal">JW Marriot-Ritz Carlton, Penyerbuaan Markas Teroris di Temanggung, dan Penembakan Dulmatin</i> di Pamulang.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Ledakan Bom JW Marriot dan Ritz Carlton<o:p></o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">“Indonesia adalah Sarang Teroris!”<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Rasanya tidak hiperbolis untuk mengakui kutipan di atas di mana bisa ditemukan di berbagai media dalam beberapa tahun terakhir. Toh, memang terbukti bahwa banyak jaringan-jaringan teroris yang “mangkal” di Indonesia. Kalau tidak, tidak mungkin ada kejadian-kejadian bom seperti ledakan di <i style="mso-bidi-font-style: normal">Kedubes Australia, JW Marriot, Bursa Efek Jakarta</i>, dan masih banyak lagi.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Dari sekian banyak ledakan yang telah terjadi (semoga tidak bertambah nantinya), ledakan di Ritz Carlton-JW Marriot pada tanggal 17 Juli 2009 adalah yang terakhir terjadi. Ledakan tersebut menghanguskan sebagian dari hotel Marriot dan Ritz Carlton serta membunuh sejumlah WNI dan WNA (salah satunya Timothy MacKay, <i style="mso-bidi-font-style: normal">Director of Holcim Indonesia</i>).<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Penyerbuan Temanggung<o:p></o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Melihat ledakan bom terjadi untuk kesekian kalinya di Indonesia, tentu Polri tidak akan diam. Dedengkot-dedengkot aksi terorisme di Indonesia harus diberantas, apapun caranya agar tidak terjadi lagi peristiwa mengenaskan seperti di JW Marriot dan Ritz Carlton.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Dari sekian banyak dedengkot yang dicari, Noordin M Top tetap berada di barisan atas Most Wanted List yang diincar oleh polisi dan bahkan FBI. Hal ini tidak mengherankan mengingat dia dan organisasi tempat ia “bekerja”, Jemaah Islamiyah, merupakan salah satu organ terdekat Al Qaeda.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Sekian tahun polisi mencari dan kecolongan berkali-kali, baru pada tahun 2009 (8 Agustus 2009)<span style="mso-spacerun: yes"> </span>lokasi Noordin kembali terlacak. Kali ini diduga ia berada di Temanggung, Jateng.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Tanpa tedeng aling-aling, pasukan anti terror Densus 88 langsung menyerbu tempat tersebut. Ratusan peluru dihamburkan, sejumlah bom diledakkan,. Semua untuk menghentikan orang paling dicari tersebut. <o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Peristiwa penyerbuan ini semakin seru ketika ditambah reportase intens dari salah satu televisi swasta yang membuat peristiwa ini layaknya drama sandiwara yang tengah mencapai klimaksnya. Bahkan, sempat di satu momen, anchor menyatakan bahwa Noordin telah mati ketika penyerbuan belum usai.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Sayang seribu sayang, beberapa hari setelah penyerbuan usai, baru diketahui bahwa teroris</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-ansi-language: EN-US"> </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><span style="mso-spacerun: yes"> </span>yang diserbu di Temanggung bukanlah Noordin M Top. Yang berhasil dihentikan justru Ibrohim yang juga salah satu pencanang bom di Jw Marriot-Ritz Carlton.</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-ansi-language: EN-US"> </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Tv swasta yang mengakui Noordin mati tentu malu (Noordin akhirnya baru berhasil dihentikan pada tanggal 17 September 2009, di Surakarta).<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Tembak Mati Dulmatin<o:p></o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Pasca Noordin M. Top, Dulmatin yang selanjutnya menjadi target. Kali ini, dia terlacak di Pamulang, Jakarta Selatan pada tanggal 9 Maret 2010.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Tidak berbeda dengan Noordin M Top atau apa yang terjadi di temanggung, penyerbuan di pamulang juga dipenuhi adegan baku tembak. Pistol berdesing, peluru meluncur ke badan teroris, dan luka pun tercipta. Kali ini tidak salah lagi, sosok yang mati akibat tembakan polisi adalah dulmatin. Hal ini didukung dengan hasil pemeriksaan dna dan sidik jari.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Namun, yang menjadi masalah di sini bukanlah penyerbuaannya. Sekali lagi, masalah ada pada pemberitaan media di mana media (media televisi) menunjukkna visualisasi mayat dulmatin yang tergeletak tanpa nyawa, mulut menganga, <span style="mso-spacerun: yes"> </span>dan masih menggenggam revolver.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Eksploitasi oleh Televisi <o:p></o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Ketiga peristiwa di atas boleh dikatakan sebagai peristiwa-peristiwa menyangkut terorisme yang cukup berpengaruh. Namun, di satu sisi, masalah justru tidak datang dari peristiwa tersebut, melainkan dari pemberitaan media.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Media di Indonesia mempunyai kecenderungan gemar mengeksploitasi dan melebih-lebihkan (mendramatisir) akan peristiwa-peristiwa yang ada. Acap kali peristiwa yang seharusnya bisa diselesaikan dengan mudah menjadi sebuah masalah yang rumit akibat <span style="mso-spacerun: yes"> </span>pemberitaan yang berlebihan atau trail by the press. Dan, hal itu terjadi pada ketiga peristiwa di atas.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Pada kasus bom Jw Marriot dan Ritz Carlton, media membesar-besarkan masalah sehingga yang terjadi adalah media di satu sisi menjadi teroris itu sendiri. Menjadi sosok yang melakukan psychological warfare yang ironisnya adalah tujuan utama teroris yang minoritas.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Pada kasus penyerbuaan di temanggung, pemberitaan intens oleh salah satu televisi swasta membuat masyarakat menduga bahwa Noordin telah mati. Padahal kenyataannya belum. Itu penipuan publik namanya. Belum lagi, gambaran korban <span style="mso-spacerun: yes"> </span>penyerangan yang membuat miris.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Pada kasus dulmatin juga tidak jauh berbeda dengan yang di temanggung. Lebih parahnya, kali ini mayat ditampilkan dalam keadaan mengenaskan dan terang-terangan. Memang menarik tetapi di satu sisi juga disturbing (tidak nyaman).<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Semestinya media (televisi) ingat bahwa segela sesuatu (dalam hal ini adalah tayangannya) ada konsekuensi-nya. Ada aksi, ada reaksi. Segala sesuatu harus dipertimbangkan matang-matang dengan melihat dampaknya dari sisi etika, psikis, dan fisik. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika permasalahan eksplotasi oleh media ini dibahas berdasarkan undang-undang atau peraturan etika yang ada serta dipelajari motif di baliknya.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">BAB II<o:p></o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">UNDANG-UNDANG DAN TEORI<o:p></o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><o:p> </o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Seperti yang telah disebutkan di atas, permasalahan ini sudah sepatutnya kita bahas dari sisi undang-undang atau peraturan media yang memiliki kaitan dengan penayangan gambar mayat tersebut. Berikut ini adalah sejumlah teori dan undang-undang yang sekiranya bisa digunakan untuk membahas masalah ini:<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 36pt; mso-list: l1 level1 lfo1" class="MsoListParagraphCxSpFirst"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'"><span style="mso-list: Ignore">1.<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Peraturan KPI Nomor 3 Tahun 2007, Bab VIII: Pelarangan dan Pembatasan Program Kekerasan dan Pemberitaan Kejahatan.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 36pt" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Bagian Pertama: Pelarangan Program Kekerasan<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 36pt" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 72pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo2" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: Symbol; mso-fareast-font-family: Symbol; mso-bidi-font-family: Symbol"><span style="mso-list: Ignore">·<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Pasal 30:<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 72pt; mso-add-space: auto" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Lembaga penyiaran harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan untuk memperlihatkan realitas dengan pertimbangan akan efek negatif yang ditimbulkan. Karena itu, penyiaran adegan kekerasan dan kecelakaan harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 108pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo3" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'"><span style="mso-list: Ignore">a.<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit, berlebihan, dan vulgar.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 108pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo3" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'"><span style="mso-list: Ignore">b.<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan dan kecelakaan tidak boleh disorot dari dekat (close up, medium close up, dan extreme close up).<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 108pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo3" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'"><span style="mso-list: Ignore">c.<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Gambar penggunaan senjata tajam dan senjata api tidak boleh disorot dari dekat (close up, medium close up, dan extreme close up).<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 108pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo3" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'"><span style="mso-list: Ignore">d.<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh korban, dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan, kecelakaan, dan bencana, harus disamarkan.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 108pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo3" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'"><span style="mso-list: Ignore">e.<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Durasi dan penyorotan korban yang eksplisit harus dibatasi.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 108pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo3" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'"><span style="mso-list: Ignore">f.<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Dalam siaran radio, penggambaran kondisi korban kekerasan dan kecelakaan tidak boleh disiarkan secara rinci<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 108pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo3" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'"><span style="mso-list: Ignore">g.<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Saat-saat menjelang kematian tidak boleh disiarkan<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 108pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo3" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'"><span style="mso-list: Ignore">h.<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Adegan eksekusi hukuman mati tidak boleh disiarkan<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 108pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo3" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'"><span style="mso-list: Ignore">i.<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Demi memberi informasi yang lengkap pada publik, lembaga penyiaran dapat menyajikan rekaman aksi kekerasan perorangan maupun kolektif secara eksplisit. Namun, rekaman tersebut tidak dapat disiarkan di luar pukul 22.00-03.00 dan tidak boleh menimbulkan rasa ngeri dan trauma bagi khalayak.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 108pt; mso-add-space: auto" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 72pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo2" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: Symbol; mso-fareast-font-family: Symbol; mso-bidi-font-family: Symbol"><span style="mso-list: Ignore">·<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Pasal 31:<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 72pt; mso-add-space: auto" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Lembaga penyiaran dilarang menyajikan isi siaran yang memberikan gambaran eksplisit dan rincir tentang cara membuar dan mengaktifkan bahan peledak.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 72pt; mso-add-space: auto" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 36pt; mso-list: l1 level1 lfo1" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'"><span style="mso-list: Ignore">2.<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Kode Etik Jurnalistik<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 72pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo2" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: Symbol; mso-fareast-font-family: Symbol; mso-bidi-font-family: Symbol"><span style="mso-list: Ignore">·<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Pasal 3:<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 72pt; mso-add-space: auto" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Wartawan Indonesia pantang menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan, memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, serta sensasional.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 72pt; mso-add-space: auto" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 72pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo2" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: Symbol; mso-fareast-font-family: Symbol; mso-bidi-font-family: Symbol"><span style="mso-list: Ignore">·<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Pasal 5<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 72pt; mso-add-space: auto" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan kecepatan derta tidak mencampuradukkan fakta dan opini sendiri. Karya jurnalistik berisi interpretasi dan opini wartawan agar disajikan dengan menggunakan nama penulisnya.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 72pt; mso-add-space: auto" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 72pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo2" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: Symbol; mso-fareast-font-family: Symbol; mso-bidi-font-family: Symbol"><span style="mso-list: Ignore">·<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Pasal 11:<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 72pt; mso-add-space: auto" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Wartawan Indonesia tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 72pt; mso-add-space: auto" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 36pt" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">pencerita (story teller) yang memberikan gambaran akan kenyataan pada khalayak. Namun, karena pengaruhnya yang kuat dan frekuensi penyebarannya yang tinggi, orang terpengaruhi untuk menganggap segala sesuatu yang mereka terima dari media adalah kenyataan.</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 36pt" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 36pt; mso-list: l1 level1 lfo1" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'"><span style="mso-list: Ignore">3.<span style="FONT: 7pt 'Times New Roman'"> </span></span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Psychological Warfare<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 36pt" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-bidi-font-weight: bold">Operasi psikologis</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'"> adalah bagian <a title="Propaganda" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Propaganda"><span style="color:#0000ff;">propaganda</span></a> dari politik taktik perang dalam peperangan termasuk <a title="Perang gerilya" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_gerilya"><span style="color:#0000ff;">perang gerilya</span></a>. Dalam operasi <a title="Psikologi" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi"><span style="color:#0000ff;">psikologis</span></a> manusia dianggap sebagai prioritas utama, selain properti dalam tujuan politik perang (political war).<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt 36pt" class="MsoListParagraphCxSpLast"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">Titik serang paling penting dalam operasi psikologis adalah pikiran manusia. Kekalahan dalam berpikir dari manusia dianggap merupakan kekalahan dari <i><a title="Binatang politik (halaman belum tersedia)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Binatang_politik&action=edit&redlink=1"><span style="color:#0000ff;">binatang politik</span></a></i> (<a title="Binatang politik (halaman belum tersedia)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Binatang_politik&action=edit&redlink=1"><span style="color:#0000ff;">political animal</span></a>) tanpa harus melalui sebuah peperangan konvensional yaitu dengan penggunaan <a title="Peluru" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Peluru"><span style="color:#0000ff;">peluru</span></a>. Perang politik lahir dan berkembang di lingkungan politik secara konstan pada kelompok masyarakat secara kolektif yang merupakan "lingkungan" dalam dan tempat yang tepat bagi perang gerilya politik.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">BAB III<o:p></o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">PEMBAHASAN</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-ansi-language: EN-US"> <span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">“It’s all about the rating! It’s all about.....”<o:p></o:p></span></i></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Dengan memplesetkan lirik lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal">It’s All About The Money</i> yang dilantunkan oleh <i style="mso-bidi-font-style: normal">Meja</i>, kita bisa membayangkan situasi yang tengah (atau bahkan terus) dihadapi oleh stasiun-stasiun televisi. <o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Bagi stasiun televisi, rating adalah segala-galanya. Tanpa rating tinggi, mereka tidak bisa mendapatkan iklan. Tanpa iklan, mereka tidak bisa mendapatkan uang. Persaingan yang ketat antar stasiun televisi juga membuat rating bagus sebagai hal yang susah didapatkan. Rating<span style="mso-spacerun: yes"> </span>memang sudah jadi problematika tersendiri bagi stasiun televisi dari dulu hingga sekarang.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Demi mengatasi problematika tersebut, ada banyak cara yang dilakukan stasiun televisi.<span style="mso-spacerun: yes"> </span>Salah satu yang sering dilakukan adalah mengeksploitasi habis-habisan peristiwa yang tengah menjadi perbincangan hangat. Kalau dalam bahasa jawa, dikenal dengan istilah <i style="mso-bidi-font-style: normal">Aji Mumpung</i> di mana suatu keadaan yang menguntungkan dimanfaatkan habis-habisan.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Salah satu bentuk <i style="mso-bidi-font-style: normal">Aji Mumpung</i> yang dilakukan stasiun televisi kita adalah ketika peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan terorisme terjadi sepanjang tahun 2009-2010. Sebut saja peristiwa <i style="mso-bidi-font-style: normal">JW Marriot & Ritz Carlton Bombing, Penyerbuan Temanggung, dan Pembunuhan Dulmatin </i>di mana sudah saya jelaskan satu persatu di Bab Pendahuluan dan akan menjadi acuan utama pembahasan di makalah ini.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Sebagai contoh eksploitasi oleh televisi, kita bisa melihat <span style="mso-spacerun: yes"> </span>pemberitaan<i style="mso-bidi-font-style: normal"> JW Marriot & Ritz Carlton Bombing</i> . Pada peristiwa yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2009 tersebut, televisi melakukan eksploitasi habis-habisan dengan meliputnya dari berbagai perspektif, mulai dari motif pelakunya, napak tilas pengeboman, hingga wawancara dengan keluarga korban. <o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Bahkan, televisi juga tak segan-segan melakukan hal yang tergolong disturbing (membuat tidak nyaman). Salah satu bentuknya adalah menunjukkan footage-footage yang membuat hati ini miris seperti gambaran korban yang masih terluka parah dan merintih kesakitan atau korban yang telah meghitam, hangus dilahap api. Citraan artifisial juga dimanfaatkan untuk memberi kesan heboh terhadap peristiwa yang tengah diliput. <o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Memang tidak bisa dipungkiri bahwa peliputan peristiwa di atas bisa meningkatkan jumlah penonton dan rating <i style="mso-bidi-font-style: normal">which is mean</i> keuntungan lebih. Tercatat, TV One berhasil meraih peningkatan jumlah penonton sebanyak 220 persen dan Metro TV menyusul dengan peningkatan sebanyak 196 persen. Angka yang tergolong fantastis bukan. <o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Namun, yang jadi pertanyaan sekarang, apakah hal yang dilakukan stasiun-stasiun televisi tersebut adalah hal yang sebaiknya dilakukan? Saya rasa tidak.</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"><o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Jika ditanya dari segi sah atau tidak, sebenarnya pengeksploitasian peristiwa seperti <i style="mso-bidi-font-style: normal">JW Marriot & Ritz Carlton Bombing, Penyerbuan Temanggung, dan Pembunuhan Dulmatin</i> tergolong sah-sah saja. Toh, demand masyarakat akan pemberitaan tersebut memang tinggi. <span style="mso-spacerun: yes"> </span>Namun, perlu diingat bahwa segala sesuatu itu ada batas wajarnya, termasuk untuk pemberitaan. Pemberitaan (eksploitasi) yang berlebihan<span style="mso-spacerun: yes"> </span>bisa mengarah ke dampak yang negatif seperti berita menyesatkan, bias fakta, serta ketidaketisan<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Di Indonesia, keberlebihan itu sudah terjadi. Salah satunya ada pada pemberitaan bom bi JW Marriot dan Ritz Carlton.dimana televisi menayangkan </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">gambar Direktur Holcim yang terluka parah (oleh ANTV), wawancara korban yang masih terluka, serta citraan artifisial yang membuat seolah-olah ledakan yang terjadi sebenarnya lebih mengerikan lagi.</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold"><o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">Dilihat dari sisi kode etik jurnalistik dan peraturan KPI, pemberitaan seperti di atas jelas telah melakukan pelanggaran. Tepatnya melanggar perarturan KPI Pasal 30, huruf A, B, D, E,dan I di mana pada pasal tersebut dikatakan bahwa televisi tidak seharusnya menampilkan gambar yang sadis (luka-luka, darah, potongan tubuh, korban yang mati) secara eksplisit, close up, dan terlalu intens</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Contoh eksploitasi yang berlebihan juga bisa kita lihat pada liputan <span style="mso-spacerun: yes"> </span>penyerbuan Noordin M Top (yang ternyata Ibrohim) di Temanggung oleh TV One</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"> (8/11/09)</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">.</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"><o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold" lang="EN-US"><span style="mso-spacerun: yes"> </span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Dalam peliputan yang dilakukan secara intens tersebut, berkali-kali reporter dan anchor di stasiun televisi mencoba mendramatisasi kejadian yang berlangsung di TKP. Selain itu, sejumlah pertanyaan yang logis hingga tidak logis pun juga dilontarkan demi “menghidupkan” suasana sampai pada akhirnya menimbulkan pernyataan “Noordin telah mati” di saat penyerbuan belum usai. </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">Selang beberapa hari, baru diketahui bahwa korban penyerangan di Temanggung adalah Ibrohim.</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold" lang="EN-US"> </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"><o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">Melihat hal di atas yang menunjukkan</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold" lang="EN-US"> </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">pemberitaan secara berlebihan, beropini, dan bahkan menyesatkan,, bisa kita katakan bahwa terlah terjadi pelanggaran </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">kode etik jurnalistik</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">.</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold" lang="EN-US"> </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">T</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">epatnya pasal 3 dan 5 di mana TV One telah menunjukkan berita</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"> yang sensasional, memutarbalikkan fakta, dan menyertakan opini dalam pemberitaannya.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">Selain kasus <i style="mso-bidi-font-style: normal">JW Marriot- Ritz Carlton Bombing</i> serta <i style="mso-bidi-font-style: normal">Penyerbuan di Temanggung</i>, pemberitaan penyerbuan di Pamulang juga patut dibahas lebih lanjut. Terutama mengenai gambar dari TKP.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">Tidak seperti saat penyerbuan di </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">T</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">emanggung,</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold" lang="EN-US"> </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">pemberitaan penyerbuan di pamulang tergolong tidak terlalu bombastis. Namun, yang menjadi perkara adalah ketika mayat dulmatin dalam kondisi tidak bernyawa, luka menganga, baju bersimbah darah, dan memegang revolver, ditunjukkan oleh media.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">Kenapa menjadi perkara? Hal ini disebabkan karena gambar yang ditampilkan tergolong sadis di mana terlihat </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">D</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">ulmatin berada dalam keadaan mengenaskan dan masih memegang senjata. Lebih jelasnya, tampak<i style="mso-bidi-font-style: normal"> disturbing</i> (tidak nyaman dilihat).<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">Di satu sisi, penyangan gambar dulmatin tersebut juga tergolong tidak menghormati korban itu sendiri. Kesannya mayat adalah barang tontonan. Padahal, sejahat-jahatnya teroris, dia tetaplah makhluk hidup yang sepatutnya dihormati layaknya manusia yang setara, bukan makhluk rendahan.. <o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"><span style="mso-spacerun: yes"> </span>Membahasanya dari sisi undang-undang, penayangan gambar dulmatin ini jelas telah<span style="mso-spacerun: yes"> </span>melanggar perarturan KPI Pasal 30, huruf A, B, D, E,dan I di mana pada pasal tersebut dikatakan bahwa televisi tidak seharusnya menampilkan gambar yang sadis (luka-luka, darah, potongan tubuh, korban yang mati) secara eksplisit, close up, dan terlalu intens.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><b><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'"><o:p> </o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><b><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">Dampak Pemberitaan (Eksploitasi) Terorisme Secara Berlebihan.<o:p></o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Disamping melanggar kode etik jurnalistik dan peraturan KPI, di sisi lain eksploitasi yang berlebihan juga memberikan dampak psikis yang cukup berbahaya seperti phobia dan trauma. Bahkan, sesungguhnya eksplotasi yang berlebihan tersebut juga sudah tergolong membantu aksi terorisme itu sendiri. Kok bisa? <o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Perlu kita ketahui<span style="mso-spacerun: yes"> </span>bahwa organisasi teroris umumnya bersifat minoritas sehingga untuk melipatgandakan dampak dari aksi terror yang dilakukan, mereka </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">diperlukan</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold"> komunikasi publik untuk mencari perhatian. Organisasi teroris</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US"> <span lang="EN-US"><span style="mso-spacerun: yes"> </span>ingin</span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold"> publik bisa merasakan dampak emosional dari tindakan mereka. Dengan kata lain, teroris ingin melakuakn <i style="mso-bidi-font-style: normal">psychological warfare</i></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN">Agar dampak emosional dari aksi terror tersebut maksimal, para teroris memancing media</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"> dengan aksi-aksi mereka</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN">. Kebetulan obsesi media adalah meningkatkan jumlah penonton siarannya, maka berita bombastis dengan visulisasi mencengangkan plus reportase langsung<span style="mso-spacerun: yes"> </span>tidak bisa dilewatkan. Penonton pun mulai dicerca dengan beragam siaran mengenai aksi terorisme.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN">Tidak disadari oleh media, seringnya pengulangan siaran di televisi merupakan cara membangkitkan (mengarahkan) emosi publik dan hal tersebut justru diharapkan teroris demi meningkatkan dampak emosional dari aksi mereka (<i style="mso-bidi-font-style: normal">psychological warfare</i>). Di satu sisi media mengutuk terorisme, di sisi lain sebenarnya mereka terpesona hingga tidak menyadari bahwa mereka sudah masuk ke dalam rencana teroris. Hal ini sudah terjadi pada kasus liputan <i style="mso-bidi-font-style: normal">JW Marriot dan Ritz Carlton Bombing.</i></span><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"><o:p></o:p></span></i></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN">Melihat dampak-dampak di atas</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">, </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN" lang="EN-US"><span style="mso-spacerun: yes"> </span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN">jadi pertanyaan tersendiri kenapa media televisi tetap saja melakukan eksploitasi yang berlebihan terhadap kasus </span><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">JW Marriot & Ritz Carlton Bombing, Penyerbuan Temanggung, dan Pembunuhan Dulmatin </span></i><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold"><span style="mso-spacerun: yes"> </span>saat itu.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN">Namun, melihat media sekarang memiliki kecenderung untuk berorientasi pada profit, maka bisa kita katakan bahwa orientasi akan profit adalah biang masalahnya. Profit menjadi acuan utama, bukan lagi kode etik ataupun idealisme jurnalisme. Oieh karena itu, media televisi tetap melakukan eksploitasi habis-habisan meskipun tahu bahwa hal tersebut sesungguhnya tak baik<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN">Memang, menurut Bill Kovach dalam sembilan elemen jurnalismenya,</span><span style="font-family:Calibri;"> </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'">kewajiban utama jurnalisme (media) adalah pada pencarian kebenaran dan loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga </span><span style="font-family:Calibri;">Negara</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN">. Namun, seperti yang telah dijelaskan di awal bab ini, media butuh rating. </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Tanpa rating tinggi, mereka tidak bisa mendapatkan iklan. Tanpa iklan, mereka tidak bisa mendapatkan uang. Dan tanpa uang, mereka tidak bisa hidup. Sebuah posisi yang cukup dilematis bukan?</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"><o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">Kalaupun pihak redaksional dari suatu stasiun televisi tergolong patuh terhadap kode etik dan peraturan KPI, hal tersebut belum tentu menjamin bahwa televisi tidak akan melapukan eksploitasi secara berlebihan. Hal ini disebabkan karena masih ada faktor pemiliki yang berperan besar.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">Umumnya, ketika pemilik dari sebuah media<span style="mso-spacerun: yes"> </span>berasal dari bidang yang bersifat non jurnalistik (katakan bisnis), maka dia akan lebih berorientasi terhadap profit dibanding kualitas pemberitaannya.</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold"><o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><b><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'">BAB IV<o:p></o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><b><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'">KESIMPULAN<o:p></o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><b><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'"><o:p> </o:p></span></b></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="LINE-HEIGHT: 150%; FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; FONT-SIZE: 12pt; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Berdasarkan pembahasan di atas maka bisa kita tarik kesimpulan bahwa media televisi </span><span style="LINE-HEIGHT: 150%; FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; FONT-SIZE: 12pt; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">telah melakukan eksploitasi berlebihan terhadap peristwia</span><span style="LINE-HEIGHT: 150%; FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; FONT-SIZE: 12pt; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold" lang="EN-US"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">JW Marriot & Ritz Carlton Bombing, Penyerbuan Temanggung, dan Pembunuhan Dulmatin</span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">. </span></i><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"><span style="mso-spacerun: yes"> </span>Saking berlebihannya, media sampai menyentuh titik di mana merek melanggar kode etik jurnalistik, peraturan KPI, serta membantu aksi terorisme itu sendiri.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">Perlu diketahui bahwa eksploitasi berlebihan oleh televisi tersebut bukanlah tindakan tanpa alasan. Stasiun televisi punya alasan tersendiri di baliknya dan alasan tersebut umumnya adalah profit motive atau mencapai rating tinggi. Dan, seperti yang kita tahu, rating adalah segala-galanya bagi televisi. </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">Tanpa rating tinggi, mereka tidak bisa mendapatkan iklan. Tanpa iklan, mereka tidak bisa mendapatkan uang. </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">Dan </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold" lang="EN-US"><span style="mso-spacerun: yes"> </span></span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">t</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">anpa uang, mereka tidak bisa hidup.</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"><o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">Bagaiman rating tinggi bisa didapat? Rating tinggi umumnya hanya bisa dicapai oleh berita-berita sensasional, berlebihan, dan merepresentasikan kata “heboh”. Oleh karena itu, media tidak segan untuk melakukan eksplotasi secara berlebihan, terutama pada berita-berita sepeti </span><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">JW Marriot & Ritz Carlton Bombing, Penyerbuan Temanggung, dan Pembunuhan Dulmatin</span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US">.</span></i><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"><o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN">Memang, dilihat dari perspektif produk media massa, tidak bisa dipungkiri kalau liputan <i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="mso-spacerun: yes"> </span></i></span><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold">JW Marriot & Ritz Carlton Bombing, Penyerbuan Temanggung, dan Pembunuhan Dulmatin </span></i><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN">bisa dikatakan sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal">immaterial component </i><span style="mso-spacerun: yes"> </span>sekaligus <i style="mso-bidi-font-style: normal">multiple goods</i> yang menggiurkan untukk dikupas tuntas</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"> (demi profit tentunya)</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN">. <o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-language: IN">Tetapi, meskipun peliputan tersebut dapat dikatakan sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal">multiple goods</i> yang menggiurkan (karena demand konsumen yang tinggi dan banyaknya pemasang iklan di jam tayang liputan), media perlu ingat bahwa mereka juga memiliki fungsi sebagai filter, penyaring. Jangan karena demand konsumen yang tinggi maka segala macam content (termasuk yang berbahaya) boleh diperlihatkan. Media masih harus memilah-milah content yang ada, meski di satu sisi mereka memiliki kewajiban untuk memenuhi <i style="mso-bidi-font-style: normal">demand (curiosity)</i> konsumen.<o:p></o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><span style="LINE-HEIGHT: 150%; FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; FONT-SIZE: 12pt; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-bidi-font-weight: bold"><o:p> </o:p></span></p><p style="LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 10pt; mso-margin-top-alt: auto; mso-margin-bottom-alt: auto" class="MsoNormal"><b><span style="LINE-HEIGHT: 150%; FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; FONT-SIZE: 12pt; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-ansi-language: EN-US" lang="EN-US"><o:p> </o:p></span></b></p>Belajar Etikahttp://www.blogger.com/profile/15086082608923595056noreply@blogger.com0